Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/02/2017, 19:21 WIB
Alek Kurniawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mendaki gunung merupakan sebuah aktivitas di luar ruangan yang cukup populer bagi masyarakat Indonesia. Bahkan aktivitas mendaki gunung seringkali dijadikan hobi yang rutin dilakukan oleh sebagian orang.

"Namun dalam mendaki gunung, kita juga harus memperhatikan kondisi tubuh kita, apakah layak untuk mendaki atau tidak. Kenali juga berbagai penyakit yang nantinya bisa menyerang pada saat pendakian. Penyakit ini biasa disebut altitude illness atau penyakit ketinggian," kata Mountain Guide di Indonesia Expeditions, Rahman Muchlis pada acara 'Sharing Tips dan Pengalaman Mendaki Gunung di Atas 4.000 mdpl' di Consina Store Buaran, Jakarta, Sabtu (25/2/2017).

Penyakit ketinggian yang biasanya menyerang para pendaki di atas gunung adalah Acute Mountain Sickness atau biasa disebut AMS.

"Hal-hal yang bisa menyebabkan pendaki terkena penyakit ini adalah daya tahan tubuh pendaki terhadap perbedaan ketinggian dan kecepatan pendakian yang tidak teratur," ujar Rahman.

(BACA: Mendaki Tujuh Gunung Tertinggi di Dunia, Apa Saja Persiapannya?)

Menurut gejala dan levelnya, AMS masih terbagi menjadi tiga kategori yakni AMS ringan, AMS sedang dan AMS berat.

Rahman menjelaskan bahwa sebanyak 75 persen kasus yang ada, AMS ringan biasanya terjadi pada saat pendaki memasuki ketinggian 3.000 - 4.000 mdpl. Gejala munculnya AMS ringan biasanya muncul 12-24 jam setelah pendaki tiba di ketinggian tersebut.

Gejala yang muncul biasanya berupa sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan, sesak nafas, tidur terganggu, dan lain sebagainya.

Solusi untuk mengatasi hal ini adalah pendaki harus tetap sadar dan tetap melakukan aktivitas ringan. "Disarankan untuk tidak langsung tidur jika mengalami gejala tersebut," kaa Rahman.

Sementara AMS sedang, lanjut Rahman, akan menyerang pendaki jika gejala pada AMS rendah tidak teratasi dengan baik.

Biasanya gejala yang muncul pada AMS sedang, pendaki akan merasakan sakit kepala parah, mual disertai muntah, penurunan kesadaran (ataksia), dan lain sebagainya.

KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO Pendaki berfoto di puncak Lows Peak Gunung Kinabalu, Sabah, Malaysia, Selasa (22/11/2016) pagi. Gunung Kinabalu sendiri berstatus sebagai gunung tertinggi di Pulau Kalimantan yakni berketinggian 4.095,2 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Solusi jika pendaki mengalami gejala-gejala tersebut, segeralah turun ke tempat yang lebih rendah untuk proses penyesuaian ketinggian atau aklimatisasi.

"Hal ini harus dilakukan untuk menghindari gejala ataksia mencapai titik puncaknya di mana si penderita tidak akan bisa berjalan dengan normal," ujar Rahman.

Rahman melanjutkan, AMS berat terjadi ketika si penderita mengalami sesak nafas dan kehilangan kesadaran total (penurunan status mental).

Dalam kasus ini, pendaki tersebut sudah tidak sadarkan diri dan harus segera ditandu menuju tempat yang lebih rendah dan harus ditangani serius oleh petugas medis.

"Sebenarnya untuk menghindari penyakit AMS cukup simpel. Pada saat mendaki, biasakan untuk berjalan sesuai ritme, tidak terburu-buru atau tergesa-gesa. Hal ini berguna bagi tubuh membiasakan ketinggian atau aklimatisasi. Sehingga kerja tubuh juga tetap berjalan dengan normal," saran Rahman.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Panduan Lengkap ke Imagispace di Jakarta, dari Tiket Masuk sampai Tips

Panduan Lengkap ke Imagispace di Jakarta, dari Tiket Masuk sampai Tips

Travel Tips
Daftar Kota Paling Padat Turis di Dunia, Indonesia Nomor Berapa?

Daftar Kota Paling Padat Turis di Dunia, Indonesia Nomor Berapa?

Travel Update
10 Kota Paling Padat Turis di Dunia, 3 Kota di Thailand Paling Teratas

10 Kota Paling Padat Turis di Dunia, 3 Kota di Thailand Paling Teratas

Jalan Jalan
10 Warisan Dunia UNESCO di Indonesia, Terbaru Ada Sumbu Filosofi Yogyakarta 

10 Warisan Dunia UNESCO di Indonesia, Terbaru Ada Sumbu Filosofi Yogyakarta 

Jalan Jalan
Gitar Penumpang Pecah saat Keluar Bagasi, Batik Air Belum Terima Laporan

Gitar Penumpang Pecah saat Keluar Bagasi, Batik Air Belum Terima Laporan

Travel Update
6 Hotel dengan Bathtub di Jakarta, Harga di Bawah Rp 500.000

6 Hotel dengan Bathtub di Jakarta, Harga di Bawah Rp 500.000

Hotel Story
5 Aktivitas di Buperta Cibubur, Bisa Healing Sejenak di Danau

5 Aktivitas di Buperta Cibubur, Bisa Healing Sejenak di Danau

Jalan Jalan
Jajal Imagispace 2023, Instalasi Digital Tematik nan Instagenic

Jajal Imagispace 2023, Instalasi Digital Tematik nan Instagenic

Jalan Jalan
Kapan Waktu Terbaik Berkunjung ke Tri Mountain Taiwan?

Kapan Waktu Terbaik Berkunjung ke Tri Mountain Taiwan?

Jalan Jalan
6 Rekomendasi Hotel dengan Bathtub di Jakarta Barat 

6 Rekomendasi Hotel dengan Bathtub di Jakarta Barat 

Hotel Story
Jadwal Hajad Dalem Sekaten 2023 di Keraton Yogyakarta, Mulai Hari Ini

Jadwal Hajad Dalem Sekaten 2023 di Keraton Yogyakarta, Mulai Hari Ini

Travel Update
KAI Expo 2023 Digelar 29 September, Tiket Kereta Ekonomi Mulai Rp 50.000

KAI Expo 2023 Digelar 29 September, Tiket Kereta Ekonomi Mulai Rp 50.000

Travel Update
19 Juta Turis Asing Kunjungi Thailand hingga September 2023, Didominasi Negara Asia

19 Juta Turis Asing Kunjungi Thailand hingga September 2023, Didominasi Negara Asia

Travel Update
Ratusan Situs Perang Dunia I Masuk Daftar Warisan Dunia UNESCO

Ratusan Situs Perang Dunia I Masuk Daftar Warisan Dunia UNESCO

Travel Update
Pameran Flona 2023 Digelar di Lapangan Banteng, Catat Tanggalnya

Pameran Flona 2023 Digelar di Lapangan Banteng, Catat Tanggalnya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com