“Jadi ini sangat penting dan merupakan momen bersejarah karena kami tidak pernah memiliki seni Aborigin seperti ini (sebelumnya) di Opera House dan ini terjadi pada saat Festival Vivid Sydney. Kami sangat gembira,” tambahnya kemudian.
Di sepanjang jalan di sekitar Opera House, juga terdapat berbagai instalasi cahaya, seperti labirin cahaya yang disebut Vastitude, lalu juga ada patung seni yang juga bermandikan cahaya. Sekitar 28 seniman instalasi cahaya terlibat di dalamnya.
Royal Botanic Garden Sydney di samping area Opera House juga tak ketinggalan bersolek. Lampu warna-warni menghiasi kebun raya di tengah kota yang berusia dua abad ini. Di malam hari, taman menjadi benderang.
Festival cahaya ini biasa digelar setiap musim dingin tiba untuk mengajak warga keluar rumah dan berinteraksi meski suhu di bawah biasanya. Dalam delapan kali penyelenggaraan, para wisatawan pun malah berdatangan ke Sydney justru pada saat musim dingin tiba.
“Kami datang setiap tahun, bisa dua kali setahun. Luar biasa, setiap tahun tampaknya bagus sekali,” ungkap Stella, seorang pengunjung.
Festival cahaya ini sukses membangkitkan geliat ekonomi di Sydney saat musim dingin tiba.
Dalam rentang waktu penyelenggaraan festival cahaya ini, setidaknya ada 7 juta orang yang sudah datang menikmatinya, termasuk turis Indonesia. Meski tidak menyebutkan detail kunjungan turis Indonesia setiap Vivid Sydney digelar, Sandra mencatat, ada 57.000 turis Indonesia yang datang ke Sydney setiap tahunnya.
“Setiap tahun turis Indonesia datang ke Indonesia, sebagian besar dari mereka datang untuk liburan dan mereka menghabiskan 150 juta dolar Australia di sini,” ungkap Sandra.
Kekuatan multimedia
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.