JAKARTA, KOMPAS.com - Udin (51) tampak sibuk mengambil nasi uduk dari wadah pada Jumat (18/5/2017) malam di bilangan Rawa Belong, Jakarta Barat. Segenggam bawang goreng lalu ia taburkan di atas nasi uduk. Tak lupa ia bertanya kepada pembeli.
"Mau pake apa?" ujar Udin akrab.
"Sayur jengkol sama empal," jawab seorang pembeli.
Dengan cekatan ia langsung menyiramkan kuah semur ke nasi uduk serta mengambil potongan jengkol. Setelah empal goreng diletakkan di atas nasi uduk, ia memberikan piringnya kepada sang pembeli.
(BACA: Mencicipi Gurihnya Nasi Uduk Semur Jengkol Bang Udin Sejak 1986)
Malam itu sekitar pukul 21.00 WIB, pembeli tak memenuhi warungnya. Namun, pembeli datang silih berganti.
"Biasanya suka ada yang gak dapat makan di meja. Jadi asal aja duduk di mana yang penting makan," ujarnya.
Usaha warung nasi uduk yang bermerek "Bang Udin" itu telah dilakoninya sejak tahun 1986. Kala itu, ia pertama kali berjualan bersama kedua orang tuanya.
"Awalnya saya bantu babeh cuci piring, ngelayanin, dan ambil air. Abis itu baru turun ngelayanin orang untuk makan," ungkapnya.
(BACA: Nasi Uduk, Kuliner Persilangan Budaya Melayu dan Jawa)
Awalnya, usaha nasi uduk adalah proyek percobaan. Dahulu sebelum tahun 1986, ayah dari Udin, Dasuki atau akrab disapa Dada adalah pedagang kembang di Rawa Belong.
Sementara, ibunya adalah pedagang kue. Ada kue lapis, lontong, dan berbagai kue lain yang dijual oleh almarhum ibunya. Dari sinilah cerita Warung Nasi Uduk Bang Udin berawal.
Dari kegelisahan para pelanggan nasi uduk milik kakak ayah dari Udin itulah keluarganya mulai menjual nasi uduk. Almarhum Dasuki menyambi berjualan nasi uduk dan kembang. Sementara, ibunya yang meracik nasi uduk serta lauk pauk lainnya termasuk semur jengkol.