KOMPAS.com - Hari-hari terkini bagi Bupati Manggarai Agustinus Ch Dula, gemuruh suara mesin pancar gas pesawat terbang yang kian sering melintas di atas kantornya, di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), seakan sudah menjadi kelaziman.
Letak kantor pria yang menjadi orang nomor satu di Manggarai Barat sejak setahun silam itu memang dekat dengan Bandar Udara Komodo di Labuan Bajo.
Lima tahun lalu, Bandara Komodo belum menyandang status sebagai bandara internasional. Bandara yang terletak 20 meter di atas permukaan laut (MDPL) itu tampilannya, boleh dikata memprihatinkan.
Bayangkan, pada sore hari tatkala kegiatan penerbangan usai, warga bisa melintas menggunakan sepeda motor di landasan pacu. Tak hanya itu, ada serombongan kambing peliharaan yang melahap rumput di sekitar pelataran parkir pesawat (apron) di situ.
Begitu barang bawaan penumpang dari bagasi pesawat tiba di terminal kedatangan, para penumpang justru aktif memilih dan memilah yang mana milik mereka.
Jumlah penerbangan kala itu, bahkan bisa dihitung dengan jari. Tiga maskapai penerbangan antara lain Aviastar dan Transnusa dengan rute dari Denpasar mampir di Komodo. Salah satu pesawat andalan adalah jenis jet BaE 146-200.
Lalu, maskapai penerbangan milik pemerintah, Merpati Nusantara Airlines yang kini sudah almarhum, sempat menjajal rute Denpasar-Labuan Bajo dengan pesawat buatan China, Xian MA-60, meski hanya sejenak.
Tentu bukan perkara sekejap bila Bandara Komodo bersolek. Walaupun pada 2013, pesawat angkut penumpang kelas medium, Boeing 737-800, sukses mendarat di Bandara Komodo, tetap diperlukan pembenahan agar bandara itu tampil kian cemerlang dengan kelengkapan setara bandara internasional.
Ikon
Kemudian, merujuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penetapan Labuan Bajo sebagai salah satu dari 10 destinasi proritas, menjadikan pembenahan Bandara Komodo bersifat segera dan wajib.
Sebelumnya, Pulau Komodo yang masuk dalam wilayah Kabupaten Manggarai Barat mendapatkan predikat New Natural Seven Wonder.
Konsekuensinya, bakal kian banyak wisatawan asing dan lokal yang bertandang menikmati keindahan alam Pulau Komodo khususnya, dan berbagai keelokan di wilayah tiga kabupaten bagian barat Pulau Flores yakni Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur.
Pembenahan Bandara Komodo utamanya ditujukan agar pesawat Boeing 737-800 bisa mendarat di situ. Pesawat jenis ini mampu membawa penumpang hingga 160 orang dalam sekali perjalanan.
Sudah barang tentu, kapasitas daya angkut ini melampaui pesawat-pesawat berukuran lebih kecil sebagaimana disebutkan di atas. Merujuk data Kementerian Pariwisata, saat ini landasan pacu Bandara Komodo sudah mencapai panjang 2.550 meter dan lebar 45 meter.
Di samping penambahan panjang landasan pacu, pemerintah Indonesia juga membenahi tampilan Bandara Komodo dari segi fisik yakni bangunan. Lantaran mengandalkan komodo (varanus komodoensis) sebagai ikon pariwisata Labuan Bajo, tampilan bangunan Bandara Komodo dibuat menyerupai sosok hewan komodo, endemik Pulau Komodo.
Sebuah tantangan menarik. Pasalnya, sebelum melihat komodo dengan mata telanjang, para pelancong sudah bersua "komodo" di Bandara Komodo.
Sekarang, luas terminal itu mencapai 9.687 meter persegi. Daya tampung penumpangnya pun menanjak hingga 533 orang andai dibandingkan sebelum pembenahan pada angka 400 orang. Rencana pemerintah, kapasitas daya tampung itu bakal dimaksimalkan lagi hingga 700 orang penumpang.
Kini, fitur keamanan berbasis sinar x-ray sudah tersedia berikut gerbang pendeteksi logam. Yang paling unik, para penumpang tak lagi menjumpai fasilitas pengambilan bagasi sekelas "rolling door". Fasilitas itu sudah jauh lebih modern dengan tambahan ban berjalan.
Paling mutakhir, mulai 21 Oktober 2016 sudah ada penerbangan langsung Garuda Indonesia rute Jakarta-Labuan Bajo. Lagi-lagi, penambahan itu bertujuan mendorong pengembangan kepariwisataan di Labuan Bajo.
Rute Jakarta-Labuan Bajo pergi-pulang pertama kali dibuka pada Jumat tersebut. Dalam sepekan beroperasi, tingkat keterisian pesawat jenis Bombardier CRJ1000 NexGen berkapasitas 96 penumpang itu di atas 50 persen.
(Baca: Labuan Bajo di Tengah Gempita Wisata Dunia)
Waktu tempuh rute Jakarta-Labuan Bajo sekitar 2 jam. Ini lebih cepat dibandingkan dengan rute sebelumnya, yakni Jakarta-Denpasar-Labuan Bajo, yang menghabiskan waktu lebih dari 3 jam.
Namun, jika dari Sumatera, pesawat ATR72-600 berkapasitas 70 penumpang harus melalui Jakarta dan Denpasar, sebelum ke Labuan Bajo.
Garuda Indonesia melayani penerbangan Jakarta-Labuan Bajo pergi pulang enam kali dalam sepekan. Penerbangan hanya tidak ada setiap Sabtu. Pesawat ini terbang dari Jakarta pukul 10.05 WIB dan tiba di Labuan Bajo pukul 13.35 Wita. Selanjutnya dari Labuan Bajo pada pukul 14.15 Wita dan tiba di Jakarta pukul 15.25 WIB.
Patut diingat, penerbangan yang menghemat waktu ini pun juga berimbas pada penghematan ongkos perjalanan. Dengan penerbangan langsung itu, Anda cukup merogoh kocek Rp 1,4 juta sekali jalan. Andai dibandingkan menggunakan rute lama, ada penghematan Rp 300.000 bagi dompet Anda.
(Baca juga: Buat Apa "Ngurusin" Pariwisata)
Jangan lupa, setelah berpetualang bagikan cerita Anda lewat media sosial seperti Twitter, Instagram, dan Facebook. Pasang tanda pagar (tagar) atau hashtag #ceritadestinasi di dalamnya.
Untuk unggahan kicauan di Twitter atau foto di Instagram, sebutkan pula akun @ceritadestinasi. Adapun cerita panjang bisa Anda bagi lewat akun fan page Cerita Destinasi di Facebook. Siapa tahu, unggahan Anda akan membuat orang tertarik datang ke sini.
Yuk berpetualang!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.