KOMPAS.com - Tetua adat Kampung Runus dan Rajong serta kampung sekitarnya di Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur selalu setia memakai “Rombeng Rajong”.
“Rombeng Rajong” merupakan topi khas Suku Rajong. "Rombeng" berarti topi dan "Rajong" adalah nama kampung yang unik di wilayah Utara dari Manggarai Timur.
Tetua adat dan orang dewasa di Rajong selalu memakai Rombeng Rajong untuk menghormati leluhur dari Kampung Rajong. Rombeng Rajong merupakan topi khusus yang dipakai oleh tokoh adat di rumah gendang di Kampung tersebut.
Saat acara ritual Soso Uwi di rumah gendang di Kampung Rajong, Tua adat di rumah adat di kampung itu memakai Sufi.
(BACA: Menarilah Bersama Penari Pua Kopi di Flores)
Sufi adalah topi Rajong berbentuk bulat yang tidak diberi pewarna. Sufi ini dipakai khusus oleh tetua adat di kampung itu. Orang dewasa dan anak muda dilarang memakai Sufi tersebut. Sufi dipakai oleh pemangku adat.
Ritual soso Uwi merupakan ritual syukuran tahunan setelah panen hasil ladang dan lainnya. Soso artinya bersih sedang Uwi berarti ubi hutan yang berbentuk bulat.
Jadi ritual Soso Uwi adalah ritual membersihkan ubi di batas tahun dengan ditandai syukuran demi menghormati alam semesta yang sudah memberikan berkat berlimpah bagi kelangsungan hidup masyarakat di wilayah Rajong tersebut.
Kelangsungan ritual Soso Uwi selalu dilaksanakan pada bulan September di Kampung Langgasai dan Walan setiap tahun sebagai tahun kalender para petani di Kecamatan Elar Selatan.
(BACA: 5 Tempat Wisata Pilihan di Maumere, Jantung Hati Flores)
Saat ritual itu berlangsung, tetua adat di Kampung Langgasai, Walan, Runus, dan Rajong memakai Sufi sebagai tanda tetua adat dan pemangku adat di kampung tersebut.
Orang muda, orang dewasa juga orangtua yang tidak memiliki jabatan dalam perkampungan tidak memakai Sufi melainkan memakai Rombeng Rajong dengan gambar bintang serta memiliki pewarna dalam topinya yang berbentuk segi empat atau topi lonjong.
Kornelis Sambi (60), Benediktus Besi, Heribertus Nganu dan Stanislaus Rande saat berjumpa dengan KompasTravel di Kampung Mbapo, Desa Lembur, Kecamatan Kota Komba dalam sebuah acara kekeluargaan, Selasa (21/3/2017) lalu menjelaskan, topi adat khas Suku Rajong disebut Rombeng Rajong.
Selama ini orang luar sering menyebut Topi Rajong. Sesungguhnya itu keliru. Yang sebenarnya adalah Rombeng Rajong. Rombeng Rajong merupakan warisan leluhur orang Rajong.
"Rombeng itu ada kekhasan di bagian pinggir topi dengan gambar bintang. Seperti yang kami berempat pakai ini adalah Rombeng Rajong. Ada anyaman bintang di pinggir Rombeng ini. Kalau dipakai oleh pemangku adat tidak memiliki bintang di pinggirnya. Itu yang disebut Sufi karena mulus tanpa pewarna di seluruh topinya," katanya.
Sambi menjelaskan, orang Rajong bisa membedakan antara topi yang dipakai oleh pemangku adat dengan warga biasa. Orang Rajong tidak sembarang memakai topi.
"Kita bisa membedakan antara pemangku adat dan bukan diketahui dari cara memakai topinya. Terlebih pada ritual-ritual adat di Kampung Rajong dan sekitarnya. Orang muda dan orang tua yang tidak memiliki jabatandi lembaga adat dilarang memakai topi Sufi," katanya.
"Topi Sufi sebagai keramat yang hanya dipakai oleh pemangku adat dan tua-tua adat di kampung. Topi Sufi sebagai topi menghormati para leluhur yang sudah mewariskan topi itu secara turun temurun," tambah Sambi.
Dia melanjutkan, topi Sufi dilarang jual kepada umum, melainkan yang bisa dijual adalah Rombeng Rajong dengan motif bintang di pinggir kiri dan kanan dari topi tersebut.
