Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salatiga Jadi "Indonesia "Mini" di Indonesian International Culture Festival

Kompas.com - 23/04/2017, 13:02 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

SALATIGA, KOMPAS.com - Barisan tim CS Marchingblek Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga kompak mengenakan kostum serba hitam mengawali barisan Pawai Budaya Indonesian International Culture Festival (IICF) 2017, Sabtu (22/4/2017) siang. Disusul di belakangnya barisan 18 etnis yang menggunakan pakaian adat dari masing-masing daerah.

Ada pula lima partisipan internasional yang menambah semarak pembukaan perayaan keberagaman budaya di UKSW tersebut. Pawai yang mengular mencapai panjang hampir 2.000 meter ini pun menyedot perhatian warga kota Salatiga, kota yang sering dijuluki sebagai "Indonesia Mini" ini.

Jalan-jalan yang dilalui pawai ini yaitu mulai Jalan Diponegoro, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Langensuko, Jalan Moh. Yamin, Jalan Kartini dan Jalan Monginsidi dipadati oleh masyarakat yang ingin menyaksikan. Warna lain disajikan oleh peserta IICF tahun ini, tidak sekadar berjalan dengan menggunakan pakaian adat masing-masing, tetapi mereka juga membawa serta miniatur rumah adat dan mengenalkan tarian tradisional kepada warga Salatiga.

Tarian penyambutan di salah satu titik yang menjadi pusat perhatian warga adalah Bundaran kaloka, karena di lokasi ini para peserta IICF unjuk kebolehan menampilkan tarian tradisional dari daerah masing-masing.

Mahasiswa yang tergabung dalam etnis jawa misalnya membawakan tari Sesonderan untuk ditampilkan. Tiga penari dengan menggunakan pakaian bernuansa merah muda, kuning, dan merah tampil luwes menarikan tarian penyambutan tamu dari Malang, Jawa Timur ini.

Tak mau kalah, mahasiswa dari Maluku tampil apik membawakan tarian cakalele atau tarian perang tradisional yang biasanya ditarikan untuk menyambut tamu maupun perayaan adat. Tarian ini ditarikan oleh belasan penari pria yang mengenakan kostum didominasi warna merah serta memakai penutup kepala warna merah yang disisipi bulu putih.

kompas.com/ Syahrul Munir Masyarakat Salatiga nampak memadati Bundaran Kaloka untuk menyaksikan penampilan etnis yang menyuguhkan tarian tardisional dalam Pawai Budaya IICF UKSW 2017, Sabtu (22/4/2017)
Barisan pawai IICF ditutup dengan barisan etnis Perwasus (Sumba) dengan lima mahasiswa menunggangi kuda. Kuda tersebut sengaja ditampilkan, karena kuda merupakan salah satu hewan yang disakralkan oleh masyarakat Sumba.

Sementara itu, di titik lainnya, setiap etnis memperkenalkan miniatur rumah adat seperti rumah adat Baileo dari Maluku, Tongkonan dari Toraja, Rumah Bolon dari Batak Toba, Siwaluh Jabu dari Batak Karo, Rumah Honai dari Papua, Joglo dari Jawa dan masih banyak lainnya. Seluruh miniatur tersebut, disusun oleh mahasiswa etnis sehingga tampak apik menyerupai aslinya.

Pawai Budaya IICF tahun ini turut dimeriahkan oleh Drumblek Gadalisa, Drumblek Gareng, serta Salatiga Etnic Batik Carnival (SEBC). Pawai Budaya IICF dibuka secara resmi oleh Pj Walikota Salatiga Ahmad Rofai, didampingi Rektor UKSW Prof. Dr (H.C) Pdt. John A. Titaley, Th.D, Pembantu Rektor IV Martha Nandari S. Handoko, MA, Kapolres Salatiga, AKBP Happy Perdana Yudianto, serta Komandan Kodim 0714/Salatiga Letkol Asjur Bahasoan.

Melalui sambutannya, Ahmad Rofai berharap pesta keragaman budaya di kampus UKSW ini dapat selaras dengan dengan kota Salatiga yang masyarakatnya juga terdiri dari multietnis dan agama.

"Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini karena telah mendukung perdamaian dan kerukunan di kota Salatiga. Dinobatkannya Salatiga sebagai salah satu kota toleran tak lepas dari peran serta adik-adik mahasiswa dalam menjaga keberagaman yang ada di Salatiga," kata Rofai.

Sementara itu, Rektor UKSW berharap melalui gelaran IICF 2017 dapat menjadi bukti bahwa UKSW ingin menjadi perguruan tinggi Kristen di Indonesia yang berakar pada ke-Indonesia-an. Hal ini seturut dengan visi UKSW yang telah dibuktikan dengan hadirnya ratusan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia sejak pertama kali kampus ini didirikan.

"Sejak pertama berdiri, universitas ingin mendukung Indonesia dengan segala keberagamannya. Hal ini berhasil kita capai sehingga UKSW dikenal sebagai Indonesia mini. Saya berharap apa yang telah mahasiswa dapatkan disini dapat dikembangkan saat kembali kedaerah dengan menjadi pendukung keberagaman di daerah masing-masing," pesannya.

kompas.com/ syahrul munir Masyarakat Salatiga nampak memadati Bundaran Kaloka untuk menyaksikan penampilan etnis yang menyuguhkan tarian tardisional dalam Pawai Budaya IICF UKSW 2017, Sabtu (22/4/2017)
Kampung Budaya & Culture Festival serta Food Festival Ketua Panitia IICF 2017, Gabrielle Josephine Rotti, menuturkan IICF tahun ini masih akan berlanjut pada Selasa (25/4/2017) sampai Kamis (27/4/2017) mendatang. Seluruh kegiatan dalam tiga hari tersebut akan terangkum dalam Kampung Budaya, Culture Festival, dan Food Festival.

Kegiatan ini dipusatkan di Lapangan Basket UKSW yang juga akan diisi dengan stand yang dihias sesuai suasana kampung halaman masing-masing etnis. Sedangkan di panggung utama, akan ditampilkan tarian daerah dan festival band etnis.

"Setiap harinya, kegiatan akan dimulai pukul 10.00 sampai 21.00. Secara khusus dalam Food Festival akan ditampilkan icip-icip kuliner khas etnis pada Rabu mulai pukul 13.00 sampai 14.30," ungkapnya.

Sementara itu, sebagai puncak acara akan digelar Closing Party yaitu gebyar seni sebagai penutup seluruh rangkaian acara IICF, Kamis (27/4) mulai pukul 18.00. Kedelapan belas etnis yang terlibat dalam pagelaran IICF tahun ini adalah Ikmapos (Poso), Ikmasja (Jawa), Perwasus (Sumba), Porodisa (Talaud), Toraja, Pinaesaan (Minahasa), Batak Simalungun, HIPMMA (Maluku), IGMK (Batak Karo), IKMASTI (Mahasiswa Timur), Alor, KEMAMORA (Halmahera), K’MPLANG (Lampung), HIMPPAR (Papua), PAMPAKAT (Kalimantan Tengah), PERKKASA (Kalimantan), Nias, dan Batak Toba.

Selain etnis nusantara. dalam pagelaran IICF ini juga diikuti partisipan internasional dari Timor Leste, Guatemala, Nicaragua, Mexico dan Filipina.

"Mahasiswa juga bisa mengobati rasa rindu akan kampung halamannya lewat gelaran ini. Bagi masyarakat sendiri, kegiatan ini tentunya bisa menjadi sarana edukasi dan pastinya juga hiburan," pungkas Gabrielle.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com