Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikmati "Surga" di Selat Pantar, Alor

Kompas.com - 26/02/2017, 16:03 WIB

LIMA belas pulau berdiri kokoh di timur laut Nusa Tenggara Timur. Dua pulau di antaranya, yakni Pulau Alor dan Pulau Pantar, dipisahkan sebuah selat dengan terumbu karang dan biota laut yang indah.

Selat itu, Selat Pantar, bahkan dijadikan taman laut sebagai lokomotif pariwisata di Kabupaten Alor.

Turis-turis asing, yang sudah berkeliling dunia, bahkan mengakui Taman Laut Selat Pantar (TLSP) sebagai taman laut terindah nomor dua di dunia.

TLSP hanya kalah indah dari Taman Laut Kepulauan Karibia di Amerika Selatan. Apa benar? Para turis asing itu mengakuinya

Dari pengamatan Kompas dengan kapal motor berdasar kaca transparan selama 2 jam di perairan TLSP, tampak jutaan terumbu karang warna-warni yang unik.

(BACA: Alor Kekuatan Baru Pariwisata NTT)

Terumbu karang termasuk tumbuh-tumbuhan laut berwarna ungu, hijau, kuning, coklat, merah, abu-abu, jingga, dan putih juga menghiasi dasar laut.

Selat Pantar juga dimeriahkan ikan-ikan cantik, antara lain jenis flasher, alien, dan invanders. Ikan-ikan itu mempunyai warna tubuh yang bervariasi, bahkan seekor ikan dapat memiliki 3-4 warna. Tampak pula rombongan ikan karang dan ikan pelagis yang menghiasi panorama bawah laut.

Keindahan bawah laut tersebut jelas merupakan ”kekayaan” Kabupaten Alor dengan total luas 2.864,64 kilometer persegi ini. Kabupaten Alor berbatasan laut dengan Timor-Leste dan Kabupaten Maluku Barat Daya.

Tentu saja, untuk menikmati TLSP tiada cara lain daripada menyelam langsung di selat ini.

Waktu seminggu pun kiranya takkan cukup untuk memuaskan hasrat untuk menyaksikan seluruh keindahan Selat Pantar. Mengapa? Sebab, setidaknya ada 26 titik penyelaman di taman laut tersebut.

Titik-titik tersebut antara lain Fallt Line, Peter’s Prize, Crocodile Rook, Cave Point, Baeylon, The Edge, The Arch, The pacth, Nite Delht, Kal’s Dream, The Ball, Trip Top, The Mlai Hall, No Man’s Land, Half Moon Bay, dan The Cathedral.

Sementara itu, di sekitar Pulau Pantar terdapat 18 titik penyelaman yang disebut ”Baruna’s Dive Site at Alor”. Kedelapan belas titik penyelaman tersebut antara lain Baruna’s Point, Never Never Wall, Cave Point, Three Coconut, hingga Rahim’s Point.

Jangan kaget kalau nama-nama titik penyelaman itu muncul dalam bahasa Inggris karena para penyelam dari luar negeri yang lebih dahulu mengakrabi Selat Pantar.

Mereka lah yang lalu memberikan nama titik-titik penyelaman itu. Lagi pula, harus diakui kalau mereka menyelam lebih baik daripada sebagian orang Indonesia.

Mulut kumbang

Di antara Pulau Alor, tepatnya di Desa Alor kecil dan Pulau Kepa, terdapat Selat Kumbang yang biasa disebut masyarakat setempat sebagai Mulut Kumbang.

Di selat tersebut, utamanya pada Mei dan September, sering terlihat kawanan ikan lumba-lumba melintas dan burung-burung pemakan ikan juga terbang rendah.

Kehadiran ikan lumba-lumba dan burung-burung pemakan ikan tersebut dipicu perubahan suhu air laut menjadi dingin pada siang dan malam hari yang ternyata disukai lumba-lumba.

Fenomena itu pun kerap menarik perhatian turis asing untuk menunggu di titik itu demi berswafoto dengan latar belakang lumba-lumba yang tengah menari ria.

