Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tony Parker di Puncak Eropa

Kompas.com - 23/12/2016, 13:26 WIB

SETELAH selesai makan pagi di hotel, kami berjalan menuju Interlaken Ost, salah satu stasiun kereta api di kota Interlaken, Swiss. Udara pagi itu sekitar 16 derajat celsius, terasa sejuk ditingkahi sepoi angin dingin dan hangatnya sinar matahari. Sekitar 5 menit kemudian, pukul 08.30 setempat, kami tiba di stasiun.

”Sudah siap ke puncak Eropa? Pakai baju berapa lapis? Saya pakai dua lapis, ditambah jaket dan sarung tangan ini, karena udara di atas sangat dingin,” kata Pen Tiyawarakul, Perwakilan Jungfrau Railway di Thailand, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam pertengahan September lalu, sambil menunjukkan jaket dan sarung tangan musim dingin yang dibawanya.

Ya, hari itu, kami rombongan wartawan dari sejumlah negara hendak ke Jungfraujoch, tempat wisata dan stasiun riset ilmiah di Pegunungan Alpen yang berada di ketinggian 3.454 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Kami diundang untuk menonton pertandingan bola basket dengan bintang utama Tony Parker. Sebagai orang yang tinggal di negara tropis, saya dan beberapa wartawan dari Asia Tenggara mengenakan pakaian berlapis dua plus membawa jaket musim dingin.

Pukul 08.35 waktu setempat, kereta api listrik yang akan membawa kami ke Stasiun Lauterbrunnen pun tiba. Pendakian kami dari Interlaken yang berada di ketinggian 570 mdpl menuju Jungfraujoch menggunakan kereta api harus melewati dua stasiun, yaitu Lauterbrunnen (795 mdpl) dan Kleine Scheidegg (2.061 mdpl).

Sepanjang perjalanan selama sekitar 1 jam tersebut, kami dimanjakan dengan pemandangan hamparan rumput hijau di Pegunungan Alpen dan juga rumah-rumah tradisional penduduk setempat.

Mark Rufibach dari Jungfrau Tourism menjelaskan mengenai pariwisata di Pegunungan Alpen yang menjadi andalan Swiss, termasuk kawasan pedesaan dengan rumah-rumah tradisionalnya tersebut.

Awalnya, kata Mark, andalan utama pariwisata di Pegunungan Alpen adalah tawaran untuk bermain ski di sejumlah puncak pegunungan yang memiliki salju abadi, seperti Jungfraujoch, juga di lereng pegunungan yang di saat musim dingin tertutup salju tebal.

Namun, kini akibat dampak perubahan iklim yang menyebabkan musim dingin lebih pendek, pariwisata musim panas semakin banyak diminati.

”Musim salju sekarang lebih pendek dan saljunya juga lebih sedikit. Sering kali kami harus mengerahkan mesin pembuat salju karena salju untuk ski berkurang. Wisatawan pun mulai banyak bergeser ke musim panas seperti saat ini,” katanya.

Dan, memang, dari jendela kereta api kami beberapa kali menjumpai beberapa wisatawan tengah hiking atau berjalan kaki di kawasan pedesaan di kanan-kiri rel kereta api.

Kegiatan wisata ini semakin populer, apalagi wisatawan juga dimudahkan dengan adanya ribuan jalur jalan setapak yang dilengkapi dengan informasi peta dan petunjuk jalan. Tempat penginapan dan restoran pun tersedia di wilayah pedesaan tersebut.

Tiba di Stasiun Kleine Scheidegg, udara terasa lebih dingin. Kami berganti kereta api, menggunakan kereta api listrik bergerigi (cogwheel), untuk mendaki Jungfraujoch.

Kereta api yang mempunyai ciri khas warna merah dengan garis kuning di badannya ini dikelola Jungfrau Railway, perusahaan di Swiss yang mengelola wisata gunung dengan menggunakan kereta api bergerigi rute Kleine Scheidegg-Jungfraujoch.

Sebelum kereta api berjalan, sejenak kami menikmati panorama dinding utara Eiger yang hampir tegak lurus. Mark pun menceritakan tentang 60-an pendaki yang tewas sejak 1935 saat mencoba mendaki di jalur terberat pendakian Eiger tersebut.

Gunung setinggi 3.970 mdpl ini sangat terkenal di Alpen, Swiss. Sejumlah film terinspirasi dari kisah yang terjadi di dinding utara ini, salah satunya adalah The North Face.

Tak lama kemudian, kereta api bergerak pelan mendaki gunung melalui sejumlah terowongan menembus gunung sejauh sekitar 7,3 kilometer. Sepanjang jalur kereta api yang dibangun sekitar 119 tahun silam itu, kereta api berhenti di dua stasiun, yaitu Eigerwand (2.865 mdpl) dan Eismeer (3.160 mdpl).

