(BACA: Tauco, Satu Nama Banyak Rasa)
Di Tegal, tidak ada yang bisa membuat tauco seenak buatan orang-orang beretnis Tionghoa atau setidaknya punya darah campuran Tionghoa.
”Kalau tidak ada tauco, ya enggak enak,” kata Cici yang masakannya mengantarkan dia dan rekan-rekannya menjadi juara pertama lomba masak itu. Mereka menyisihkan 33 kontestan lainnya.
Tauco adalah hasil fermentasi kedelai dicampur tepung. Di sejumlah daerah di Sumatera, Sulawesi, dan Jawa, banyak pembuat tauco dengan rasa yang berbeda-beda. Artinya, tidak ada standar rasa. Juga ada yang kering dan basah.
Di Tegal, tauco basah yang digunakan untuk soto. Rasanya gurih dan lembut. Tidak setajam tauco di Medan, misalnya. Tukang masak soto tauco biasanya membeli tauco yang dijual bebas di pasar tradisional seharga sekitar Rp 40.000 per kilogram. Satu kilogram tauco cukup untuk 20 mangkok soto.
Biasanya, pembuat soto tidak begitu saja memperlakukan tauco sebagai bahan soto. Mereka memberi sentuhan pribadi yang nantinya memunculkan keunikan rasa di setiap soto.
Cici, misalnya, menumbuk tauco biar lebih lembut dan mudah bercampur dengan kuah dan merasuk ke daging soto. ”Sebelum disajikan, kami goreng lagi tauconya biar lebih gurih.”
Di warung-warung di Tegal, soto tauco ini dijual dengan rasa yang tidak seragam. Tiga kali makan soto tauco di tempat berbeda memberi sensasi rasa yang berbeda. Mulai dari yang lembut banget mirip soto kudus sampai yang nendang, seperti ada rasa getir bercampur gurih di lidah.
Kota kuliner
Tidak ada catatan sejak kapan soto tauco ini muncul. Namun, jika dilihat dari sejarah, setidaknya sejak 180 tahun lalu etnis Tionghoa sudah ada di Tegal.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.