Ketika Kompas tiba di selat itu, tampak satu kapal khusus yang ditumpangi sekitar 20 turis asing berlabuh di selat itu. Beberapa turis bahkan langsung terjun ke laut untuk menyelam dan snorkeling.

Setelah menyaksikan lumba-lumba di Mulut Kumbang, para turis biasanya melepas lelah di Pulau Kepa.

Di pulau tersebut, terdapat penginapan La P’tite Kepa dengan empat vila milik pasangan asal Perancis. Meski bukan penginapan mewah, tiap hari selalu ada turis asing yang menginap di sana.

Perjalanan menuju Pulau Kepa biasa dilakukan dengan dua tahap, yakni dari Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor, dengan kendaraan roda dua atau roda empat selama hampir 30 menit hingga Alor Kecil.

Dari dermaga Alor Kecil, dilanjutkan berlayar dengan kapal motor milik penduduk selama 20 menit untuk mencapai Pulau Kepa.

Tidak membosankan

Esther Nanchy (43), turis asal Australia yang ditemui di Pulau Kepa, mengaku sangat menyukai Alor karena hampir semua obyek wisata dapat ditemukan di pulau itu. Penyelaman menjadi tidak membosankan karena ada begitu banyak titik penyelaman.

”Selesai menyelam, kami dapat pergi ke desa adat di Takpala untuk melihat Museum 1.000 Moko atau Nekara di Kalabahi, dapat juga lihat kampung nelayan di Alor Besar, atau menyaksikan atraksi tarian dan kesenian yang digelar di Museum 1.000 Moko. Terkadang, kami ikut tracking di Gunung Koya-Koya atau di Gunung Delaki Sirung di Pulau Pantar,” kata Nanchy, yang fasih berbahasa Indonesia karena begitu seringnya menjelajahi Indonesia.

Selain Pulau Kepa, di sisi baratnya terdapat Pulau Pura. Terdapat delapan desa di Pulau Pura dengan jumlah penduduk sekitar 16.760 jiwa.

Mata pencarian utama penduduk setempat adalah nelayan, bertani lahan kering, dan menyadap nira lontar. Turis asing pun dapat saja menjelajahi desa itu.

Lebih ke utara dari Pulau Pura adalah Pulau Ternate. Nama pulau itu memang identik dengan nama Pulau Ternate di Maluku Utara. Ternyata, nenek moyang penduduk Pulau Ternate Alor memang dari Maluku Utara yang datang ke Alor juga untuk memperkenalkan agama Islam.

Sementara itu, pulau paling utara di Selat Pantar adalah Pulau Buaya. Warga di pulau ini juga memiliki mata pencarian sebagai nelayan dan petani.

Bagaimana menuju ke TLSP? Pertama, dari Jakarta tentu dapat langsung terbang menuju Bandara Mali di Pulau Alor dengan satu kali transit di Bandara El Tari, Kupang, NTT. Total waktu penerbangan bervariasi 5-9 jam tergantung rute dan jam penerbangan.

Biayanya tentu tidak murah. Berdasarkan pantauan harga tiket penerbangan pada Februari 2017 ini, harga tiket ke Alor dapat mencapai tiga kali lipat dari harga tiket pesawat ke Singapura.

Meski demikian, apabila ingin meresapi suasana provinsi kepulauan, dari Kupang dapat berlayar dengan kapal langsung menuju Kalabahi.

Pilihan lainnya adalah naik feri dari Kupang menuju Larantuka, Flores. Kemudian dari Larantuka dapat menggunakan kapal kayu menuju Pelabuhan Kalabahi di Pulau Alor.

Perjalanan dengan kapal laut dari Kupang tentu membutuhkan waktu belasan jam. Namun, pengalaman itu tentu takkan terlupakan meski harus dihindari musim gelombang tinggi. (KORNELIS KEWA AMA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Februari 2017, di halaman 23 dengan judul "Menikmati ”Surga” di Selat Pantar, Alor".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com