Selain untuk memberikan kesempatan penumpang menyesuaikan diri dengan perubahan ketinggian, pemberhentian itu juga untuk memberikan kesempatan penumpang melihat pemandangan di luar gunung melalui sejumlah jendela besar yang ada di kedua stasiun itu. Ini menjadi semacam perkenalan awal bagi mereka yang belum pernah melihat salju abadi.

Setelah kereta api ”mendaki” setinggi sekitar 2.000 meter selama sekitar 50 menit, sampailah kami di stasiun terakhir, Jungfraujoch. Stasiun ini merupakan stasiun kereta api tertinggi di Eropa, yang kemudian membuat Jungfraujoch disebut sebagai top of Europe (puncak Eropa).

Dari stasiun ini, kami memasuki Ice Palace, yaitu lorong es yang berhiaskan patung-patung es berbagai bentuk. Di ujung lorong, sebuah lift setinggi 108 meter mengantarkan kami ke teras observatorium Sphinx, kubah teropong bintang.

Angin kencang dan dingin, suhu udara sekitar minus 1 derajat celsius, langsung menerpa begitu kami menapaki teras Sphinx. Kami beruntung karena udara saat itu sangat cerah sehingga dari teras yang mengelilingi kubah teropong bintang tersebut, kami dapat melihat puncak Monch di timur laut, puncak Jungfrau di barat daya, serta Gletser Aletsch yang membentang sepanjang 23 km dengan lebar aliran sekitar 2 km menuju Lembah Rhone di sebelah selatan.

Gletser Aletsch

Gletser Aletsch inilah yang menjadi tujuan utama kami. Turun dari Sphinx, kami sampai di hamparan putih salju yang menjadi pangkalan Gletser Aletsch.

Kami berjalan pelan-pelan agar tidak terpeleset karena hamparan salju ini menurun, menuju sebuah lapangan basket yang dibangun di bidang yang datar di Geltser Aletsch.

Tidak biasa dan unik memang, sebuah lapangan basket berada di atas hamparan salju tebal di puncak Eropa. Sekelompok orang berpakaian tradisional warga Pegunungan Alpen menyambut kami sembari memainkan alpenhorn, alat musik tradisional warga Pegunungan Alpen yang berupa terompet panjang.

Tak lama kemudian, datang tim bola basket dari Swiss yang akan bertanding. Beberapa saat kemudian, sebuah helikopter mendarat tak jauh dari lapangan basket, mengantar Tony Parker, bintang NBA dan juga juara bola basket Eropa.

Dengan kondisi udara dingin, oksigen tipis, dan terpaan sinar ultra violet yang tinggi, para pemain tetap lincah bergerak saling mengoper bola dan mencetak angka.

”Bermain di puncak Eropa merupakan tantangan bagi saya. Ketika diminta bertanding di puncak Eropa, saya pikir ini adalah kesempatan besar untuk melakukan sesuatu yang luar biasa. Kami jarang mendapat kesempatan untuk bermain dalam kondisi yang ekstrem seperti ini,” kata Parker seusai pertandingan.

Pertandingan tersebut memang bukan pertandingan biasa. Ini merupakan bagian dari promosi pariwisata Gletser Aletsch di Jungfraujoch.

CEO Jungfrau Railway Urs Kessler mengatakan, acara seperti ini bukan pertama kali, dan juga bukan yang terakhir. ”Setelah sepak bola, tenis, tinju, kriket, dan basket, saya tidak sabar untuk melihat olahraga dunia apa lagi yang akan dimainkan di sini,” ujarnya.

Tak penting siapa yang menang, yang jelas menonton pertandingan permainan Parker dan pemain lainnya di ”padang” salju di puncak Eropa memberi sensasi tersendiri. (YOVITA ARIKA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Desember 2016, di halaman 24 dengan judul "Tony Parker di Puncak Eropa".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wahana dan Kolam Renang di Kampoeng Kaliboto Waterboom Karanganyar

Wahana dan Kolam Renang di Kampoeng Kaliboto Waterboom Karanganyar

Jalan Jalan
Gunung Ruang Meletus, AirAsia Batalkan Penerbangan ke Kota Kinabalu

Gunung Ruang Meletus, AirAsia Batalkan Penerbangan ke Kota Kinabalu

Travel Update
Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Jalan Jalan
Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Travel Update
The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

Jalan Jalan
Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Travel Tips
Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Travel Update
Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Travel Update
13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

Travel Update
Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja 'Overtime' Sopir Bus Pariwisata

Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja "Overtime" Sopir Bus Pariwisata

Travel Update
Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

BrandzView
Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Travel Update
Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Travel Update
ASDP Catat Perbedaan Tren Mudik dan Arus Balik Lebaran 2024 Merak-Bakauheni

ASDP Catat Perbedaan Tren Mudik dan Arus Balik Lebaran 2024 Merak-Bakauheni

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com