Ayu Diyan Hapsari, wisatawan yang juga asal Jakarta, menghitung biaya perjalanannya dari ibu kota ke Wakatobi lebih dari Rp 20 juta pergi-pulang termasuk donasi untuk bibit pohon bakau dan edukasi wisata lingkungan.
Belum lagi biaya menumpang kapal antar-pulau, akomodasi, makan dan minum serta menyaksikan berbagai atraksi budaya dan kegiatan menikmati keindahan bawah laut atau menyelam berikut sewa peralatan selamnya.
Sementara ke Singapura, hanya dengan Rp 5 juta, pelancong Indonesia bisa bermalam selama tiga hari di hotel representatif, keliling Universal Studio, dan belanja suvenir di Orchard Road.
Namun begitu, kendati mahal dan lama di perjalanan, "surga bawah laut" dan pengalaman hidup di Wakatobi yang berbeda dari Jakarta mampu menjadi obat penawar bagi Patricia, Ayu Diyan, dan turis-turis lainnya.
Kembali lagi
"Luar biasa indah," ungkap wisatawan asal Banjarmasin, Muhammad Zakaria Anshori, usai menikmati panorama terumbu karang di Pulau Hoga.
Selain menyelam, Zakaria yang karib disapa Zack ini juga mengikuti serangkaian agenda ekowisata lainnya.
(Baca: “Surga” Wakatobi Tak Melulu Bahari)
Seperti menanam mangrove di kawasan Parapo, Sombano, menanam rumput laut di Desa Derawa, menyaksikan tarian tradisional Lariangi, serta mencoba menenun kain ikat khas Desa Pajam, Ragi dan Liga.
Tak lupa pula, lajang yang hobi makan ini mencoba kuliner tradisional berupa soami atau singkong yang dikukus, parende atau ikan kuah kuning asam manis, ikan asap, kosea no-kaudafa atau sayur daun kelor serta bulu babi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.