Para warga duduk bersimpuh di serambi masjid, dan kemudian selesai berdoa, berbagai makanan pun disuguhkan. Hidangan bernuansa Jawa berupa sayur asam, bolu kukus, dan oseng-oseng.
Meski tak mengawetkan bahasa, tetapi ada sebagian kultur Jawa yang melekat erat, di antaranya tradisi kenduri dan sungkeman. Lama tak bertemu dengan keluarga besarnya di Jawa, Pak Supri sepertinya rindu berat. ”Kira-kira apa arti nama saya ya, Supri?” tanyanya dengan bahasa Inggris.
Supri adalah generasi ketiga. Ia tak pernah punya kesempatan pulang ke kampung asal kakek-neneknya di Kendal. Kerinduannya adalah bisa pulang kampung bertemu handai tolan yang sudah berpisah sejak berabad lalu.
Pahti, sesepuh warga Kampung Jawa, mengatakan, warganya saat ini adalah generasi ketiga dari pendatang Jawa. Sebagian dari mereka telah berakulturasi dengan warga lokal Thailand.
Jika ayah-ibu Pahti masih bisa berbahasa Jawa, tetapi Pahti dan putra-putrinya sudah tak lagi cakap menggunakan bahasa Jawa. ”Paling kami hanya tahu beberapa kosakata atau kalimat yang mereka hafal di antaranya ora nduwe dhuwit (tidak punya uang) ha-ha-ha,” kata Pahti sambil bercanda.
Kampung Muslim
Kampung Jawa juga menjadi kampung Muslim di Bangkok. Di tempat itu, putra Ahmad Dahlan, Erfaan Dahlan, tinggal dan menetap turun-temurun.