Sesajian berupa daging kerbau atau babi. Tanduk kerbau atau tulang rahang babi, selanjutnya dipasang di bagian depan rumah. Semakin banyak deretan tulang atau tanduk, menandakan usia rumah itu sangat tua.
Bilik utama dalam rumah menjadi tempat sesajen sekaligus dapur dan kamar keluarga. Tidak ada tempat tidur. Warga juga tidak menggunakan peralatan elektronik modern. Untuk memasak, mereka menggunakan tungku kayu bakar di dapurnya.
Meskipun tidur di lantai, pemilik rumah mengatur suhu dalam rumah dengan menggunakan papan yang disusun rapat. Penyusunan yang rapat menyulitkan angin menembus.
Kampung itu berada persis di lembah timur Gunung Inerie, di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Suhu udara berkisar 22 derajat Celsius, dingin dirasakan para tamu.
Masih lestari
Sebaran kampung-kampung adat seperti di Bena tetap lestari hingga kini. Itulah salah satu kekayaan Pulau Flores yang memiliki sekitar 200 kampung adat. Penduduknya menerapkan keunikan berbeda dalam cara hidup yang tradisional. Mereka pun melestarikan tradisi adat yang dapat dikelola sebagai atraksi budaya. Penduduk di kampung adat umumnya terbuka menyambut kehadiran tamu.
Setiap kali wisatawan berkunjung dan bertanya-tanya soal kehidupan para penghuni, mereka selalu menjawab disertai senyuman. Warga tidak keberatan jika ada tamu menginap, asal datang dengan niat baik.