"Kami sangat taat dalam memakai benda-benda adat termasuk topi adat. Kami tidak boleh melanggar dalam memakai topi adat di wilayah Kampung Rajong dan sekitarnya," katanya.
Cara Membuat Rombeng Rajong dan Sufi
Heribertus Nganu, sebagai salah perajin Rombeng Rajong dan Sufi dari Kampung Runus dan Rajong kepada KompasTravel pada pertengahan Maret 2017 lalu menjelaskan, bahan dasar dalam membuat Rombeng Rajong dan Sufi berasal bambu halus, bahasa lokalnya Nghelung dan Pering.
Bambu halus itu dianyam, ditambah dengan tali dari hutan, dalam bahasa lokalnya Werek yang agak muda diiris menjadi sangat kecil. Selanjutnya disulam dengan anakan tali, dalam bahasa lokal aur.
"Prosesnya agak lama untuk menghasilkan satu Rombeng Rajong dan Sufi. Orang-orang terampil seperti kaum perempuan yang terlatih bisa menganyam Rombeng Rajong dan Sufi. Saya mempunyai kelompok perajin Rombeng Rajong dan Sufi. Ini saya lakukan bersama anggota kelompok agar Rombeng Rajong dan Sufi tetap lestari di tengah maraknya topi-topi modern yang dijual sampai di kampung," ujarnya.
Kulit sorghum direbus hingga masak lalu Rombeng Rajong yang sudah dianyam dicelupkan kedalam air sorghum yang sedang masak. Makanya, warna akan berubah sesuai dengan pewarna dari kulit sorghum.
Nganu menjelaskan, harga Rombeng Rajong dan Sufi berkisar dari Rp 300.000 sampai Rp 600.000 karena proses pembuatan yang teliti serta bahan-bahannya secara alamiah diambil hutan.
Stanislaus Rande, penjaga rumah adat di Kampung Runus kepada KompasTravel mengatakan Rombeng Rajong dan Sufi sudah berusia ratusan tahun. Dan topi khas orang Manggarai Timur yang pertama berasal dari wilayah Rajong dan Runus.
"Kami berharap Rombeng Rajong dan Sufi dijadikan topi khas Manggarai Timur. Kegagahan kita akan ditentukan juga oleh keunikan topi yang kita pakai di kepala," katanya.
Kepala Desa Mosingaran, Kecamatan Elar Selatan, Yoseph Frumentius Dima kepada KompasTravel, Kamis (30/3/2017) di Kantor Bupati Manggarai Timur di Lehong menjelaskan, Rombeng Rajong dan Sufi merupakan topi khas Manggarai Timur yang berasal dari wilayah Kecamatan Elar.
Dima menjelaskan, Pemkab Manggarai Timur melalui instansi terkait pernah memberikan semangat kepada warga di Kecamatan Elar Selatan untuk memproduksi topi ini.
Warga merespons dengan cepat dengan membentuk kelompok perajin dan menganyam Rombeng Rajong tersebut. Ketika Rombeng Rajong ada banyak dan dibawa ke Kabupaten Manggarai Timur, sama sekali ada dukungan dengan membelinya.
"Saat itu warga kecewa dan tidak memproduksi lagi Rombeng Rajong dengan banyak melainkan untuk kebutuhan sendiri di sekitar Elar Selatan. Tapi ke depan diupayakan membangkitkan kembali untuk menganyam Rombeng Rajong sebagai topi khas dari Manggarai Timur,” katanya seusai dilantik Bupati Manggarai Timur, Yoseph Tote di Aula Pusat Perkantoran Manggarai Timur di Lehong.
Frans Sarong, kepada KompasTravel, di Kampung Mbapo, Desa Lembur mengatakan, Rombeng Rajong merupakan topi tertua khas masyarakat dari Elar Selatan khususnya dan Manggarai Timur umumnya.
"Topi ini harus menjadi branding bagi produk lokal khususnya topi khas Manggarai Timur. Ada juga topi rongga, topi songke dan topi rea yang merupakan kekhasan Manggarai Raya di Flores Barat. Geliat pariwisata di Flores Barat dengan binatang komodo akan berdampak bagi orang-orang Flores untuk memperkenalkan produk khasnya kepada wisatawan serta para pencinta topi-topi unik dari seluruh Indonesia," kata Frans.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.