Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kota Bogor, Tetirah di Kota Mozaik Sejarah

Kompas.com - 28/08/2016, 19:02 WIB

Tempat-tempat wisata sesak. Jalanan berubah menjadi lautan kendaraan. Pengunjung terpusat terutama di sekitar Kebun Raya Bogor yang pembangunannya diinisiasi oleh Thomas Stamford Raffles.

Yuda Fitri (39), warga Jakarta, membawa tiga anaknya siang itu. Setelah berjalan-jalan di Kebun Raya, mereka lalu menepi sejenak di depan Hotel Salak. ”Hampir dua minggu sekali kami ke sini, apalagi suami asli Bogor. Kalau ditanya wisata, ya, ke Kebun Raya, enggak tahu mau ke mana lagi,” ucapnya.

Sepasang wisatawan asal Belanda juga kebingungan. Minggu (31/7/2016) siang itu mereka baru saja mengunjungi Museum Zoologi di Kebun Raya Bogor. Klaas Van Der Horst Zierikzee (26) dan istrinya, Angela (28), baru kali pertama ke Bogor, juga Indonesia. Namun, menurut Klaas, dirinya kebingungan setelah mengunjungi Kebun Raya. Tak ada penanda dan pusat informasi lokasi wisata di Kota Bogor.

Kunjungan wisata memang seperti berat sebelah. Kebun Raya Bogor selalu penuh, sementara tempat lain justru merana. Di Museum Perjuangan Tanah Air, misalnya, pengunjung hanya satu dua. Bahkan, Juni lalu, hampir tidak ada pengunjung. Kondisi ini seiring dengan kesan museum yang temaram dan kusam.

Ernan Rustiandi, pendiri Kampung Bogor, dan peneliti senior di Institut Pertanian Bogor, menyebut kondisi ini seperti narasi sejarah yang tidak utuh. Bogor tidak hanya tentang Kebun Raya, tetapi begitu kaya akan narasi kebudayaan, kesejarahan, dan ilmu pengetahuan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com