Kegiatan wisata ini semakin populer, apalagi wisatawan juga dimudahkan dengan adanya ribuan jalur jalan setapak yang dilengkapi dengan informasi peta dan petunjuk jalan. Tempat penginapan dan restoran pun tersedia di wilayah pedesaan tersebut.
Tiba di Stasiun Kleine Scheidegg, udara terasa lebih dingin. Kami berganti kereta api, menggunakan kereta api listrik bergerigi (cogwheel), untuk mendaki Jungfraujoch.
Kereta api yang mempunyai ciri khas warna merah dengan garis kuning di badannya ini dikelola Jungfrau Railway, perusahaan di Swiss yang mengelola wisata gunung dengan menggunakan kereta api bergerigi rute Kleine Scheidegg-Jungfraujoch.
Sebelum kereta api berjalan, sejenak kami menikmati panorama dinding utara Eiger yang hampir tegak lurus. Mark pun menceritakan tentang 60-an pendaki yang tewas sejak 1935 saat mencoba mendaki di jalur terberat pendakian Eiger tersebut.
Gunung setinggi 3.970 mdpl ini sangat terkenal di Alpen, Swiss. Sejumlah film terinspirasi dari kisah yang terjadi di dinding utara ini, salah satunya adalah The North Face.
Tak lama kemudian, kereta api bergerak pelan mendaki gunung melalui sejumlah terowongan menembus gunung sejauh sekitar 7,3 kilometer. Sepanjang jalur kereta api yang dibangun sekitar 119 tahun silam itu, kereta api berhenti di dua stasiun, yaitu Eigerwand (2.865 mdpl) dan Eismeer (3.160 mdpl).
Selain untuk memberikan kesempatan penumpang menyesuaikan diri dengan perubahan ketinggian, pemberhentian itu juga untuk memberikan kesempatan penumpang melihat pemandangan di luar gunung melalui sejumlah jendela besar yang ada di kedua stasiun itu. Ini menjadi semacam perkenalan awal bagi mereka yang belum pernah melihat salju abadi.
Setelah kereta api ”mendaki” setinggi sekitar 2.000 meter selama sekitar 50 menit, sampailah kami di stasiun terakhir, Jungfraujoch. Stasiun ini merupakan stasiun kereta api tertinggi di Eropa, yang kemudian membuat Jungfraujoch disebut sebagai top of Europe (puncak Eropa).
Dari stasiun ini, kami memasuki Ice Palace, yaitu lorong es yang berhiaskan patung-patung es berbagai bentuk. Di ujung lorong, sebuah lift setinggi 108 meter mengantarkan kami ke teras observatorium Sphinx, kubah teropong bintang.
Angin kencang dan dingin, suhu udara sekitar minus 1 derajat celsius, langsung menerpa begitu kami menapaki teras Sphinx. Kami beruntung karena udara saat itu sangat cerah sehingga dari teras yang mengelilingi kubah teropong bintang tersebut, kami dapat melihat puncak Monch di timur laut, puncak Jungfrau di barat daya, serta Gletser Aletsch yang membentang sepanjang 23 km dengan lebar aliran sekitar 2 km menuju Lembah Rhone di sebelah selatan.