Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertemu Edelweis di Puncak Wanggameti Pulau Sumba

Kompas.com - 08/04/2017, 19:10 WIB
Markus Makur

Penulis

Bahkan, edelweis seumpama dengan seorang bidadari yang sangat cantik. Seorang lelaki berjuang penuh pengorbanan untuk meraih cintanya.

"Kalau pernyataan cinta kepada seorang gadis ditandai dengan pemberian bunga edelweis yang segera terbayang adalah pengorbanan yang tidak ringan karena mengambilnya dari kawasan pegunungan," kata Surahman.

Edelweis yang biasanya mekar antara Maret, April dan Agustus ternyata sangat disukai berbagai jenis serangga, seperti kupu-kupu, tabuhan dan lebah.

Kepala Resor Wanggameti, Oktovianus Klau dan Fabianus Beremau kepada KompasTravel menjelaskan, ancaman serius terhadap tumbuhan edelweis di kawasan hutan Wanggameti adalah kebakaran padang savana di musim kemarau.

"Kami selalu berpatroli di seluruh kawasan ini agar warga di sekitar kawasan itu tidak bakar padang savana. Bahkan, kami menginformasikan bahwa puncak gunung Wanggameti sebagai tujuan wisatawan asing dan peneliti untuk mendaki gunung," ujarnya.

Oktovianus menjelaskan, pihaknya bekerja sama dan melibatkan warga setempat untuk sama-sama menjaga kelestarian hutan. Bahkan, warga setempat dijadikan pemandu lokal untuk wisatawan yang ingin mendaki puncak tertinggi Wanggameti di Pulau Sumba.

Kepala Bagian Tata Usaha TN MataLawa Pulau Sumba, Tri Wiyato menjelaskan, dirinya pernah memandu wisatawan asing naik ke puncak Wanggameti sekitar beberapa tahun lalu.

"Banyak hal yang dapat dilihat di atas puncak gunung Wanggameti. Menikmati matahari terbit dan terbenam, bahkan bisa memotret burung langka di Pulau Sumba. Pohon-pohon besar seperti di hutan amazon dapat dijumpai di kawasan itu,” katanya.

Umbu Naimana Wanggameti (Raja Wanggameti) kepada KompasTravel mengatakan kawasan hutan Wanggameti merupakan kawasan keramat dari warga Marapu Wanggameti dan sekitarnya.

Kawasan itu dijaga oleh leluhur orang Wanggameti agar tetap lestari. Bahkan, di sekitar kawasan itu dikelilingi kuburan leluhur Wanggameti untuk menjaga hutan.

Umbu Naimanna menjelaskan, ritual Hamayang dari kepercayaan Marapu untuk menjaga kelangsungan hutan serta melarang orang-orang untuk mengambil kayu, rotan dan sejenisnya dari kawasan Wanggameti.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Kuburan leluhur orang Wanggameti di sekitar kawasan Hutan Wanggameti, Desa Wanggameti, Kecamatan Matawae Lapau, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (25/3/2017). Kepercayaan Marapu bahwa kawasan hutan Wanggameti dijaga oleh leluhurnya.
Jika orang Wanggameti melanggar kesepakatan adat dengan leluhur, maka, orang itu akan digigit ular, babi hutan dan disambar petir di tengah hutan sampai di rumahnya.

"Kami memiliki kesepakatan adat dengan leluhur bahwa kawasan hutan Wanggameti adalah kawasan keramat. Hutan itu dijaga leluhur orang Sumba. Bahkan, kawasan itu dikelilingi kuburan leluhur orang Sumba. Jadi wisatawan asing dan Nusantara yang mendaki puncak gunung Wanggameti harus dipandu warga setempat,” kata Umbu Naimanna. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com