Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menenun Ragi, Menjaga Tradisi Wakatobi

Kompas.com - 07/11/2016, 13:26 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

WAKATOBI, KOMPAS.com - Peluh bercucuran menderasi paras dan tubuh Aljefri Febrizarli. Kaos putih yang dikenakannya terlihat basah. Namun, pemuda rupawan itu tetap asyik mencoba "mesin" tenun ikat tradisional milik Rusnia.

Meski tampak kepayahan, Aljefri menikmati pengalaman yang sama sekali baru baginya itu, yakni menenun kain ikat Ragi dan Laga. Kain ikat ini merupakan kain khas tradisional Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

"Susah, dan harus teliti. Kapan harus memasukkan benang, kapan menariknya, harus diperhitungkan," ujar Aljefri menceritakan kesannya kepada Kompas.com, saat melakoni kegiatan menenun sebagai bagian dari kegiatan Ekowisata yang digelar Synthesis Development bersama WWF Indonesia pada 31 Oktober-4 November 2016.

Rusnia, penenun kain ikat Ragi dan Laga, memaklumi debut Aljefri. Menurut dia, untuk menjadi penenun mahir, butuh waktu bertahun-tahun.

(Baca: “Surga” Wakatobi Tak Melulu Bahari)

Bisa dan terampil saja tidak cukup. Penenun harus mengimbanginya dengan kesabaran, ketekunan, dan selera menciptakan motif kain yang berbeda.

Masalah selera ini, kata Rusnia, terbentuk dari ketajaman mengasah dan menggali inspirasi, juga pandangannya tentang estetika. 

Hilda B Alexander/Kompas.com Rusnia dengan lincah menggerakkan alat tenun kain ikat untuk menghasilkan kain Ragi dan Laga. Dia mampu memproduksi dua kain ini dalam waktu seminggu hingga 10 hari.
Karena itu, tak heran, meski nyaris telah empat windu menekuni profesinya sebagai penenun kain ikat tradisional, Rusnia tak henti mengembangkan motif dan warna.

"Kami memakai pewarna alami. Bukan pewarna pabrik. Jadi, tidak akan luntur sampai kain robek-robek pun," kata perempuan paruh baya tersebut.

Pewarna alami yang dimaksud Rusnia berasal dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di sekitar rumah. Sebut saja tarum atau indigofera tinctoria, yang menghasilkan warna biru setelah daunnya direndam semalaman.

Sementara kunyit atau curcuma domestica kerap digunakan untuk menghasilkan warna kuning atau jingga pada kain.

Rusnia yang tergabung dalam Kelompok Tenun Ikat "Djalima" membutuhkan waktu seminggu hingga 10 hari untuk bisa memproduksi kain utuh sepanjang 1,5 meter hingga 2 meter.

Maskulin dan feminin

Ada dua jenis kain yang dihasilkan, Ragi dan Laga. Ragi untuk lelaki yang diidentifikasi dalam bentuk motif kotak-kotak, dan Laga untuk perempuan yang diwujudkan dalam kain bermotif garis-garis.

Selain oleh motif, dua jenis kain maskulin dan feminin tersebut juga punya pembeda lainnya yakni warna.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com