Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikmati Jernih Air Laut di Anambas

Kompas.com - 05/10/2016, 09:24 WIB

LANGIT jingga dan kapal mengangguk-angguk diayun gelombang dapat dilihat dari kedai di tepi laut. Sambil menghirup kopi dalam cangkir porselen yang sudah kehilangan warna aslinya, suasana itu bisa dinikmati setiap pagi dan petang di Tarempa, kecamatan yang menjadi ibu kota Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau.

Apa pun pilihan waktunya, ketenangan hadir saat duduk di kedai-kedai tepi laut di ibu kota kabupaten terdepan Indonesia di Laut Tiongkok Selatan itu. Kedai-kedai terpusat di sekitar pelabuhan, titik penghubung utama Tarempa ke berbagai tempat lain sekaligus pusat keramaian kecamatan yang berada di salah satu teluk Pulau Siantan.

Sampai sekarang, hanya ada 21 mobil di seluruh Anambas. Semua sudah termasuk bus multifungsi, ambulans, dan truk pengangkut sampah. Transportasi utama di Anambas memang perahu dan kapal.

Tidak hanya untuk bergerak antarpulau, pergerakan dari satu sisi ke sisi lain pulau juga lebih banyak dengan perahu.

”Jalan di Tarempa terbatas. Lewat dua motor saja sudah penuh,” ujar Faisal Rangkuti, pria asal Sumatera Utara, yang sudah lama menetap di Siantan, satu dari tiga pulau besar Anambas.

Untuk mengangkut barang dan orang dalam jumlah banyak, lebih mudah menggunakan perahu. Hampir setiap rumah dan bangunan lain di kampung-kampung Anambas bisa dijangkau dengan perahu.

Rumah dan aneka bangunan dibangun di atas air. Tiang penyangga dibuat tinggi sehingga tersedia ruang cukup untuk lalu-lalang perahu. Di antara kelompok rumah dan aneka bangunan, juga masih tersedia ruangan untuk menambatkan perahu.

Selain menjadi penyangga pelantar, demikian orang Anambas menyebut hamparan dari papan atau beton di atas laut yang bisa difungsikan jadi lantai, teras, hingga dermaga, tiang-tiang juga menjadi tempat mengikat perahu selama berlabuh.

Kondisi geografis membuat Anambas lebih mungkin dijelajahi dengan perahu. Kabupaten itu punya 255 pulau dengan luas total 59.214 hektar. Sementara wilayah laut mencapai 4,6 juta hektar.

Pelesir di Anambas adalah tentang menikmati laut dan pesisir. Bermalam di kapal, tenda di tepi pantai, atau penginapan murah adalah pilihan tempat tidur bagi yang berminat keliling Anambas.

Bagi mereka yang lebih suka duduk melihat laut dan sesekali berenang, ada resor yang siap menampung. Seperti mayoritas bangunan di Anambas, resor-resor itu dibangun di atas laut.

Godaan Laut

Di Tarempa, bisa berenang atau tidak, orang akan tergoda untuk terjun ke laut dan berenang. Di tempat yang paling ramai kapal dan perahu sekalipun air laut tetap jernih. Apalagi, jika pelancong menuju tempat lebih sepi atau pulau belum dihuni.

 

Memang, hanya 26 dari 255 pulau di Anambas yang sudah dihuni. Sisanya kosong. Di perairan pulau-pulau kosong itu banyak terumbu karang tempat aneka ikan berkumpul.

Hasrat menceburkan diri ke laut lebih sulit lagi ditahan. ”Saya tidak bisa berenang. Namun, sampai di sini, tidak tahan mau masuk laut. Sayang jauh-jauh ke sini tidak melihat terumbu karang dari dekat,” ujar Widiastuti, pelancong asal Jakarta yang datang bersama beberapa orang lain ke Anambas.

Tentu banyak pelancong bisa berenang, bahkan bisa menyelam. Sebagian membawa peralatan selam. Namun, ada pula yang menyewa peralatan selam di Anambas.

”Harganya terjangkau,” ujar Refli, pelancong asal Jakarta yang menghabiskan libur panjang pada pertengahan Agustus 2016 di Anambas bersama beberapa rekannya.

Ia memilih menyewa di Anambas karena tidak mungkin membawa dari Jakarta. Bagasi rombongannya sudah dipenuhi peralatan berkemah dan pakaian. Mereka memilih berkemah di beberapa pulau kosong.

Apalagi, penginapan hanya terpusat di Pulau Siantan dan Pulau Jemaja. Selain di pulaupulau itu, pilihan tempat menginap hanya tenda dan rumah penduduk. ”Tenang sekali, jauh dari kebisingan. Malam hari hanya terdengar suara kami,” ujar Refli yang memilih berkemah di Pulau Penjalin.

Dari pulau kecil itu, mereka naik perahu ke Siantan dan menginap di losmen. Mereka memilih losmen karena terletak di sekitar pelabuhan dan pusat kecamatan. Berbeda dengan resor yang berada di tempat sepi dan jauh dari keramaian.

Tinggal di pusat permukiman memudahkan mereka mencari makan. Harga di Anambas lebih tinggi daripada daerah lain. Sepiring mi instan rata-rata dijual Rp 15.000. Harganya sama dengan makanan khas Tarempa, mi sagu, yang lebih dikenal sebagai mi Terempa.

Mi goreng itu dihidangkan bersama potongan daging tongkol. Sebagian pelancong mengaku tidak tahan pedasnya mi. Namun, mereka tetap memesan sebagai salah satu kegiatan wajib kala bertandang ke Anambas.

Sebagian pelancong menyoroti akses ke Anambas. Cara termudah ke daerah itu adalah dengan naik kapal cepat dari Batam dan Tanjung Pinang. Pelayaran selama delapan jam harus dilakoni jika ingin ke Anambas. Pesawat komersial belum ada sampai dengan akhir Agustus 2016.

”Saya muntah tujuh kali selama pelayaran dari Batam. Sampai lemas dan tidak bisa keluar kapal waktu sudah berlabuh di Tarempa,” ujar Sayid, pelancong asal Jakarta. (KRIS RAZIANTO MADA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 September 2016, di halaman 23 dengan judul "Menikmati Jernih Air Laut di Anambas".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com