Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nyepi di Bali, Dilarang ke Luar Rumah dan "Selfie" di Jalan

Kompas.com - 23/02/2017, 11:39 WIB

DENPASAR, KOMPAS.com - Sekitar 30 pemuka agama dari berbagai agama yakni Hindu, Islam, Kristen, Buddha menggelar rapat koordinasi lintas lembaga keagamaan di Kantor Wilayah Agama Provinsi Bali, Denpasar, Rabu (22/2/2017) untuk menyusun seruan bersama dalam rangka hari raya Nyepi 1939 pada 28 Maret 2017.

Dalam keputusan seruan bersama tersebut dijelaskan bahwa di antara poinnya adalah dilarang melakukan swafoto (selfie), hotel-hotel dan penyedia jasa hiburan lainnya yang ada di Bali tidak boleh menggelar paket hiburan Hari Raya Suci Nyepi.

Kepala Kanwil Agama Provinsi Bali, I Nyoman Lastra mengatakan, masalah selfie yang marak saat Nyepi menjadi atensi pihak Kementerian Agama.

(BACA: Nyepi Jadi “Trending Topic” di World Culture Forum 2016)

Lastra akan membuat edaran yang mengimbau masyarakat Bali tidak mengunggah foto atau foto selfie saat Nyepi.

“Itu sebenarnya sudah dilarang, enggak boleh selfie di jalan. Hal semacam ini mestinya enggak dilaksanakan oleh umat Hindu atau umat lain. Larangan secara tegas yakni enggak boleh ke luar, aktivitas di luar enggak boleh. Selfie tentu sudah melanggar larangan Catur Brata di antaranya 'amati geni' (tidak boleh menyalakan api atau lampu) dan 'amati lelanguan', apalagi berfoto keluar,” jelasnya.

(BACA: Tips Liburan di Bali Saat Nyepi)

Ia mengaku sudah menyosialisasikan hal ini ke Kantor Kementerian Agama masing-masing kabupaten/kota se-Bali untuk terus menyosialisasikan agar masyarakat jangan selfie.

“Kami sudah sosialisasikan untuk mendorong penyuluh non-PNS, jangan malah selfie saat Nyepi menjadi tontonan medsos. Apalagi sekarang kemajuan teknologi, hampir setiap Nyepi selfie selalu menjadi diskusi karena kekurangpahaman anak-anak muda,” ujarnya.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet juga mengimbau semua umat beragama di Indonesia untuk jangan terpancing isu-isu panas di Medsos.

Ia mengatakan, pemerintah memang belum punya strategi untuk benar-benar membatasi medsos.

“Di medsos kan masih bebas, tidak mungkin mengharapkan semua bijak. Bahkan orang jahat sengaja bikin kacau dengan bahasa cerdas supaya enggak terjerat hukum. Kita imbau semua umat jangan ikut panas di medsos. Kita harus sejuk sehingga enggak terpancing,” jelasnya.

Hal senada dikatakan Ketua Pecalang Bali, Made Mudra yang mengatakan, pecalang di Bali sebagai penegak hukum jangan sampai selfie di saat Nyepi yang akan merusak kredibilitas pecalang.

Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet melanjutkan, siapa pun tidak boleh keluar saat Nyepi, baik itu orang Bali atau siapa pun yang berada di Bali.

Ia mengatakan, jangan sampai hotel kemudian menyediakan paket Nyepi untuk jalan-jalan ke pantai dan melihat jalan sepi yang ada di Bali.

“Catur Brata penyepian mutlak dilaksanakan semua orang di Bali, kecuali orang sakit, punya anak bayi, dan melahirkan. Paket Nyepi yang dilaksanakan oleh hotel, enggak boleh tamu jalan di pantai, enggak boleh menikmati jalan raya keluar hotel. Di hotel enggak boleh ada lampu. Jangan kemudian paket Nyepi dipakai untuk jalan-jalan keluar hotel,” ujarnya.

Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet meminta ada sanksi tegas jika ada wisatawan mancanegara yang sampai berjemur ataupun ke luar hotel saat Nyepi.

Ia mengatakan, pihak hotel juga tidak boleh menyebarkan promosi yang muluk-muluk yang nantinya malah menipu wisatawan yang berkunjung ke Bali.

