JAKARTA, KOMPAS.com - Master plan pengembangan pariwisata menjadi syarat mutlak jika ingin mendapatkan pinjaman uang dari Bank Dunia. Hal itu disampaikan oleh Ketua Kelompok Kerja Percepatan 10 Destinasi Prioritas Kemenpar, Hiramsyah Sambudhy Thaib, terkait pinjaman uang sebesar 200 juta dollar AS untuk pengembangan pariwisata Indonesia.
"(Dana 200 juta dollar AS) sebenarnya Bank Dunia support semua, tapi Bank Dunia pola pikirnya sama dengan Pak Jokowi. Dari pada kita terlalu banyak, tiga dulu saja yang dijadikan: Borobudur, Mandalika, Danau Toba. Ini dijadikan pilot project untuk dikebut pertama kali. Dan pertama arahan Bank Dunia itu adalah membuat master plan pariwisata," kata Hiramsyah di Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Menurutnya, selama ini Indonesia tak pernah mengenal master plan pengembangan pariwisata. Selama ini, lanjut Hiramsyah, bentuk master plan baru dikenal dalam bidang tata ruang dan infrastruktur.
"Dengan ditetapkannya pariwisata jadi core ini harus ada master plan pariwisata termasuk master plan detail di 10 destinasi ini," jelasnya.
Adapun 10 destinasi prioritas yang akan dikembangkan adalah Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Mandalika, Morotai, Borobudur, Danau Toba, Kepulauan Seribu, Bromo Tengger Semeru, Wakatobi serta Labuan Bajo.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebutkan, memang Bank Dunia mensyaratkan adanya master plan pengembangan pariwisata untuk pencairan dana pinjaman. Menurutnya, itu adalah hal yang wajar.
BACA JUGA: Master Plan Kawasan Pariwisata Danau Toba Ditargetkan Rampung 2017
"Lalu berdasarkan itu (master plan pariwisata) akan dibuat master plan infrastruktur. Itu wajar, kalau kita mau buat master plan infrastruktur, harus ada leading sector-nya. Dalam hal ini pariwisata," jelas Arief.
Ia mengatakan master plan secara keseluruhan yang dibutuhkan sebagai syarat Bank Dunia akan selesai pada 2017. Namun, untuk master plan sementara, lanjutnya akan selesai minimal bulan Juni 2017.
"Karena Bank Dunia akan mengucurkan pinjaman pada bulan Juli," tambahnya.