Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aji Chen Bromokusumo
Budayawan

Anggota DPRD Kota Tangerang Selatan Fraksi PSI dan Anggota Komisi IV DPRD Kota Tangerang Selatan

Sembahyang Ronde

Kompas.com - 21/12/2016, 17:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

SALAH satu perayaan penting dalam satu tahun penanggalan Tionghoa adalah Sembahyang Ronde yang selalu jatuh pada tanggal 22 Desember. Tahun ini jatuh di hari ini 21 Desember 2016.

Di hari itu, sejak sore hari sebelumnya kami sekeluarga biasa mulai menyiapkan perlengkapan membuat ronde. Ada nampan untuk ronde yang sudah dibulatkan, ada tumpukan tepung dalam plastik, ada botol-botol kecil pewarna makanan untuk mewarnai ronde, ada jahe tua yang sudah dicuci bersih dan gula pasir dalam tempatnya.

Ketika malam menjelang, suara bantingan adonan tepung ke meja dapur yang terbuat dari batu terdengar menggema di seluruh rumah…

Menguleni dan membanting adonan sampai gempi. Setelah itu, ditaruh di wadah-wadah terpisah antara satu warna dengan warna lain dan ditutup lap basah untuk didiamkan beberapa saat.

Ketika malam tiba, kami sekeluarga duduk berkeliling, membuat bulatan-bulatan ronde warna warni.

Asimilasi budaya kembali berperan, adanya ronde rasa coklat asli yang berwarna coklat gelap mengundang selera, karena dicampur dengan bubuk coklat van Houten.

Kami anak-anak sangat menikmati pembuatan ronde yang jumlahnya mencapai ratusan butir. Sisa-sisa adonan biasa kami acak dan obar abir warnanya sehingga menghasilkan ronde-ronde warna aneh dan cantik seperti kelereng.

Hijau, merah-jambu, coklat, putih, dan campuran semua warna itu menghiasi nampan. Setelah selesai, serbet lembab ditutupkan ke hamparan ronde di atas nampan.

Potongan-potongan besar jahe yang sudah dikupas bersih, dicuci dan dibakar di atas api sebentar, kemudian dimemarkan alias digecek, direbus bersama air dan gula pasir banyak-banyak. Hasilnya adalah kuah kental jahe yang sangat pedas dan manis.

Pagi harinya sudah menguar bau harum rebusan jahe dijerang di atas kompor. Semerbak gula cair hangat juga tercium di dapur kami. Sembahyang ronde segera dimulai.

Sembahyangan biasa dengan hio dan menyajikan ronde di meja sembahyangan. Saat yang dinantikan tiba.

ISTIMEWA Ronde yang sudah siap dihidangkan.
Setelah disajikan untuk sembahyangan, ronde yang demikian banyak diambil sesuai keinginan berapa banyak ingin memakan.

Kemudian ronde-ronde itu direbus dalam air mendidih sampai mengapung yang menandakan sudah matang. Setelah itu ditambahkan kuah kental tadi sesuai selera dan diencerkan dengan air panas.

Bagi yang senang lebih pedas dan hangat serta manis, kuah kentalnya lebih banyak, buat yang senang yang lebih light, kuah kentalnya lebih sedikit. Menyeruput ronde hangat-pedas di pagi hari…aaahhh…sungguh nikmat…

Dongzhi Festival

Dongzhi Festival alias Winter Solstice Festival adalah salah satu perayaan terpenting dalam sepanjang tahun Penanggalan Imlek. Dongzhi Festival adalah perayaan terakhir dari seluruh rangkaian perayaan di penanggalan Imlek.

Tepat di hari ini, matahari berada di Tropic of Capricorn sehingga hari itu adalah malam terpanjang atau hari terpendek dalam setahun.

Di Tiongkok kuno, perayaan ini dirayakan dengan berkumpulnya seluruh keluarga besar, dan mereka akan membuat satu makanan yang disebut dengan tang yuan (??, pinyin: tang yuan, dibaca: dang yuen), yang artinya kurang lebih adalah kuah ronde.

Dalam bentuk aslinya di Tiongkok, pembuatan ronde ini adalah dengan tepung ketan yang kemudian dibulat-bulat, dan diberi warna.

Tentu saja warna-warna cerah mendominasi bulatan ketan itu. Putih, merah, hijau cerah, kuning banyak mendominasi bulatan-bulatan ronde.

