Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyapa Penghuni Pulau Ular

Kompas.com - 30/01/2017, 21:09 WIB

ULAR laut yang terkenal berbisa menjadi begitu jinak dan mudah sekali disentuh di Pulau Ular. Keunikan dan ”keramahan” ular-ular laut inilah yang kemudian menjadi daya tarik utama pulau yang berada di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, tersebut.

Pulau tersebut sebetulnya merupakan sebuah batu karang seluas sekitar 800 meter persegi yang berjarak kurang lebih 500 meter dari bibir pantai di Desa Pai, Kecamatan Wera. Karena batu karang ini menjadi habitat bagi ratusan, bahkan ribuan ular laut (Laticauda colubrina), warga sekitar menamainya Pulau Ular.

Pada Rabu (11/1/2017) pukul 14.00, suasana pantai di Desa Pai sepi. Hidman (45), nelayan, tersenyum dan menawarkan jasa antar menuju ke Pulau Ular. Ia meminta tarif Rp 10.000 per orang.

”Sepi Pak kalau hari biasa. Kalau hari Minggu atau hari libur bisa ratusan orang yang datang,” katanya.

(BACA: Pulau Ular yang Tak Berpenghuni Malah Menyimpan Sejuta Pesona)

Belum ada data akurat mengenai jumlah pengunjung karena sejak tahun 1990-an, ketika Pulau Ular menjadi obyek wisata, pengelolaannya dipegang warga sekitar tanpa pembukuan yang rapi.

Meski saat itu gerimis dan awan gelap menggantung di langit, Hidman memastikan kunjungan ke Pulau Ular bisa dilakukan. Ia pun menyiapkan sebuah perahu motor berkapasitas 15 orang. Nelayan lainnya, Hasan (40), sudah di atas perahu siap mengemudi.

Perjalanan menuju Pulau Ular memakan waktu kurang dari 5 menit. Selama perjalanan itu, wisatawan disuguhi pemandangan Gunung Sangeang di sebelah utara.

Sayang karena gerimis, Gunung Sangeang tertutup kabut. Jika cuaca cerah, Pulau Banta atau Gili Banta (NTB) dan Pulau Komodo (Nusa Tenggara Timur) di bagian tenggara juga akan jelas terlihat.

Air laut di sekitar Pulau Ular itu jernih sehingga terumbu karang di bawahnya bisa terlihat dari atas perahu.

Ketika menjejakkan kaki di Pulau Ular, rasa cemas mulai bercampur aduk dengan rasa penasaran. Cemas karena menyadari bahwa ada ribuan ular berbisa di pulau itu dan penasaran karena tidak ada satu pun ular yang terlihat.

”Sebentar tunggu dulu di sini Pak,” kata Hasan.

Dengan lincah, dia berjalan di atas bebatuan karang dan mengitari Pulau Ular. Ia terus mengamati celah-celah yang ada batu karang dan menghilang.

Tidak lama kemudian, ia muncul dengan membawa dua ekor ular laut bercorak belang hitam dan putih di tangan kirinya. ”Silakan kalau ingin pegang,” katanya.

Begitulah prosedurnya. Wisatawan dianjurkan memegang ular laut itu setelah ular itu dipegang warga sekitar.

Nelayan juga tidak serta-merta menyodorkan ular itu kepada wisatawan karena mereka paham bahwa tak semua orang berani mendekati ular.

Alan Irmansyah (28), warga Kota Bima, misalnya, meski berani menginjakkan kaki di pulau itu, sejatinya dia takut ular. Karena itu, dia hanya memperhatikan ular-ular itu dan sesekali memotretnya.

”Toh kalau ke tempat ini tidak harus memegang ular. Menikmati pemandangannya saja sudah cukup mengasyikkan,” ujarnya.

Bagi yang berani, pengalaman tak terlupakan segera dirasakan. Ketegangan menguasai pikiran pada menit-menit pertama ketika ular itu merambat pelan di pergelangan tangan. Ular itu juga seolah tak merasa terganggu.

