Menurut Nyoman, tahun 1841 Desa Tenganan sempat terbakar, satu tahun kemudian desa itu dibangun kembali. "Sejak itu, aturan adat berdasarkan ingatan, ada yang ditulis ada juga aturan yang tidak tertulis," kata Nyoman.
Masyarakat Desa Tenganan hingga saat ini masih memegang teguh aturan adat dari leluhur. Beberapa aturan di antaranya mengatur sistem pemerintahan, hak tanah dan hak sumber daya alam, perkawinan, pendidikan, dan upacara adat.
(BACA: Menonton Perang Pandan di Desa Tenganan)
Beberapa aturan leluhur yang masih terus ditaati hinggi kini adalah tak boleh ada poligami ataupun perceraian di masyarakat Tenganan.
Ada pula sistem pemerintahan di desa yang terbagi menjadi dua, yakni sistem administratif yang dipimpin kepala desa dan sistem adat yang dipimpin oleh enam pasang suami-istri pemangku adat. Aturan adat juga mengatur denah rumah dan penggunaan sumber daya alam.
"Banyak yang membandingkan Desa Tenganan dengan Baduy. Meski mirip tapi berbeda," kata Nyoman. Ya, di Desa Tenganan terbuka terhadap hal-hal modern seperti listrik, alat komunikasi dan transportasi, serta anak-anak didorong untuk menjunjung tinggi pendidikan.
"Anak-anak boleh sekolah sampai tinggi. Hanya satu tahun diwajibkan kembali untuk belajar adat, mengenal wilayah-wilayah Tenganan. Selama itu anak harus tidur tak beralas kasur dan bantal," kata Nyoman.
Misal gotong royong yang masih sangat kental di tengah masyarakat. Terlihat dari berbagai persisapan upacara adat yang dilakukan bersama, penggunaan hasil panen bumi untuk keperluan adat bersama, dan bangunan rumah sederhana yang terbuat dari bahan-bahan tradisional. Ada juga hasil kerajinan masyarakat Tenganan yakni tenun Gringsing yang memiliki tingkat kesulitan tinggi.
"Kalau ke Tenganan bagusnya saat upacara adat yang biasanya diadakan bulan Januari, Februari, Juni, dan Desember," kata Nyoman. Musim panen durian menurut Nyoman juga menjadi kegiatan yang sangat menarik bagi wisatawan.
Sayangnya wisatawan tak dapat bermalam di Desa Tenganan. "Sebenarnya bisa tapi izinnya harus ke pemangku adat dan susah sekali dapatnya. Kecuali untuk pendidikan seperti penelitan, itu pun juga susah dapatnya," kata Nyoman.
Menghabiskan waktu dua jam di Desa Tenganan sama sekali tak cukup bagi saya. Ada banyak hal menarik yang dapat dieksplor dari desa ini.
Mengenal Bali dari sisi yang berbeda, melihat Bali dari bentuknya yang masih tradisional, mempelajari Bali dari kearifan lokal zaman lampau yang mampu bertahan diterpa waktu dan peradaban asing.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.