Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikmati Kuliner Tradisional Masyarakat Jawa Tondano di Reksonegoro

Kompas.com - 18/11/2016, 16:34 WIB
Rosyid A Azhar

Penulis

GORONTALO, KOMPAS.com – Sungguh memikat kuliner masyarakat Jawa Tondano di Desa Reksonegoro, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo.

Sajian makanan tradisionalnya merupakan warisan para mbah dari tanah Jawa setelah mereka diasingkan di tanah Minahasa, Sulawesi Utara usai Perang Jawa tahun 1830.

Yang unik, resep masakan jawa ini diolah  dan dimasak oleh wanita Tondano, istri mereka di tanah pembuangan. Perpaduan kebudayaan dalam dapur ini diwariskan sejak pertengahan abad XIX hingga kini.

Di kampung Reksonegoro, sajian kuliner khas ini dapat dinikmati, terutama jika ada pesta pernikahan, tingkeban, hari besar Islam, dan lainnya. Menu lengkap akan tersaji menggoda selera.

Seperti yang baru saja disajikan saat menjamu para fotografer Instanusantara yang mengunjungi desa budaya ini. Sejak pagi,  kaum wanita sudah menyiapkan bahan untuk pembuatan nasi bulu, aneka kue, dan makanan beragam rupa.

Salah satu kue favorit yang dibuat para wanita Reksonegoro adalah Mendot, jenis makanan dari tepung beras ketan yang berisi gula merah dan dibungkus daun pisang muda. Mendot dimasak dengan cara dikukus dalam tungku berbahan bakar kayu.

“Mendot ini biasanya dibuat pada saat orang Jawa Tondano menggelar hajatan atau dibuat untuk dijual di pasar” kata Idris Mertosono, Jumat (18/11/2016).

Aroma alami daun pisang muda ini bercampur dengan harumnya ketan dan gurihnya gula merah. Menjadikan kue ini selalu hadir dalam hajatan di rumah tangga orang Jawa Tondano.

Rosyid Azhar Rumah tradisional masyarakat Jawa Tondano di desa Reksonegoro Kecamatan tibawa Kabupaten Gorontalo. Rumah panggung ini rata-rata dibangun tahun 1925-1930
Sajian lain adalah Sinenggor, adonan tepung beras dicampur gula merah di tuang ke dalam loyang atau orang Reksonegoro menyebutnya sebagai bak blek kemudian di kukus. Sinenggor dibuat untuk dijual di pasar atau melayani pesanan orang lain.

“Ada lagi yang bernama Contongan, terbuat dari adonan yang sama dengan Sinenggor tetapi wadahnya beda, yaitu daun pisang berbentuk kerucut yang disebut contong, kemudian dikukus, kue ini biasanya hanya dapat ditemukan pada saat perayaan tingkeban atau 7 bulanan” jelas Idris Mertosono.

Sementara kue Ginonso merupakan adonan tepung beras atau parutan halus ubi kayu diberi sedikit garam dan parutan kelapa. Ginonso dimasak dengan cara digoreng dan kemudian dicampur lagi dengan larutan gula merah mendidih.

“Ginonso ini biasanya hanya untuk dijual di pasar,” ungkap Idris Mertosono.

Yang tidak kalah enaknya adalah kue Cucur. Bentuknya kecoklatan tua ini dibuat dengan cara membuat adonan dari tepung beras dicampur gula merah.

Menurut para orang tua, membuat kue cucur itu tidak mudah, salah adonan akan membuat cucur tidak menghasilkan pinggiran yang bergerigi.

“Kue-kue tersebut kami warisi dari para mbah yang datang dari Jawa setelah mereka ditipu oleh penjajah Belanda,” kata Hasan Maspeke, petani warga Reksonegoro yang lahir tahun 1938.

Yang juga menjad kekhasan mereka adalah nasi bulu atau nasi jaha, campuran beras dan ketan yang dibumbui dengan aneka macam rempah-rempah lalu dimasukkan dalam bambu. Bambu yang digunakan harus terpilih dari jenis tertentu.

Sebelum adonan beras dimasukkan, bambu harus dilapisi dengan daun pisang muda sebagai pembungkus saat nasi masak.

Ruri Irawan Seorang wanita di Desa Reksonegoro, Gorontalo, memasak dengan menggunakan tungku api. Umumnya mereka memiiki pekerjaan sebagai petani atau pedagang.
Nasi bulu dimasak dengan cara dibakar, biasanya mereka membuat api dari gonofu atau sabut kelapa. Nasi yang ada dalam bulu disandarkan di kayu yang sisinya ada api. Hanya orang yang berpengalaman yang bisa masak nasi bulu ini.

“Namanya nasi jaha karena ada campuran jahe yang dihaluskan sebagai bumbunya, makanya orang memelesetkan nasi jahe dengan sebutan nasi jahat,” ungkap Hasan Masloman, warga Kampung Jawa Tondano.

Selain kue-kue tersebut, masih banyak lagi aneka kue dan makanan yang selalu hadir dalam perhelatan hajat masyarakatnya, seperti aneka jenang, aneka ketupat, panggang, dan lainnya.

Masyarakat Jawa Tondano sangat bangga dengan tradisi yang diwariskan kepada mereka. Kebanggaan itu diwujudkan dengan terus melestarikan kebiasaan lama yang masih bertahan hingga kini.

Kebiasaan mendendangkan Shalawat Jowo dan rodat yang diiringi terbang (rebana) menjadi acara yang diiringi dengan kehadiran kue-kue ini.

“Para mbah kami adalah kaum santri yang memiliki kebiasaan yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits, mereka berjuang bersama Pangeran Diponegoro mengusir penjajah dari tanah Nusantara, kami bangga menjadi anak temurunnya,” kata Mohamad Kiyai Wonopati, imam Masjid Reksonegoro.

Di sisi lain, kaum perempuan Minahasa yang dinikahi pengikut Kiyai Modjo di Tondano ini merupakan anak para walak (pemimpin negeri) yang memiliki kharisma tersendiri. Mereka merawat anak-anaknya dengan tulus dan berkomunikasi dengan bahasa Tondano.

Para ibu inilah yang memiliki kesempatan untuk mendidik anak-anaknya dengan bahasa Tondano, namun istilah Jawa yang diwariskan kaum prianya masih menyisakan dalam kosa kata bahasa Jawa Tondano, termasuk dalam penamaan kue tradisional masyarakat ini.

Fandi Gobel Pembuatan kue tradisional cucur oleh masyarakat Jawa Tondano d Desa Budaya Reksonegoro, Gorontalo.
Orang Jawa Tondano di Reksonegoro diperkiraka mulai ada sejak tahun 1925, mereka berasal dari Kampung Jawa, Tondano di Minahasa, Sulawesi Utara. Tanah tempat mereka membangun kampung ini memiliki sejarah unik.

Sebelum menentukan di mana mereka mendirikan kampung, mereka mencicipi setiap daerah yang dilaluinya. Rasa tanah ini yang menentukan lokasi perkampungan.

“Awalnya mereka mencicipi tanah yang berasa asin, mereka tidak mau tinggal di sini, lalu cicipi tanah lagi yang rasanya manis, mereka tidak mau. Kemudian berpindah ke lokasi yang saat ini, rasanya macam-macam,” kata Mohamad Kiyai Wonopati.

Apakah rasa tanah yang dicicipi oleh perintis desa yang dipimpin Nawas Modjo ini juga terkait kuliner, tidak ada seorang pun tahu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com