Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedai Kopi di Tengah Lanskap Erupsi Gunung Merapi

Kompas.com - 22/03/2017, 08:04 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

SLEMAN,KOMPAS.com - Pasca erupsi 2010, Kabupaten Sleman yang terletak di sisi selatan Gunung Merapi, DI Yogyakarta, menjadi destinasi wisata yang populer oleh Volcano Tour. Pengunjung bisa menikmati sisa-sisa keperkasaan awan panas dengan menyewa mobil Jeep atau motor trail.

Saat liburan ke kawasan tersebut, ada satu warung kopi yang tak boleh dilewatkan. Kopi Merapi, begitu namanya, terletak di Dusun Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Kabupaten Sleman. Di warung ini pengunjung dapat menikmati seduhan biji kopi yang ditanam langsung di tanah vulkanik lereng Gunung Merapi, baik jenis arabika maupun robusta.

BACA: Menyesap Kopi Bercita Rasa Tembakau di Temanggung

Di sekitar Kopi Merapi, masih terdapat bekas material vulkanik pasca erupsi tahun 2010. Bebatuan besar tersebar di sekitar warung.

Sembari menikmati kopi, pengunjung dapat melihat langsung panorama Gunung Merapi. Bangunan warung yang terbuat dari kayu menambah sensasi suasana pedesaan ala kaki Merapi.

KOMPAS.com / Wijaya Kusuma Dua pengunjung warung Kopi Merapi saat menunggu pesanan kopi sembari menikmati alam kaki Gunung Merapi

Jika ingin menikmati kopi sambil menikmati pemandangan, beranjaklah ke bagian utara warung. Di sana terdapat kursi kayu dan meja batu yang terdapat di bawah pohon. Suasana pedesaan sangat terasa apabila menyeruput kopi sambil mengunyah pisang goreng atau tempe goreng yang juga tersedia di warung tersebut.

Pemilik Kopi Merapi adalah Sumijo. Saat ditemui Kompas.com, pria itu bercerita bahwa pada awalnya ia menekuni bidang perkebunan kopi dan menjadi ketua koperasi. Namun erupsi Gunung Merapi pada 2010 lalu membuat rumah dan perkebunan kopi miliknya hancur.

"Dulu kerja di Merapi Golf. Tetapi karena ingin fokus ke kopi, tahun 2010 saya memutuskan kepada Kompas.com, Rabu (15/03/2017).

BACA: Sensasi Menyeruput Kopi Berlatar Belakang Gunung Sindoro-Sumbing

Pasca erupsi, Sumijo pun memutar otak untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Pria asli Sleman ini lalu mempunyai ide untuk membuat Kopi Merapi.

"Saya kebetulan memang petani kopi di Merapi. Untuk memenuhi hidup sehari-hari keluarga akhirnya saya buat warung kopi," bebernya.

KOMPAS.com / Wijaya Kusuma Dua pengunjung saat menikmati Kopi Merapi sambil bercengkrama santai

Namun demikian, ide Sumijo membuka usaha warung kopi Merapi terbentur biaya. Seorang teman yang mendengar ide tersebut lalu meminjami uang untuk modal. "Teman saya waktu itu meminjami uang kalau tidak salah, sekitar Rp 3 juta," urainya.

Dengan modal yang cukup mepet itu, Sumijo membuka usaha warung kopi Merapi. Guna menghemat biaya, Sumijo memanfaatkan metarial rumahnya yang masih bisa digunakan untuk membangun warung di Dusun Petung.

"Saya harus menghemat pengeluaran. Mengumpulkan kayu-kayu bekas rumah yang hancur karena erupsi. Lalu bekas shelter saya bawa untuk membangun warung," ucapnya.

BACA: Menyeruput Kopi di Garasi Mobil Ali Sadikin

Pada 17 November 2012, Sumijo dan istrinya yang bernama Sukirah secara resmi membuka warung Kopi Merapi di Dusun Petung. Sumijo menjelaskan konsep yang diusung di warung Kopi Merapi miliknya adalah tradisional. Artinya, cara pengolahan biji kopi semua dengan cara tradisional.

"Disangrai menggunakan wajan dari tanah liat, bahan bakarnya kayu. Jadi benar-benar dipertahankan tradisionalnya," tuturnya.

Harga segelas kopi Merapi jenis arabika dihargai Rp 8.000. Sedangkan harga segelas kopi Merapi robusta Rp 5.000.

Seiring berjalannya waktu, pengunjung warung kopi miliknya cukup banyak. Bahkan pada hari biasa bisa mencapai sekitar 100 orang. Pengunjung biasanya datang sekaligus untuk menikmati sunrise.

"Kalau hari libur atau weekend bisa mencapai 200 orang sampai 300 orang. Kami memang tidak buka 24 jam," tegasnya.

KOMPAS.com / Wijaya Kusuma Sukirah (Istri Sumijo) saat mensangrai biji kopi Merapi dengan cara tradisional

Menurut Sumijo, kopi Merapi yang ditanam di tanah vulkanik berbeda dengan kopi lainnya. Rasa kopi Merapi cenderung lebih halus.

"Kopi Merapi itu menurut saya lebih halus. Kalau orang-orang menyebutnya kopi cewek," ujarnya.

BACA: Menikmati Malam di Ungaran Ditemani Kopi Klotok, Ini Tempatnya...

Diakui Sumijo, erupsi Gunung Merapi pada 2010 lalu memiliki nilai positif di mana perekonomian warga semakin meningkat dengan hadirnya destinasi wisata. Selain itu, imbasnya adalah Kopi Merapi semakin terkenal dan digemari.

"Alhamdulilah, saya sudah bisa mengembalikan uang modal pinjaman dari teman itu. Rencananya, ke depan saya akan mengembangkan lagi warung Kopi Merapi," pungkasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com