Seorang ibu malah asyik bergelantungan di atas odong-odong yang berjalan, satu tangannya menari, satunya lagi memegang tiang. Lucu... Kami larut dalam pikir masing-masing, menikmati suasana malam yang berisik, penuh dengan tingkah polah.
Mulut kembali mengunyah dengan jagung rebus dan kedelai hangat yang dijual pedagang keliling. Murah meriah, hanya Rp 1.000-an tiap item.
Seorang teman mengajak kami ke Pujasera yang letaknya tak jauh dari lokasi permainan. Di sini kami bersantai di kursi-kursi plastik sambil menikmati aneka minuman. Seorang teman yang belum hilang laparnya, memesan semangkuk bakso dan seporsi tahu bakso.
Saya latah, ikut memesan pisang goreng Bandung. Kata seorang pedagang mainan yang jualannya berada di dekat kami duduk, pusat jajanan dan hiburan masyarakat Binjai ini awalnya adalah Gedung Olah Raga (GOR). Letaknya tepat di tepi Sungai Bingai. Jalan besar yang berada di depan kami duduk adalah Jalan Jenderal Gatot Subroto.
Kalau kalian pernah dengar Bahorok dengan wisata Bukit Lawang-nya, ini jalan masuknya. Bukit Lawang yang masuk wilayah administrasi Kabupaten Langkat dulunya adalah pusat penelitian dan rehabilitasi orangutan.
Semenjak bencana banjir bandang Bahorok, daerah ini kehilangan pamor dan para orangutan dipindahkan ke Batumbelin, Sayum Sabah, Kabupaten Deli Serdang.
Kota Binjai adalah kota multietnis, semua suku ada, cuma yang paling mendominasi adalah suku Melayu, Mandailing dan Minang. Warganya kebanyaka bermata pencarian sebagai pedagang atau buruh di Medan.
Seperti seorang teman kami yang harus bolak-balik Medan - Binjai setiap hari karena tuntutan pekerjaannya. Sarana transportasi cukup tersedia mulai kereta api hingga bus massal. Untuk tempat tinggal, Binjai layak menjadi pilihan sebagai kota yang nyaman.
Tak terasa, sudah lewat tengah malam, satu per satu orang pulang ke peraduannya. Sebagian masih membereskan barang-barangnya. Kantuk pun mulai menyerang, saatnya pulang. Kami beranjak menuju parkiran, lalu menyusuri malam meninggalkan kota rambutan.
Saat melewati Lapangan Merdeka, beberapa penjaja cinta dan waria memanggil untuk mampir. Dengan dandanan seronok, mereka berdiri di pinggir jalan, memanggil setiap laki-laki yang lewat. Ah, kehidupan malam yang klasik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.