Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Labuan Bajo di Tengah Gempita Wisata Dunia

Kompas.com - 16/08/2016, 20:24 WIB

REKLAMASI di sepanjang tepian pantai berpasir putih Kampung Ujung telah mengubah wajah Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Perkampungan nelayan itu kini menjadi pusat kuliner, belanja, dan surga wisata dunia. Gelombang kunjungan turis dari banyak negara membanjiri kawasan itu setiap hari.

Di antara ratusan tempat makan dan toko yang mengisi jalur pesisir itu, warung makan ikan laut milik Jefri (44) salah satu yang paling ramai disinggahi. Sejak pukul 15.00 hingga menjelang pukul 05.00 Wita, tempat itu bagai tak pernah beristirahat. ”Walaupun sampai tengah malam, tetap ada yang singgah untuk makan,” ujarnya, Jumat (12/8/2016).

Setiap hari, 30 kilogram hingga 40 kilogram ikan habis diolah menjadi sop ikan, kuah asam, ikan bakar bumbu kecap, ataupun ikan goreng. Jefri meraup omzet Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per hari.

Jefri merupakan salah satu penduduk lokal yang sukses mengembangkan usaha seiring melesatnya pertumbuhan sektor pariwisata Labuan Bajo.

Istrinya, Anita (42), mengajak membuka usaha kuliner setelah mereka menikah. Dari usaha tersebut, pasangan ini dapat membeli sebidang tanah berukuran 10 meter x 20 meter dan membangun rumah megah bernilai Rp 650 juta.

Setelah bertahun-tahun menghuni rumah bagan (apung), keduanya kini menetap di darat. Jarak rumah mereka sekitar 4 kilometer dari pantai. ”Rumah bagan sudah kami tinggalkan,” ujar Jefri.

Keajaiban dunia

Dunia melirik Labuan Bajo setelah komodo dinominasikan dalam tujuh keajaiban baru dunia (New 7 Wonder). Jumlah kedatangan wisatawan ke Nusa Tenggara Timur (NTT) terus meningkat. Tahun 2013, jumlah kunjungan mencapai 363.765 wisatawan. Jumlah itu naik pada 2014 menjadi 397.543 wisatawan.

Turis yang singgah di Labuan Bajo umumnya ingin berkunjung ke Pulau Komodo dan Pulau Rinca yang merupakan habitat komodo. Ada pula Pulau Padar untuk menjelajahi perbukitan dan menikmati teluk-teluk nan indah dari ketinggian. Bagi wisatawan minat khusus, banyak lokasi indah untuk menyelam dan snorkeling di antara pulaupulau kecil yang menyebar di sekitar Labuan Bajo.

Lokasi wisata yang tak kalah istimewa adalah pantai-pantai berpasir merah atau disebut Pink Beach. Kawasan ini tak salah jika disebut surga wisata.

Tidak sedikit wisatawan melanjutkan perjalanan mereka dari Pink Beach, menyusuri daratan Pulau Flores mulai dari Labuan Bajo hingga Maumere.

Ada banyak pilihan lokasi wisata yang menarik seperti pantai-pantai berpasir putih, baik di jalur selatan maupun utara. Kelestarian ratusan desa adat masih terjaga. Ada pula Danau Kelimutu. Sentra kerajinan tenun ikat Flores juga bertebaran di sepanjang perjalanan.

Pesona alam Labuan Bajo mendorong investasi pengusaha luar daerah dan asing. Lahan di sepanjang pesisir itu hampir habis terjual. Perkampungan nelayan dan kebun berganti menjadi hotel, restoran dan bar, serta kantor agen perjalanan wisata antarpulau dan pusat informasi turis.

Jefri beruntung membeli tanah untuk rumahnya empat tahun lalu dengan harga Rp 25 juta per 250 meter persegi. Untuk ukuran yang sama, harga tanah kini sudah melambung 10 kali lipat.