Ronde ini disajikan dalam kuah manis dan kadang kaldu daging. Seiring berjalannya waktu, modifikasi ronde juga berkembang, dengan diisi kacang tanah cincang, wijen, tau sa alias kacang hitam, dan sebagainya.

Ronde dibuat dengan tepung ketan dan air saja, tidak menggunakan gula sama sekali dan tanpa ragi atau baking soda sekalipun. Makna dari ronde yang terbuat dari tepung ketan yang lengket adalah untuk merekatkan kekerabatan serta mempererat hubungan antarkeluarga. 

Ronde yang kami buat adalah ronde yang plain alias tanpa rasa apapun. Rasanya tawar dan tanpa bahan isian apapun.

Tahun-tahun belakangan sebelum anak-anak merantau ke luar kota semua, kami di Semarang, Jawa Tengah, memilih praktisnya saja membeli ronde jadi dengan ukuran yang cukup besar, dengan berbagai bahan isian.

Kami beli jadi di Pasar Gg Baru Semarang. Sekali lagi silang budaya di sini menunjukkan perannya.

Di tempat asal di Tiongkok ronde yang dihidangkan dengan kuah manis atau kaldu daging, di Indonesia kebanyakan keluarga membuat kuah ronde dengan jahe dan gula, sehingga lebih tepat disebut dengan wedang ronde. Wedang ronde gabungan kompak dan harmonis antara rasa manis gula, pedas, dan hangat dari jahe, serta kekenyalan ronde dan isinya yang mak nyus.

 

Asal usul ronde

Wedang ronde Indonesia tidak akan dijumpai di belahan bumi manapun, karena asimilasi budaya Tionghoa dengan budaya Nusantara.

Kata ronde berasal dari bahasa Belanda ‘rond’ yang berarti bulat. Dalam bahasa Belanda, jamak digunakan akhiran/sufiks pengecil ‘je’, seperti misalnya: toetje (dessert, pencuci mulut), patatje (kentang goreng), schuitje (jadi sekoci), bakje (jadi baki), petje (topi, yang kemudian jadi peci), boontjes (buncis), kaartjes (karcis), dua belakangan dalam bentuk jamak.

Bahkan untuk nama orang seperti Antje, Heintje (penyanyi Belanda yang populer juga di Indonesia). Tidak mengherankan orang-orang Belanda yang melihat sajian ini menamakannya ‘rondje’ – lebih mudah untuk lidah daripada ‘tang yuan’. ‘Rondje’ sendiri tidak begitu mudah untuk lidah lokal, sehingga lama-lama menjadi ronde sampai sekarang.

Dulu kala, sekitar 25 tahun yang lalu, masih banyak tukang ronde pikulan keliling di jalan-jalan kota Semarang. Pikulan kecil dengan stoples-stoples kaca berisi kuah kental jahe dan gula beserta ronde-ronde yang ukurannya lebih besar dari ronde bikinan rumahan.

Ronde-ronde itu ada yang bersaput wijen, ada yang isinya kacang tanah cincang, ada yang isinya gula jawa, atau tau sa (kacang hitam).

Variasi cara menghidangkannya juga banyak modifkasi. Favorit saya adalah wedang ronde dengan isi kacang tanah cincang, wedang jahe yang super pedas tapi manis yang kurang, plus taburan kacang tanah goreng dalam wedangnya plus beberapa potong sekoteng. Kadang kala tukang ronde keliling tersebut membawa camilan untuk teman wedangan.

Masih jelas dalam ingatan suara tukang ronde pikulan dengan tabuhannya yang khas, seperti gembreng kecil yang digantung di pikulan serta pemukul kecil dari bambu atau kayu dengan suaranya: “teng, teng, teng, teng”, tanpa suara penjualnya.

Tapi suara itu sanggup memanggil penikmatnya keluar dari rumah mencari si bapak tukang ronde, berteriak memanggilnya sambil melambaikan tangan. Apalagi dinikmati di malam-malam panjang yang dingin, luar biasa nikmat!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Hotel Story
Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Travel Update
5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

Jalan Jalan
Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Travel Update
4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

Jalan Jalan
Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Travel Update
5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

Jalan Jalan
Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Travel Update
Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Jalan Jalan
Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Travel Update
Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Travel Tips
Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Travel Update
5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com