KOMPAS/HERPIN DEWANTO PUTRO Pulau Ular di Desa Pai, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, tampak dari kejauhan, Rabu (11/1/2017). Pulau yang berupa batu karang itu merupakan sebuah habitat bagi ular laut belang (Laticauda colubrina). Meski ular itu terkenal berbisa dan berbahaya, ular-ular di pulau itu sangat jinak sehingga pulau itu pun menjadi obyek wisata andalan di Kabupaten Bima.
”Tidak pernah ada cerita orang digigit ular di sini,” ujar Hasan sambil melilitkan ular itu ke pergelangan kakinya.

Mitos

Perilaku unik ular-ular itu pun kemudian dijelaskan oleh warga sekitar melalui sebuah mitos. Hidman menuturkan bahwa Pulau Ular itu konon merupakan sebuah kapal Portugis yang terbalik.

Ular-ular laut itu merupakan awak kapal yang terperangkap. Warga kemudian beranggapan bahwa ular itu jinak karena merupakan jelmaan manusia.

Awalnya, kata Hasan, warga sekitar juga takut menginjak Pulau Ular. Namun, pada tahun 1990-an, ada empat pemuda yang nekat mengunjungi pulau itu.

Mereka terkejut karena ternyata ular-ular itu tidak menggigit ketika dipegang. Kabar itu tersiar dan semakin banyak orang yang berani ke pulau itu.

Bagaimana dengan keselamatan ular-ular itu? Hasan menuturkan, ada cerita lain lagi untuk dijadikan peringatan bagi wisatawan.

Cerita itu mengisahkan tentang orang-orang yang membawa ular itu ke luar Pulau Ular. Tiga hari kemudian, orang tersebut celaka dan meninggal.

KOMPAS/HERPIN DEWANTO PUTRO Seekor ular laut belang (Laticauda colubrina) yang menghuni Pulau Ular di Desa Pai, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Rabu (11/1/2017). Pulau yang berupa batu karang itu merupakan habitat ular-ular laut tersebut. Meski terkenal berbisa dan berbahaya, ular-ular di pulau itu sangat jinak sehingga pulau itu pun menjadi obyek wisata andalan di Kabupaten Bima.
Cerita-cerita itu biasanya disampaikan para nelayan saat mengantar para wisatawan. Selain mengantar wisatawan, para nelayan ini juga piawai menjadi pemandu wisata.

Menurut Hasan, Pulau Ular merupakan harapan mereka untuk mendapatkan penghasilan di luar mencari ikan.

Bagi Pemerintah Kabupaten Bima, Pulau Ular merupakan potensi wisata andalan. Letaknya sangat strategis di dekat destinasi populer seperti Pulau Komodo.

Pulau Ular juga terletak di dekat Pelabuhan Sape yang merupakan pintu dari Pulau Sumbawa menuju ke wilayah Nusa Tenggara Timur.

”Pulau Ular ini menjadi bagian dari paket zona wisata Pesona Sangeang. Rencana induknya sedang kami susun,” kata Kepala Subbagian Informasi dan Pemberitaan Pemerintah Kabupaten Bima Ruslan.

Meski menjadi potensi wisata unggulan, Pulau Ular masih kurang tertata. Belum ada sarana pendukung di obyek wisata itu.

Satu-satunya penanda hanyalah sebuah gapura bertuliskan ”Obyek Wisata Pulau Ular” sebagai pintu masuk di pinggir Jalan Wera-Sape. Wisatawan sebaiknya juga membawa bekal makanan karena tidak ada warung makan di kawasan itu.

Sekitar 10 kilometer sebelum mencapai Pulau Ular, wisatawan yang datang dari arah Sape harus melalui jalan yang rusak di perbukitan.

Dari Kota Bima, dengan melintasi Jalan Lintas Bima-Sape, wisatawan bisa menempuh jarak sekitar 70 kilometer selama sekitar 3 jam untuk mencapai Pulau Ular. (HERPIN DEWANTO)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Januari 2017, di halaman 24 dengan judul "Menyapa Penghuni Pulau Ular".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com