Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indeks Pariwisata Indonesia, Denpasar Menjadi Acuan

Kompas.com - 28/09/2016, 22:18 WIB

Pengantar Redaksi

Litbang ”Kompas” bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata mengembangkan Indeks Pariwisata Indonesia (IPI) mengacu pada Travel and Tourism Competitive Index untuk mengukur kesiapan daerah tujuan pariwisata menjadi motor pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Laporan jurnalistik terhadap 25 kabupaten/kota yang lolos seleksi data sekunder telah dimuat Agustus lalu. Hasil pengukuran indeks dilaporkan berikut ini, bersamaan dengan Hari Pariwisata Nasional, 27 September.

*****

Tingkat daya saing tertinggi industri pariwisata Indonesia masih didominasi kota-kota besar. Kota Denpasar menduduki peringkat tertinggi dalam Indeks Pariwisata Indonesia (IPI) dengan skor 3,81 dari rentang skala indeks 0 hingga 5.

Aspek lingkungan pendukung bisnis, tata kelola, dan infrastruktur menjadi penopang utama keunggulan ibu kota Provinsi Bali itu.

Kesiapan infrastruktur, dukungan lingkungan bisnis, dan nama Bali yang sudah terkenal di dunia menjadi fondasi kokoh pengembangan pariwisata Denpasar. Sementara dalam aspek potensi wisata alam dan buatan, posisi kota ini tidak setinggi beberapa daerah lain.

Posisi sebagai pusat persebaran wisatawan menjadi berkah bagi Kota Denpasar. Lingkungan bisnis yang mapan, ketersediaan sumber daya manusia, serta kesiapan infrastruktur teknologi informasi (TI) menjadi pilar paling berperan membangun lingkungan pendukung pariwisata kota ini.

KOMPAS.COM/SRI LESTARI Wisatawan berkunjung ke Museum Bali, di Denpasar.
Sebagai ikon pariwisata nasional, Bali menjadi bagian tak terpisahkan dalam strategi promosi pariwisata nasional. Tata kelola pariwisata Denpasar pun menjadi penting dan tak dapat dilepaskan dari tata kelola pariwisata nasional. Tak heran, skor pada aspek tata kelola kota ini cukup tinggi.

Aspek lingkungan pendukung bisnis dan infrastruktur menjadi entitas yang membuat Kota Denpasar unggul. Padahal, pada kedua aspek ini, posisi Indonesia dalam pengukuran indeks serupa di tingkat internasional (Travel and Tourism Competitive Index) pada tahun 2015 lemah. Indonesia menduduki posisi ke-75 dan ke-80 dengan skor 4,46 dan 3,28, keduanya pada skala 7.

Sementara dalam IPI, Kota Denpasar mendapat skor 4,12 dari skala 5, melebihi Indonesia jika diperbandingkan. Kota Surabaya berada di peringkat kedua dengan skor 3,74.

Sebagai kota bisnis, aktivitas wisata konvensi atau MICE (meetings, incentives, conference, exhibitions) berkontribusi paling penting dalam industri pariwisata di ”Kota Buaya” ini.

Aspek lingkungan bisnis pendukung dan infrastruktur menjadi modal kuat Surabaya dalam  peta industri pariwisata nasional.

KOMPAS.COM / RODERICK ADRIAN MOZES Warga berfoto dengan latar belakang pemandangan Jembatan Barelang di Batam, Kepulauan Riau, Minggu (8/2/2015). Jembatan ini merupakan satu dari enam jembatan yang dibangun untuk menghubungkan enam pulau di Batam, yaitu Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru.
Kota Batam di peringkat ketiga dengan skor 3,73. Kota di dalam segitiga gerbang pariwisata nasional bersama Bali dan Jakarta ini diuntungkan oleh posisi wilayahnya sebagai pintu masuk wisatawan asing, terutama Singapura.

Pengukuran

Salah satu kesimpulan dari hasil pengukuran IPI adalah kesenjangan antardaerah yang cukup tajam pada aspek penopang industri pariwisata. Infrastruktur menjadi kunci utama mengakses tujuan wisata.

Pilar penopang aspek ini adalah infrastruktur transportasi udara, darat, dan laut serta infrastruktur pendukung wisatawan. Aspek-aspek tersebut justru menunjukkan tingkat kesenjangan antardaerah paling tinggi.

