Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soto Rekonsiliasi dari Surakarta

Kompas.com - 12/10/2016, 06:19 WIB

SEBELUM Presiden Barack Obama makan di warung pinggir jalan kala berkunjung ke Vietnam, Presiden Joko Widodo sudah terbiasa makan di warung murah di Indonesia. Salah satu pilihannya adalah warung soto yang menu termahalnya adalah sepotong empal berharga Rp 14.000.

Kedai Soto Gading 1 dekat Alun-alun Kidul Solo, Jawa Tengah, itu sudah menjadi langganan Joko Widodo sejak masih menjadi Wali Kota Solo. Setelah menjadi presiden, ia tetap menjadi pelanggan kedai yang dioperasikan Siswo Martono sejak 1974 itu.

Siswo tidak memberi nama khusus untuk kedainya. Kata ”Gading” yang menjadi ”merek dagang” soto itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan gajah. Nama itu disematkan karena Siswo berdagang di daerah Gading, kawasan di selatan Keraton Kasunanan Surakarta.

Setelah 42 tahun berdagang, Siswo nyaris tidak pernah mengubah pilihan menu di warung itu. Makanan utamanya tentu saja soto berkuah kental oleh kaldu ayam. Makanan pendampingnya aneka penganan dan gorengan.

Jika menu tetap, harganya yang berubah mengikuti inflasi. Namun, tetap saja terjangkau oleh banyak orang. Semangkuk soto paling mahal Rp 13.000. Hanya harga sepotong empal yang mengalahkan harga semangkuk soto paling mahal di warung itu.

Tidak heran, pelanggan warung itu berasal dari berbagai kalangan. Dari tujuh Presiden Indonesia, hanya Soekarno, Soeharto, dan BJ Habibie yang belum pernah ke sana. Sementara empat presiden lain pernah menyantap Soto Gading dan makanan tambahan di sana.

Bahkan, tiga presiden, yakni Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Joko Widodo, menjadi pelanggan warung tersebut. Adapun Susilo Bambang Yudhoyono makan di sana pada masa jabatan kedua sebagai presiden.

KOMPAS/KRIS RAZIANTO MADA Soto ayam di gerai Soto Gading 1, salah satu tujuan wisata kuliner populer di Solo, Jawa Tengah.
Warung itu juga menjadi saksi ”rekonsiliasi” Joko Widodo dengan Megawati pada awal 2015. Kala itu santer tersiar hubungan mereka agak terganggu terkait isu politik tertentu.

Di warung itu, pertengahan Februari 2015, Joko Widodo mengajak Mega dan sejumlah politisi lain makan. Kala itu, berlangsung obrolan hangat antara Joko Widodo dan Mega.

Suasananya sama sekali berbeda dengan malam sebelum mereka makan di sana. Di malam sebelumnya, Joko Widodo dan Mega duduk berdampingan sebagai tamu dalam Musyawarah Nasional Hanura, tetapi keduanya tak banyak bicara.

Bertoleransi

Para pembeli di kedai itu saling bertoleransi. Tahu warung itu ramai, hampir tidak ada yang duduk berlama-lama setelah selesai bersantap. Mereka berdiri setelah makanan dan minuman habis. Selanjutnya, pembeli yang menunggu giliran duduk akan segera menempati kursi yang dikosongkan itu.

Bahkan, kerap ada pembeli yang bersedia berdiri saat minumannya belum habis. Mereka mempersilakan pembeli lain yang belum menyantap soto untuk menduduki bangku mereka. Sementara mereka minum sembari berdiri.

Meski pengunjung semakin ramai, Siswo tidak kunjung memperluas warungnya. Salah satu alasannya karena bangunan untuk warung itu masih dikontrak, belum dimiliki Siswo.

Seperti halnya menu yang tak berubah, bangunan warung itu juga hampir tidak berubah. Masih ada meja dan rak makanan berusia puluhan tahun. Meja-meja kayu itu penuh berisi aneka penganan dan kerap tersiram kuah soto.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com