KOMPAS.com -Saya terpukau saat Ning, teman asli Thai menunjukkan sebuah foto perkemahan di suatu danau yang indah. Danau berkabut dengan kilauan matahari pagi dikelilingi pegunungan hutan pinus merupakan kombinasi ilustrasi alam yang sempurna bagi saya.
Gambar tersebut berlokasi di Pang Oung, Mae Hong Son yang menjadi salah satu destinasi impian Ning masa kecil.
Menurutnya, tempat ini jarang didatangi wisman karena lokasi yang cukup terpencil juga perlu pendamping orang lokal untuk mendapatkan sebuah pengalaman otentik.
(BACA: 7 Lokasi Bergaya Lanna yang Wajib Didatangi di Chiang Mai)
Tanpa perlu belajar mengeja nama tempat di provinsi sebelah utara Thailand yang agak sulit diucapkan ini, saya langsung tunjuk jari mengiyakan ajakannya ke sana. Ayo!
Lokasinya yang terpencil menjadikan kota ini terbaik dari semua kota sibuk yang ada di Thailand. Nyaris tak terlihat tuk-tuk di sini.
Namun tidak berarti Mae Hong Son adalah wilayah yang belum dipetakan. Potensi kota yang berbatasan dengan Myanmar ini sangat diminati wisatawan untuk kegiatan alam seperti berperahu, trekking dan berkemah.
Kami berangkat dari Chiang Mai ke bandara Mae Hong Son (MHS) menggunakan maskapai Kan Air, pesawat baling-baling yang memakan waktu terbang sekitar 35 menit. Alternatif lainnya adalah dengan menggunakan bus selama tiga jam perjalanan.
Untuk memaksimalkan dua hari di Mae Hong Son, kami menyewa layanan tur perjalanan termasuk penjemputan di bandara, perjalanan ke 8 situs wisata, sekaligus mengantar sampai ke tujuan akhir kami yaitu Pang Oung.
Mengagumi Panorama di Wat Phra That Doi Kong Mu
Situs pertama perjalanan wisata kami di provinsi terbesar kedelapan (dari 76 provinsi) di Thailand ini adalah ke kuil Phra That Doi Kong Mu. Di dalam kuil yang dibangun pada tahun 1860 ini terdapat dua candi dan dua wihara.
Saya suka salah satu candi yang bercat putih bertingkat delapan yang di dalamnya mengabadikan gambar Buddha dengan menara emas di atasnya.
Begitupun sebaliknya, dari puncak bukit Doi Kong Mu saya dapat melihat pemandangan 360 derajat Mae Hong Son, danau Chong Kham, lembah Pai dan kota negara tetangga, Birma, Myanmar.
Menjenjangkan Leher di Karen Tribe Village
Mayoritas (60 persen) penduduk di Provinsi Mae Hong Son terdiri dari suku-suku yang tinggal di perbukitan atau disebut Hill Tribe. Termasuk Hmong, Yao, Lahu, Lisu, Akha, Shan dan suku Karen.
Siang hari, kami mengunjungi desa Suku Karen yang terkenal dengan kelompok wanita berleher panjang atau long-neck. Wanita suku Karen diidentifikasi oleh tumpukan cincin kuningan besar yang mereka kenakan di leher sejak kecil.
Di sini kami sempat memakai cincin-cincin besar di leher yang disediakan oleh para wanita Karen. Beratnya seakan memakai kalung rantai besi membuat saya sulit menggerakkan leher ke kiri dan ke kanan, apalagi menunduk.
Kami berdua terlihat angkuh dengan dagu terangkat layaknya model saat melintasi catwalk.
Melintasi Su Tong Pae Bamboo Bridge
Di situs ketiga kami berjalan di atas sebuah jembatan bambu sepanjang 500 meter dikitari sawah di desa Ban Kung Mai Sak. Konstruksi jembatan bambu Su Tong Pae ini sangat sederhana namun indah dengan sawah padi hijau di sekelilingnya.
Jembatan yang digunakan oleh penduduk desa ini menghubungkan Mae Sa Nga River dengan kuil di salah satu ujungnya.