Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berani Tak Pakai Sabun Mandi dan Pasta Gigi di Baduy Dalam?

Kompas.com - 02/11/2016, 11:59 WIB
Josephus Primus

Penulis

KOMPAS.com - Mencicipi suasana bersanding dengan alam, boleh jadi, adalah keadaan tatkala angin menerpa daun-daun bambu. Gemerisik suaranya meneduhkan hati.

Bisa juga, bersua dan bersehati dengan alam adalah suasana nan tenteram menikmati kicauan burung dan deburan air sungai. Percayalah, sensasinya luar biasa!

Sejatinya, bagi orang-orang kota, sebagaimana halnya warga Jakarta, kesempatan untuk menggapai kenikmatan tersebut bukan hal nan sulit. Soalnya, jarak antara pusat kota Jakarta yang riuh rendah dengan Desa Kanekes "hanya" 120 kilometer jauhnya.

Ya, di Desa Kanekes itulah tawaran menikmati kebersahajaan alam dan penduduknya sungguh-sungguh ada.

Sekelebat, mendengar kata Kanekes membuat banyak khalayak mengernyitkan dahi, mengangkat kedua bahu, berkata,"Tidak tahu."

Kendati begitu, tatkala Baduy tersodorkan, barulah, lebih banyak orang mafhum. "Oh, iya, tahu!"

Kanekes, tak lain dan tak bukan adalah nama lain untuk Desa Baduy di Provinsi Banten. Persisnya, desa itu berada di Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak. Andai diukur dari ibu kota Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, ada jarak 75 kilometer ke arah selatan yang mesti ditempuh menuju Desa Kanekes.

Warga yang berasal dari Jakarta, bisa memanfaatkan Kereta Api (KA) Kalimaya relasi Stasiun KA Tanahabang-Rangkasbitung. Per 1 Maret 2016, seturut laman kereta-api.co.id, perjalanan KA dengan lokomotif diesel penarik enam gerbong kelas bisnis itu cuma satu kali dari Tanahabang dan satu kali dari Rangkasbitung. Tiket per penumpang Rp 30.000, sekali jalan.

Sementara itu, bagi warga Ibu Kota berkantong pas-pasan, silakan memanfaatkan KA Lokal Rangkasbitung-Tanahabang dan berakhir di Stasiun Angke. KA kelas ekonomi ini mempunyai lebih dari delapan kali keberangkatan pergi pulang. Hanya perlu dua lembar uang kertas Rp 2.000 untuk sebuah tiket satu nama sekali perjalanan.

Tiba di Rangkasbitung, giliran Anda melanjutkan perjalanan  kendaraan umum maupun mobil sewaan. Rute yang harus ditempuh adalah Rangkasbitung-Ciboleger sekitar dua setengah jam. Ciboleger adalah pintu masuk ke Kanekes.

IST Nuri Sybli (memegang kamera) di tengah anak-anak Suku Baduy dari kelas membaca Suku Baduy.
Luar dan Dalam

Desa Kanekes atau selanjutnya ditulis Baduy berada di perbukitan Gunung Kendeng. Menurut penelitian sejak 1960 oleh guru besar emeritus Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (FISIP Unpad) Bandung, Prof.Judistira K. Garna, Ph.D sebagaimana termaktub pada laman unpad.ac.id, ada dua bagian besar warga Baduy di wilayah yang terbentang mulai Kecamatan Leuwidamar sekarang hingga Pantai Selatan Banten. Bagian itu adalah paruh besar Baduy Luar dan paruh besar Baduy Dalam.

Sekarang, seturut tulisan pada laman pesonaindonesia.travel, luas wilayah Baduy ini sekitar 5102 hektar. Batas wilayah terkini dibuat pada permulaan abad ke-20 bersamaan dengan pembukaan perkebunan karet di Desa Leuwidamar dan sekitarnya.

Hal paling menarik, Baduy bukanlah nama asli dari komunitas di Kanekes. Laporan-laporan tertulis peneliti etnografi Belanda, yakni Hoevell pada 1845, Meijer (1891), dan Pleyte (1909) menyebut komunitas itu sebagai badoe'i, badoei, dan badoewi.

Nama-nama tersebut, besar kemungkinan, merujuk nama bedoin atau badawi. Khususnya di Arab, nama-nama itu untuk menyebut komunitas nomaden atau berpindah-pindah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com