Orang asing

Salah seorang warga Labuhan Bajo, Alfin Latubatara (46), mengatakan, lahan tertentu dibeli orang asing dengan atas nama warga Indonesia. Lahan yang dikuasai pendatang kebanyakan terletak di pesisir pantai. Banyak penduduk lokal tergiur dengan uang lantas menjual kebunnya.

Persaingan di antara makelar tanah pun membuat harga lahan meningkat tajam. Lahan 2.500 meter persegi di pesisir pantai sekitar pusat kota Labuan Bajo yang masih Rp 15 juta pada 2005 kini melambung jadi Rp 10 miliar.

Setelah berlimpah uang, mereka tidak mampu memanfaatkannya untuk usaha produktif. Uang lebih banyak berhamburan di tempat hiburan malam. Setelah hampir kehabisan uang, mereka menyingkir ke pegunungan untuk kembali berkebun.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Suasana malam di Labuan Bajo, Kamis (11/8/2016). Turis mancanegara mendominasi tempat makan di kawasan itu.
Sinyo Lewar (34), nakhoda MV Cahaya Lusia, menuturkan, banyak pulau kecil di Manggarai Barat diserahkan pemerintah kepada pihak asing untuk dikelola. Pulau Kanawa, misalnya, dimiliki penuh oleh dua warga negara Spanyol dan Italia.

Pulau Bidadari menjadi milik seorang warga negara Inggris. Sementara Pulau Sebayur milik warga negara Italia. Sinyo biasa mengantar wisatawan asing ke sana untuk menyelam dan snorkeling.

Selain MV Cahaya Lusia, ada sekitar 150 kapal motor melayani perjalanan wisata ke Pulau Komodo dan sekitarnya. Hampir 95 persen kapal-kapal itu milik penduduk lokal. Sebelumnya kapal digunakan untuk menangkap ikan.

Kurang siap

Alfin menambahkan, masyarakat lokal kurang siap mental menghadapi perubahan yang begitu drastis di Labuan Bajo. Setelah keran pariwisata dibuka melalui Sail Komodo 2013, Labuan Bajo menjadi salah satu destinasi wisata terbaik dunia.

KOMPAS/DANU KUSWORO Sejumlah anak bermain di pasar rakyat di Desa Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Jumat (12/8/2016).

Pemerintah Indonesia memasukkan Labuan Bajo sebagai satu dari 10 kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN). Peluang itulah yang belum dioptimalkan penduduk lokal. Minimnya sumber daya manusia menjadi persoalan.

Intervensi pemerintah sangat lemah dalam memberdayakan masyarakat lokal. Padahal, jika serius, banyak potensi yang bisa digarap, seperti usaha kopi, gula rebok (dari pohon enau), dan tenun ikat.

”Kami punya banyak potensi, tetapi belum ada produk UKM (usaha kecil dan menengah) yang bisa diangkat sebagai suvenir khas Manggarai Barat sebagaimana di daerah wisata lainnya,” kata Alfin.

Peluang usaha di sektor pertanian dan peternakan yang seharusnya bisa dikerjakan penduduk lokal juga belum banyak dimanfaatkan. Daging, sayur, buah-buahan, dan beras untuk kebutuhan hotel dan rumah makan banyak didatangkan dari Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Padahal, banyak lahan kosong menganggur.

”Bahan pangan yang dipasok dari warga lokal sangat sedikit. Tidak lebih dari 15 persen,” ucap Alfin.

Oleh karena itu, jangan biarkan keberadaan masyarakat lokal sebagai penonton semata. Perlu pemberdayaan. Tanpa itu, pariwisata Labuan Bajo hanya akan memunculkan persoalan sosial baru. (Kornelis Kewa Ama/Frans Pati Herin/Irma Tambunan)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Agustus 2016, di halaman 22 dengan judul "Labuan Bajo di Tengah Gempita Wisata Dunia".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com