KOMPAS.com - Di wilayah perbatasan antara Swiss dan Perancis tidak terdapat lagi kontrol paspor.
Mobil berpelat Perancis berlalu lalang sesuka hati memasuki wilayah kota Jenewa di Swiss dari wilayah Gaillard (baca Gaya) negara Perancis. Kedua kota ini hanya bertetangga.
Aktivitas keseharian berlangsung normal, hidup rukun tanpa terusik karena perbedaan bangsa. Bahkan menjadi keragamanan kultur yang menguntungkan satu sama lain melalui percakapan bahasa, pertukaran pendidikan, kuliner, tradisi, dan kearifan lokal setempat.
(BACA: Mengunjungi The Batlle of Waterloo di Belgia)
Dari sini, saya mengawali menjelajahi kota Jenewa menggunakan kendaraan umum yaitu trem dan bus hingga berjalan kaki.
Ibu Pascale Mareschi warga Swiss ini seorang pecinta gamelan Bali yang bersuamikan warga Perancis keturunan Italia.
(BACA: Nikmatnya Sate Lilit dan Lawar Bali di Bazar Belgia)
Mereka dikaruniai seorang anak bernama Amandine, seorang penabuh dan penari Bali yang sangat aktif mencintai budaya Indonesia.
Kota Jenewa berhias danau biru bersih nan cantik. Air danau memantulkan sinar surya menerangi kembali pesisir danau.
Siapa pun yang melewati tepi danau, akan terasa nyaman mendengar riak air terempas angin danau yang asoi.
Apalagi angsa putih dengan sangat anggun bercengkerama antar sesamanya. Saling cubit, saling gigit, colak-colek, kejar-kejaran sambil menggoda angsa yang lain.
Saya berdiri di tepi danau memusatkan perhatian dan memandang angsa sedang bercengkerama.
Mata saya usil memelototi seekor angsa besar yang tampak linglung menoleh ke arah saya. Matanya bereaksi dengan berkedip-kedip cepat, menoleh ke kiri dan ke kanan.
Lama kelamaan si angsa tampak cuek melihat ekspresi saya. Cuek tanpa beban dan berbahagia, seolah-olah nyindir si angsa membisikkan sesuatu bahwa air danau ini harus dijaga kebersihannya.
Jet-d'Eau air mancur tertinggi di dunia
Udara musim panas masih menyengat hingga 30 derajat. Di tengah danau Jenewa menjulang tinggi sebuah air mancur yang disebut Jet d’Eau (baca Jetdo) yang artinya air jet atau air mancur yang melambung tinggi hingga 140 meter.
Air danau Jenewa ini mengalir menuju Sungai Rhone. Sebagai ikon wisata kota, turis-turis dengan sangat mudah melihat dari berbagai sudut pandang.
Menurut informasi bahwa tahun 2016 Jet d’Eau berulang tahun ke-125. Semburan air ke udara adalah 7.000 liter, kecepatan 200 km/jam.
Karena kekuatan embusan angin semburan air bisa mengarah ke kiri, ke kanan atau kesamping dalam setiap hitungan detik.
Pada tahun 1951, pemerintah setempat memperbarui mesin pemompa yang menghasilkan semburan air bertambah kuat dan tinggi.
Untuk itulah karena kemampuan menyemburkan air dengan ketinggian 140 meter, Jet d’Eau dinobatkan sebagai air mancur tertinggi di dunia.
Cottage Café, teduh dengan panorama danau
Rugi besar kalau anda tidak sempatkan berkunjung ke Cottage Café ini.
Di Cottage Café ini tersedia berbagai hidangan khas Eropa, tapas, snack ringan, wine, bir, dan aneka salad.
Kafe mungil dengan lantai batu hitam pilihan, berdinding buram warna kayu alami membuat suasana sangat eksentrik. Cocok untuk pecinta keindahan, dengan suasana ramah dan teduh.
Kapan lagi bisa menikmati suasana hangat dan teduh ini sambil meneguk bir putih asli Swiss menghilangkan rasa haus karena kepanasan.
Di sini harga makanan dan minuman masih terjangkau. Misalnya salade salmon merah seharga 16 euro sedap di rasa puas di hati.
Ingin kembali ke Jenewa
Kalau saya boleh memilih untuk menikmati wisata alam saya masih tetap memfavoritkan Swiss.
Negeri mungil ini dikelilingi pegunungan bersalju, tebaran danau air biru, bersih di segala tempat, warga multikultur dan infrastruktur termodern membuat para pelancong bermanja menghabiskan waktunya berhari-hari.
Namun demikian biaya mahal bukanlah menjadi soal utama, ketika kita memiliki teman atau sahabat untuk menginap di salah satu kota di Swiss.
Terus terang untuk yang kesekian kalinya saya ke Swiss, saya selalu menginap di rumah sahabat. Dengan demikian ongkos hotel dalam beberapa hari dapat tersimpan dan bisa digunakan untuk keperluan yang lain misalnya membeli oleh-oleh, ke restoran pilihan dan lain-lain.
Mereka sangat welcome menyambut saya ketika berada di Swiss selama 5 hari workshop gamelan Bali.
Workshop gamelan dengan warga Swiss membuat persahabatan saya dengan para penabuh gamelan itu terjalin dengan baik.
Aduh... jadi ingin kembali lagi ke Jenewa... (MADE AGUS WARDANA, tinggal di Belgia)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.