DEMAK, KOMPAS.com - Alunan gending Jawa dan kidung-kidung Jawa mengawali prosesi ruwatan massal yang berlangsung di Pendopo Notobratan di Desa Kadilangu, Kabupaten Demak, Jateng, Minggu (23/4/2017).
Berbusana serba putih, ratusan peserta ruwatan (Sukerta) dikirab menuju sendang pangruwatan untuk mengikuti prosesi siraman.
Kemudian, satu persatu 'Sukerta' ini dipotong rambut dan kukunya. Ritual ini merupakan simbol hilangnya aura jahat yang menempel di tubuh para 'Sukerta'.
Sebelumnya, para 'Sukerta' yang berasal dari berbagai daerah ini mengikuti prosesi 'Siweran' yakni peserta ruwatan disebari beras kuning dan diikat dengan tali lawe yang tujuannya untuk menyatukan 'Sukerta' agar tidak diganggu oleh mahluk jahat.
(BACA: Nasi Kropokhan, Kuliner Raja Demak yang Terlupakan)
Setelah 'Siweran', menyaksikan pergelaran wayang kulit dengan lakon Murwa Kala, yang mengisahkan tentang perjalanan hidup Batara Kala yang suka memakan anak manusia khususnya 'Sukerta', sampai akhirnya bertemu dengan dalang Kondo Buwono, kemudian Batara Kala diruwat agar tidak mengganggu 'Sukerta'.
Acara dilanjutkan dengan sungkeman kepada orang tua, sesepuh ahli waris Kanjeng Sunan Kalijaga dan dalang Kondo Buwono untuk memohon doa restu.
"Sukerta itu orang yang membawa sesuker atau aura jahat dan sebel sial yang berbarengan dengan lahirnya," kata Suwadi.
Para 'Sukerta' yang mengikuti ruwatan terdiri dari anak ontang anting, kedono kedini, tali wangke, uger uger lawang, kembang sepasang, sendang kapit pancuran, pancuran kapit sendang, bungkus, seloso kliwon, gilir kacang dan sarono.
Ruwatan merupakan ritual budaya yang melampaui batas sekat-sekat tanpa memandang agama, suku, ras dan golongan serta kebangsaan.
"Para 'Sukerta' tidak hanya dari Jawa saja, ada yang berasal dari Sunda, Sumatera dan Kalimantan. Mereka ada yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha," terangnya.
Menurut Suwadi, ruwatan adalah ikhtiar manusia untuk memohon kepada Tuhan supaya dihilangkan dari kesialan hidup dan dikabulkan cita-cita atau keinginannya melalui sarana atau laku budaya.
Salah satu 'Sukerta', Iin Retno (19), warga Desa Ringinjajar, Kecamatan Mranggen, Demak, mengatakan bahwa motivasinya ikut ruwatan untuk membuang tolak bala dan buang sengkala.
Anak ontang-anting (anak tunggal) yang masih duduk di bangku kuliah ini mengaku mengikuti tradisi leluhur agar selamat di dunia dan pada kehidupan yang akan datang. "Mudah-mudahan selama menjalani hidup tidak ada halangan, kuliah lancar dan mudah jodohnya, " kata Iin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.