Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masjid di Pulau Penyengat, Konon Dibangun dengan Bahan Putih Telur

Kompas.com - 18/05/2017, 06:08 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

TANJUNGPINANG, KOMPAS.com - Jika berkunjung ke Tanjungpinang, wisata ke Pulau Penyengat jangan sampai terlewat. Pulau yang terletak di kawasan Tanjungpinang, Kepulauan Riau itu memiliki icon yang wajib dikunjungi yakni Masjid Sultan Riau.

Letaknya sangat strategis. Berada di dekat dermaga dan persis di depan gerbang bertuliskan "Selamat Datang". Bangunan tersebut nampak megah dari luar. Warnanya kuning mencolok dengan aksen hijau. Konon, masjid ini dibangun dengan bahan putih telur sebagai perekat.

"Putih telur dicampur dengan pasir, kapur, dan tanah liat. Sejarahnya begitu," ujar marbot masjid Sultan Riau, Hambali kepada KompasTravel, Rabu (17/5/2017).

KOMPAS.COM/AMBAR NADIA Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat, Tanjungpinang.

Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman tahun 1832. Ia merupakan cucu dari Raja Haji Fisabililah, pahlawan nasional Indonesia asal Riau.

Bangunan utamanya berukuran 18 x 20 meter dan ditopang empat tiang beton. Begitu naik tangga dan melewati gerbang masjid, di sisi kiri dan kanan terdapat pendopo. Masjid tersebut memiliki 13 kubah yang bentuknya seperti bawang.

Uniknya, jumlah keseluruhan menara dan kubah di masjid ini ada 17 yang melambangkan rakaat shalat lima waktu sehari semalam. Hambali mengatakan bahwa mulanya masjid tersebut dibangun dengan kayu. Bentuknya juga kecil, tidak sebesar saat ini. Namun, lama-lama masjid itu tak muat menampung masyarakat Pulau Penyengat untuk beribadah.

"Atas prakarsa Raja Abdurrahman, baru dibangun seperti ini," kata Hambali.

Al Quran Tulis Tangan

Hal menarik lainnya dari masjid ini yaitu ayat suci Al Quran yang ditulis tangan oleh Abdurrahman Stambul. Bukan Raja Abdurrahman yang memprakarsai masjid ini, melainkan penduduk biasa di Pulau Penyengat.

Abdurrahman yang menulis Al Quran ini dikirim oleh Kerajaan Lingga ke Mesir untuk memperdalam ilmu agama Islam. Begitu kembali, dia menjadi guru dan terkenal dengan Khat atau kaligrafi gaya Istanbul.

"Sambil dia mengajar, punya waktu luang, dia menulis," kata Hambali.

KOMPAS.COM/AMBAR NADIA Al Quran Tulis Tangan dipajang di Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat, Tanjungpinang.

Namun, Hambali tak mengetahui berapa lama Abdurrahman menyelesaikannya. Yang jelas, Al Quran itu selesai ditulis pada 1867. Sebenarnya ada dua Al Quran tulis tangan yang disimpan di Masjid Sultan Riau. Namun, Al Quran lainnya yang ditulis orang lain itu sudah rapuh sehingga disimpan saja. Sedangkan Al Quran buatan Abdurrahman dipajang sebagai pengetahuan para pengunjung.

Pada 2015 lalu, perwakilan dari Arsip Nasional datang ke Masjid Sultan Riau untuk memberi pengawet ke Al Quran tulis tangan setiap lembarnya. "Mereka akan bertahan 100 tahun ke depan," kata Hambali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com