Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 01/12/2016, 06:05 WIB
|
EditorSri Anindiati Nursastri

KINABALU, KOMPAS.com - Gunung Kinabalu di Sabah, Malaysia, berstatus sebagai gunung tertinggi di Malaysia dan Pulau Borneo dengan ketinggian 4.095,2 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Pemandangan alam, fasilitas serta berbagai kemudahan di sepanjang jalur akan mudah ditemui pendaki Gunung Kinabalu. Di sepanjang jalur terdapat pos pendakian lengkap dengan toilet setiap satu kilometer. Tak lupa, sinyal internet serta penginapan sebelum menuju puncak Gunung Kinabalu.

BACA JUGA: Kisah Mistis di Balik Gunung Kinabalu Malaysia

Namun, bukan berarti pendakian Gunung Kinabalu akan terasa mudah. Pasalnya, penyakit di ketinggian atau dikenal dengan sebutan Accute Mountain Sickness (AMS) bisa menyerang pendaki.

Bentuk gejala AMS yang menyerang pendaki seperti rasa mual, sakit kepala, pusing, sesak napas, sulit tidur, dan lesu. Hal itu dijelaskan oleh pemandu pendakian Gunung Kinabalu, Rooney Langgam.

KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO Dua pendaki asal Indonesia tengah menyusuri jalur pendakian Gunung Kinabalu, Sabah, Malaysia, Selasa (22/11/2016).
Menurutnya, kasus AMS di Gunung Kinabalu menyebabkan banyak pendaki gagal mencapai puncak Gunung Kinabalu. Bahkan, banyak pendaki sudah terkena gejala AMS sejak mencapai titik awal pendakian di Timpohon Gate yakni di ketinggian sekitar 1.866 mdpl.

"Biasanya pusing dan muntah kalau kena AMS. Bahkan sampai ada pingsan," kata Rooney kepada KompasTravel dalam perjalanan pendakian Gunung Kinabalu beberapa waktu yang lalu.

Biasanya, dalam setiap kali pendakian Gunung Kinabalu, terdapat sekitar 7-8 orang yang mengalami gejala AMS. Rooney mengatakan setiap hari lebih dari 70 orang mendaki Gunung Kinabalu.

"Penyebabnya karena jalan terlalu cepat," ujarnya.

BACA JUGA: Keren, Bisa Internetan di Puncak Gunung Kinabalu

KompasTravel sendiri sempat menemukan seorang pendaki yang urung mendaki Gunung Kinabalu selepas Timpohon Gate. Rooney menyebut pendaki tersebut terkena gejala AMS berupa pusing dan mual.

Beberapa cerita pendaki terkena AMS di Gunung Kinabalu juga sempat KompasTravel ketahui dari rekan yang pernah mendaki gunung itu. Pada 2013, seorang pendaki Indonesia, Ivy dipaksa turun ke tempat yang lebih rendah karena pusing dan muntah-muntah.

KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO Jalur pendakian setelah Pos Pondok Kandis yang longsor akibat gempa Gunung Kinabalu Juli 2015 lalu dilihat pada Senin (21/11/2016). Dulu jalur di foto tersebut lebih lebar pada saat sebelum gempa.
Rooney mencatat, biasanya pendaki mengalami gejala AMS sebelum mencapai pos dua yakni Pondok Ubah di ketinggian 2.095 mdpl. Biasanya pendaki-pendaki tersebut, lanjut Rooney, terlalu bersemangat mendaki Gunung Kinabalu selepas Timpohon Gate.

Memang diakui Rooney jalur pendakian Gunung Kinabalu terbilang landai. Hal itu membuat pendaki sering kali memacu langkah terlalu cepat.

KompasTravel sendiri mengalami perpindahan ketinggian yang terlalu cepat bahkan sejak mulai berada di Kinabalu Park Headquarter di ketinggian 1.564 mdpl menuju Timpohon Gate. KompasTravel bersama pendaki lain diantar menggunakan mobil menuju ketinggian 1.866 mdpl.

BACA JUGA: Ini Perbedaan Jalur Pendakian Gunung Kinabalu Pasca-gempa 2015

Perpindahan ketinggian sekitar 300 meter secara vertikal tersebut ditempuh lebih kurang perjalanan 15 menit. Dalam waktu singkat tersebut, kemampuan tubuh untuk aklimatisasi harus dioptimalkan.

AMS sendiri biasanya terjadi karena semakin tinggi suatu dataran, tekanan atmosfer akan semakin menurun. Hal itu mengakibatkan ketersediaan oksigen di udara menipis.

Dengan demikian, paru-paru dan jantung harus bekerja sangat keras untuk mengkompensasi tipisnya oksigen. Jika pendaki terlalu cepat naik ke ketinggian tertentu tanpa adanya proses adaptasi tubuh atau aklimatisasi, di situlah AMS bisa menyerang.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+