Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kilas Balik Sejarah Melayu di Pulau Penyengat

Kompas.com - 24/01/2017, 10:48 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

TANJUNG PINANG, KOMPAS.com - Cuaca pada Sabtu (14/1/2017) di Kota Tanjung Pinang, Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, cukup cerah.

Sekitar pukul 09.00 WIB sudah nampak kesibukan dan keramaian di dermaga penyeberangan menuju Pulau Penyengat, tidak jauh dari Pelabuhan Sri Bintan Pura.

Warga biasa memanfaatkan moda transportasi laut berupa kapal cepat atau speed boat dari Pelabuhan Sri Bintan Pura menuju Batam, Malaysia, atau Singapura.

Namun, dermaga di sebelahnya yang lebih kecil khusus melayani penyeberangan dari dan menuju ke Pulau Penyengat.

(BACA: Pantai Trikora dan Bintan, Rumah Kedua Orang Singapura)

Pertama kali mendengar kata Pulau Penyengat, terpikir cerita di balik nama tersebut. Dahulu, pulau itu sering disinggahi pelaut dari berbagai daerah. Mereka membawa air tawar dari sumur di pulau itu.

KOMPAS.com/ANDRI DONNAL PUTERA Suasana Pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau, Sabtu (14/1/2017). Pulau Penyengat dikenal sebagai destinasi wisata religi dan wisata sejarah rumpun Melayu.
"Dulu orang menamakan ini pulau persinggahan air tawar, karena setiap pelaut yang datang ke Kepulauan Riau ini, mereka ke Pulau Penyengat untuk mendapatkan air bekal. Alhamdulillah air sumur di pulau ini bisa diminum, tidak asin," kata Azis, penjaga makam keramat di Pulau Penyengat.

Suatu ketika, ada kelompok pelaut yang diceritakan melanggar pantangan di pulau tersebut sehingga mereka disengat lebah dan tawon sampai banyak yang meninggal dunia. Dari sana, nama pulau terkenal dengan sebutan Pulau Penyengat karena pelaut yang disengat.

Namun, isi pulau tersebut tidak sekadar air tawar dari sumur dan lebah. Lebih dari itu, terdapat sejarah Kerajaan Riau Lingga yang memotret cikal bakal budaya rumpun Melayu.

Pulau ini juga dikenal sebagai mas kawin salah satu sultan Kerajaan Riau Lingga ketika mempersunting seorang permaisuri bernama Raja Hamidah atau Engku Puteri, yang makamnya juga ada di pulau tersebut.

Ketika menginjakkan kaki di Pulau Penyengat, wisatawan akan ditawari oleh sebuah becak motor yang dimodifikasi. Becak motor ini digunakan untuk mengantar berkeliling pulau.

KOMPAS.com/ANDRI DONNAL PUTERA Komplek Makam Raja Hamidah (Engku Puteri) di Pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau, Sabtu (14/1/2017). Pulau Penyengat dikenal sebagai destinasi wisata religi dan wisata sejarah rumpun Melayu.
Salah satu tempat yang tidak boleh ketinggalan untuk didatangi adalah komplek makam petinggi Kerajaan Riau Lingga. Para petinggi itu adalah Raja Hamidah, Raja Ali Haji, Raja Ahmad, Raja Ja'far, juga Raja Haji Fisabilillah.

Azis menceritakan, pahlawan Kerajaan Riau Lingga di komplek makam itu punya peran berbeda-beda. Seperti Raja Haji Fisabilillah yang adalah panglima perang saat melawan Belanda, Raja Hamidah selaku permaisuri yang punya otoritas melantik sultan dan Raja Ali Haji pengarang Gurindam 12, cikal bakal bahasa Melayu dan bahasa Indonesia.

"Raja Ali Haji pujangga, sastrawan. Bila mengenang Sumpah Pemuda 1928, cikal bakal Bahasa Indonesia yang diambil dari bahasa Melayu, beliau Bapak Bahasa Melayunya," tutur Azis.

Di dalam komplek makam, ada enam dinding berisi dua dari 12 pasal Gurindam 12. Wisatawan dapat membaca isi Gurindam 12 sambil berkeliling area di dalam makam tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com