Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berwisata ke Museum Ali Hasjmy

Kompas.com - 08/09/2016, 08:14 WIB
Masriadi

Penulis

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Tiga mahasiswa tampak santai duduk di bagian depan Museum Ali Hasjmy di Jalan Sudirman nomor 20, Banda Aceh, Rabu (7/9/2016).

Museum yang diresmikan 19 Januari 1994 oleh Menteri Urusan Pangan/Kepala Bulog RI Prof Dr Ibrahim Hasan itu dibuka sejak pukul 08.00 WIB.

Meski di papan kunjungan ditulis buka hingga 13.00 WIB, namun terkadang museum itu buka hanya hingga pukul 12.00 WIB.

Salah seorang staf perpustakaan Azhar duduk di kursi tamu menerima kunjungan mahasiswa atau pengunjung lainnya yang ingin sekadar melihat koleksi museum dan perpustakaan tokoh besar Aceh itu.

Saya berkunjung untuk mencari referensi surat kabar yang pernah dipimpin Ali Hasjmy, era tahun 1942 hingga awal kemerdekaan. Prof Ali dikenal sebagai wartawan era penjajahan Jepang yang andal.

Setidaknya, dalam catatan sejarah disebutkan Aly Hasjmi pernah menjadi pemimpin redaksi di koran Atjeh Shimbun, surat kabar di bawah Jawatan Penerangan Jepang.

Ketika Jepang kalah dalam perang Asia Timur Raya, Ali Hasjmy bersama teman-temannya mendirikan surat kabar Semangat Merdeka.

Koran inilah yang menjadi media cetak pertama yang dikelola langsung oleh jurnalis Aceh. Sayangnya, di museum itu tidak terlihat arsip tentang dua koran yang pernah dipimpin Ali Hasjmy.

“Kalau di sini tidak ada koran itu. Apakah ada disimpan oleh anak profesor, saya tidak tahu,” sebut Azhar.

Saat ini, perpustakaan itu menyimpan 8.000 judul buku. Sebagian besar di antaranya koleksi buku itu adalah pengetahuan umum dan karya sejumlah penulis tentang Aceh.

Sangat sedikit referensi tentang Aceh tempo dulu di perpustakaan itu. “Buku-buku lama sangat sedikit,” ujarnya.

Pada bagian lain, terlihat foto-foto Ali Hasjmy dalam sejumlah jabatannya di Aceh. Bahkan, tas kerja dan tas saat mengikuti seminar pun ada di museum itu. Terlihat juga ruang kerja Prof Ali.

Saya mengunjungi perpustakaan ini untuk menghimpun peran Prof Ali saat menjadi wartawan era 1942-1950. Sayangnya, koleksi itu tidak ada. Azhar menyebutkan, paling sedikit pengunjung ke perpustakaan itu sebanyak dua orang per hari.

Terkadang, mahasiswa asal Malaysia dan Thailand juga berkunjung ke pustaka yang dulunya menjadi rumah Ali Hasjmy.

Salah seorang mahasiswa, Sadlul, dari jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) Universitas Islam Negeri Ar Raniry Banda Aceh, menyebutkan tidak ada perpustakaan yang lengkap menyimpan koleksi sejarah Aceh tempo dulu.

“Perpustakaan wilayah juga tidak lengkap. Sehingga, sangat sulit kita menghimpun bahan sejarah. Jika pun kami menulis skripsi tentang sejarah, itu sebagian besar berasal dari hasil wawancara datanya,” sebut Sadlul.

Sayangnya, menurut Sadlul, pelaku sejarah tempo dulu sebagian besar telah meninggal dunia. Sehingga, sangat sulit mendapatkan sumber yang layak dijadikan referensi dalam penulisan karya ilmiah dan penelitian.

“Semoga ke depan, Pemerintah Aceh membuat koleksi sejarah masa lalu dengan lebih rapi dan mudah diakses secara digital,” tambah Sadlul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com