Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengajak Kaum Muda Menikmati Kereta Api Kuno

Kompas.com - 11/04/2017, 06:37 WIB

DARI Stasiun Ambarawa menuju Stasiun Bedono, Jawa Tengah, HM Sudono (63) menceritakan asal usul si Boni, lokomotif uap berusia 115 tahun. Dia berhasil membawa generasi muda menyelami sejarah kereta api uap dalam 100 menit perjalanan.

Sudono adalah tenaga profesional cagar budaya di Stasiun Ambarawa. Dia pernah menjabat kepala Stasiun Ambarawa selama 10 tahun pada 1996-2006.

Pada Sabtu (1/4/2017) pagi, Sudono menemani perjalanan tamu undangan majalah Jateng Travel Guide edisi V yang mayoritas generasi muda.

Pagi itu, rombongan berkumpul di Stasiun Ambarawa yang bernama asal Stasiun Willem I. Stasiun dibangun Nederlandsch Indische Spoorweg Maatscappij seiring invasi militer Belanda ke Pulau Jawa. Saat itu, Belanda membuka jalur Yogyakarta-Magelang kemudian merambah ke Ambarawa dan Semarang.

(BACA: Ingin Naik Kereta di Museum Ambarawa? Begini Caranya)

Bunyi peluit panjang terdengar nyaring. Lokomotif mesin uap yang menarik dua gerbong kayu berwarna hijau memasuki stasiun.

Lokomotif uap buatan tahun 1911 itu berwarna hitam pekat dan mempunyai cerobong asap di bagian depan. Melalui pengeras suara, Sudono mengumumkan kereta berangkat 5 menit lagi.

Aqidah Rahmawati (22) dan Putri Fajar (22), alumni Universitas Negeri Semarang, bergegas memasuki gerbong dan menempati kursi dekat jendela tanpa kaca.

(BACA: Serunya Naik Kereta Tua di Museum Kereta Ambarawa)

Mereka mengarahkan pandangan ke papan kayu bertuliskan informasi pembuatan kereta. Ini adalah pengalaman pertama menumpangi kereta api uap.

”Biasanya cuma lihat di gambar atau film kartun. Senang sekali dapat kesempatan naik kereta uap,” ujar Rahma.

Kereta api uap itu mulai jalan perlahan meninggalkan Stasiun Ambarawa yang terletak di ketinggian 474 meter di atas permukaan laut (mdpl) menuju Stasiun Bedono pada ketinggian 711 mdpl.

Sudono mempersilakan penumpang berdoa memohon kelancaran perjalanan. Dengan kecepatan berkisar 5-10 kilometer per jam, kereta perlahan melewati desa-desa.

Sudono bercerita, si Boni berbeda dengan koleksi lokomotif lain di Museum Ambarawa. Lokomotif mesin uap memiliki roda bergerigi untuk mengait rel bergerigi di jalur setelah Stasiun Jambu, berjarak sekitar 5 kilometer dari Stasiun Ambarawa, menuju Stasiun Bedono.

Roda bergerigi ini terbilang unik karena hanya bisa ditemukan di Indonesia, Swiss, dan India.

Si Boni mulai beroperasi sejak jalur Ambarawa-Secang selesai dibangun awal tahun 1900-an. Dulu, kereta digunakan untuk mengangkut komoditas pertanian, seperti kopi ke Pelabuhan di Semarang untuk ekspor.

Tidak hanya mengangkut hasil pertanian, si Boni pernah ditumpangi prajurit-prajurit Indonesia menuju Ambarawa.

Di Stasiun Jambu, kereta berhenti sekitar 45 menit. Lokomotif yang tadinya berada di depan kedua gerbong kayu kini dilepaskan dan dipindahkan ke belakang.

”Lokomotif akan mendorong kedua gerbong. Itu dilakukan karena menuju Stasiun Bedono kemiringan mencapai 64 per mil,” kata Sudono kepada salah satu penumpang.

Eksklusif

Belasan kali mengunjungi Museum Ambarawa, baru kali ini Lasti Nur Satiani (42) dan sang anak Lathan Sagunadarmawar (10) berhasil naik kereta api uap.

Kereta kuno itu memang tak dijalankan secara reguler sehingga masyarakat tak bisa mengaksesnya. Padahal, generasi muda patut mengetahuinya.

”Unsur kesejarahan sangat tinggi. Generasi muda terutama harus paham agar mereka tidak melupakan sejarah dan mengetahui transformasi moda angkutan,” ujar Lasti.

Kepala PT KAI Daop IV Semarang Wiwik Widayanti mengatakan, Stasiun Ambarawa sebenarnya memiliki tiga lokomotif mesin uap. Namun, lokomotif dalam perbaikan karena minimnya suku cadang. ”Biaya operasional dan perawatan kereta cukup tinggi,” kata Wiwik.

Untuk sekali perjalanan sekitar 10 kilometer, kereta api ini uap membutuhkan 3 meter kubik kayu jati. Adapun harga kayu jati dari Perum Perhutani Jateng sekitar Rp 1,5 juta per meter kubik.

Tapi, penumpang masih bisa menumpangi kereta api wisata dengan lokomotif diesel. Harga tiket Rp 50.000 per penumpang yang dibuka setiap hari Minggu dan libur nasional.

Adapun rute perjalanan yang dibuka adalah Stasiun Ambarawa-Stasiun Tuntang dan Stasiun Ambarawa-Stasiun Bedono. Dalam sehari ada tiga keberangkatan, yakni pukul 08.00, 11.00, dan 14.00. Sekitar 120 penumpang diangkut sekali jalan. Wisata ini tak pernah sepi. (KRN)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 April 2017 di halaman 22 dengan judul "Ajak Kaum Muda Menikmati Kereta Api Kuno".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com