“Nanti kalau ketahuan sengaja melakukan pelanggaran seperti itu kami akan tindak tegas mereka. Jangan sampai hari raya Nyepi mereka (wisatawan) dijanjikan muluk-muluk, menikmati suasana Nyepi dengan diajak jalan-jalan," katanya.

KOMPAS.com/SRI LESTARI Suasana Nyepi di Bandara Ngurah Rai, Bali, Rabu (9/3/2016).
"Kalau ada turis asing yang dia memang sudah tahu enggak boleh keluar, namun tetap keluar, mereka merusak. Itu harus dideportasi. Kalau mereka enggak dapat informasi dari pihak hotel, kami salahkan hotel. Sanksinya sampai pencabutan izin. Saya berteriak agar kalau ada seperti itu ditindak tegas pemda dan pihak berwajib,” tambah Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet.

Kakanwil Agama Provinsi Bali, I Nyoman Lastra mengatakan, ketika seruan sudah dibuat oleh semua pimpinan umat beragama, maka itu harus dilaksanakan oleh seluruh umat di Bali.

Ia melihat para umat beragama lain pun ikut menjaga dan menghormati kesucian hari raya Nyepi.

Lembaga penyiaran tidak diperkenankan bersiaran saat Nyepi pada Selasa (28/3/2017) mulai pukul 06.00 Wita sampai Rabu (29/3/2017) pukul 06.00 Wita. Masyarakat dilarang membunyikan mercon, pengeras suara, dan bunyi-bunyian yang mengganggu pelaksanaan Nyepi.

“Tata tertib Nyepi kan sudah dibuat dengan seruan bersama. Ini menjadi daya tekan daerah. Kita akan buat edaran agar tersosialisasi. Karena biasanya akan terjadi gesekan jika keluar melewati batas rumah. Bahkan saya dapat informasi masih ada yang keluar rumah bermain bola di jalan raya. Kalau terjadi gejolak di komunitas Hindu, tentu pecalang akan bergerak bagaimana menanggulanginya,” jelasnya.

KOMPAS.com/SRI LESTARI Pintu Bandara Ngurah Rai di Bali tidak ada aktifitas saat Nyepi, Rabu (9/3/2016).
Ia berharap, nantinya setiap ogoh-ogoh yang dibuat generasi Bali tidak sampai mengalahkan kekhusyukkan Nyepi.

Jangan sampai selepas pawai ogoh-ogoh, umat Hindu nanti bergesekan dan berbenturan antara satu dan lainnya.

Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan, makna Nyepi yakni melaksanakan Catur Brata penyepian yang intinya untuk merenungkan diri, mengevalusi kerja kita dalam setahun yang akan bisa menghasilkan dampak positif dalam diri kita.

Ia mengatakan, makna Nyepi bukan hanya bagi umat Hindu Bali, tetapi seluruh dunia karena ketika bumi bernafas akan memberikan vibrasi kesenangan bagi makhluk hidup.

Ia mengatakan, jika ada masyarakat di Bali yang sampai melanggar kekhusyukan Nyepi dan keluar ke jalan, itu sudah ada sanksinya yang berlaku di setiap desa adat masing-masing.

“Sanksinya di desa masing-masing, ada berupa denda, ada sanksi sosial, beragam sanksinya. Seruan hari ini ada beberapa tambahan yakni untuk umat lain agar mengikuti seruan hari raya Nyepi," katanya.

KOMPAS.com/SRI LESTARI Pecalang sedang bertugas saat Nyepi di Jalan Raya Tuban, Badung, Bali, Rabu (9/3/2016).
Ketua Pecalang Bali, Made Mudra mengatakan, pecalang di Bali akan siap mengawal pelaksanaan hari raya suci Nyepi di Bali. Pecalang akan berkomunikasi melalui radio handy talkie (HT).

Selain itu Mudra mengimbau pecalang agar tidak menggunakan mobil patroli ketika berkeliling di wilayahnya.

“Saya harapkan pecalang enggak patroli menggunakan kendaraan, harus berjalan kaki. Dia berkeliling di wilayah banjar dan desa. Nanti berkeliling juga jangan bergerombol, 2 atau 3 orang saja,” ujarnya.

Menurut Mudra, orang yang sakit atau akan melahirkan harus diprioritaskan keluar rumah untuk berobat. "Nantinya secara teknis akan dikawal oleh pecalang masing-masing banjar atau desa pakraman," tambahnya. (Tribun Bali)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com