Pengukuran memperlihatkan, ketersediaan infrastruktur pendukung pariwisata masih terpusat di kota-kota besar. Daerah dengan peringkat lima besar adalah Kota Makassar, Kota Bandung, Kota Denpasar, Kota Surabaya, dan Kota Palembang.

Sebagai kota penghubung/transit menuju kota-kota dan pulau lain di Indonesia Timur, Kota Makassar memiliki kekuatan paling menonjol dalam infrastruktur pendukung pariwisata.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Petugas jaga memeriksa seputar kawasan Gedung Lawang Sewu yang telah berhasil menjadi contoh konservasi bangunan cagar budaya di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (20/4/2016). Gedung-gedung tua berarsitektur indah dengan cerita sejarah masa lalu menjadi potensi wisata yang belum tergarap, seperti di Kota Lama.
Kesenjangan antardaerah juga tergambar pada aspek tata kelola, yaitu terutama mengenai peran pemerintah. Sebanyak 67 persen daerah memperoleh skor di bawah rata-rata nasional. Peringkat teratas tata kelola ditempati Kota Surakarta, Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kota Makassar, dan Kota Yogyakarta.

Aspek lingkungan pendukung merangkum lima pilar penilaian, yaitu lingkungan bisnis, keselamatan dan keamanan, sarana kesehatan dan kebersihan, sumber daya manusia dan pasar tenaga kerja, serta kesiapan infrastruktur TI.

Daerah yang memiliki skor tertinggi adalah Kota Denpasar, Sleman, Kota Semarang, Surabaya, dan Kabupaten Bantul.

Aspek potensi wisata terdiri dari dua pilar penilaian, yakni jumlah potensi wisata alam dan jumlah potensi wisata buatan. Indonesia memiliki potensi sangat kaya dan tersebar di nyaris semua kawasan.

Sebagian terbesar daerah yang mendapat penilaian tinggi pada aspek potensi wisata cenderung tidak didukung aspek-aspek lain sehingga secara umum kurang memiliki daya saing untuk menarik wisatawan dan mengembangkan industri pariwisata.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Peserta media famtrip dari Perancis yang diundang Kementerian Pariwisata di Pianemo, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (5/5/2016). Untuk melihat panorama bahari ini, wisatawan harus menaiki 320 anak tangga, sebelum akhirnya rasa capek terbayar begitu melihat keindahan Pianemo dari atas bukit.
Kabupaten Sukabumi meraih skor tertinggi dalam aspek potensi wisata. Daerah lain dalam lima peringkat teratas adalah Kabupaten Badung, Kabupaten Bogor, Wakatobi, dan Raja Ampat.

Konsep indeks

IPI disusun mengacu pada konsep Travel and Tourism Competitive Index yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Pengukuran IPI berbasis data sekunder (data statistik) untuk menentukan skor indeks daya saing pariwisata di 505 kabupaten/kota.

Pengukuran indeks persepsi juga dilakukan terhadap 25 daerah dengan skor tertinggi berdasarkan hasil pengukuran indeks daya saing pariwisata. Survei persepsi yang menggunakan model wawancara tatap muka ini bertujuan memboboti hasil pengukuran indeks daya saing dengan memasukkan penilaian masyarakat terkait pembangunan pariwisata di daerah masing-masing.

Pembangunan pariwisata tidak bisa dilepaskan dari empat aspek utama penopang industri ini, yaitu aspek lingkungan pendukung bisnis, tata kelola, infrastruktur, dan potensi wisata.

LITBANG KOMPAS Indeks Pariwisata Indonesia.
Keempat aspek inilah yang disusun sebagai basis konsep pengukuran IPI. Sebanyak 78 indikator data dikelompokkan menjadi 14 pilar penilaian. Tiap pilar dikelompokkan lagi menjadi empat aspek pengukuran utama.

Hasil pengukuran indeks ini menjadi peta dasar kesiapan dan daya saing daerah dalam industri pariwisata. Indeks ini bisa menjadi basis melihat secara umum potensi industri pariwisata setiap daerah di Indonesia.
(Suwardiman, Litbang Kompas)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 September 2016, di halaman 1 dengan judul "Denpasar Menjadi Acuan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com