Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ngabuburit" Sambil Belajar Tentang Panas Bumi di Taman Pintar

Kompas.com - 27/05/2017, 04:06 WIB
Kontributor Yogyakarta, Teuku Muhammad Guci Syaifudin

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Taman Pintar menghadirkan wahana baru menjelang bulan puasa. Obyek wisata ekspresi, apresiasi, dan kreasi sains di Kota Yogyakarta itu membuka wahana khusus panas bumi atau yang lebih dikenal sebagai geothermal.

Wahana untuk meningkatkan pemahaman dan pengembangan wawasan di bidang panas bumi itu baru saja diresmikan pada Jumat (26/5/2017). Wahana itu disebut-sebut hasil kerjasama antara pemerintah Kota Yogyakarta dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Pantauan Kompas.com, zona panas bumi ini berada di lantai 2 Gedung Kotak Taman Pintar. Sebelum menuju zona panas bumi, pengunjung bisa melihat sejumlah alat-alat unik. Itu mengapa mengunjungi lokasi wisata edukasi di Jalan Panembahan Senopati itu bisa jadi opsi "ngabuburit" atau menghabiskan waktu menjelang buka puasa di taman yang buka pukul 08.30 WIB sampai pukul 16.00 WIB itu.

Kepala Bidang Pengelolaan Taman Pintar, Afi Rosidana, mengatakan bahwa adanya zona baru itu untuk mewujudkan komitmen Taman Pintar yaitu tercapainya literasi sains di tengah masyarakat.

Selain itu, kata dia, keberadaan zona panas bumi itu juga untuk mempertahankan Taman Pintar sebagai science center kebanggaan Kota Yogyakarta.

"Jumlah zona di tempat kami itu hanya ada 47 sampai 48. Cuman setiap tiga tahun, kami refresh. Zona panas bumi ini menggantikan zona pengeboaran minyak dan gas," ujar Afi kepada Kompas.com.

Dikatakan Afi, keberadaan zona baru itu juga untuk memberikan gambaran tentang pemanfaatan panas bumi, mulai dari proses penelitian sampai proses perubahan panas bumi menjadi energi. Penggambaran itu, kata dia, dikemas dengan beberapa alat peraga dan visual yang ditampilkan melalui layar televisi.

"Jadi memasuki zona itu dimulai dengan penggambaran hutan di pegunungan, kemudian dilakukan penelitian, pengeboran sampai pengolahan di tempat produksi," ucap Afi.

Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Kementerian ESDM, Yunus Saefulhak, mengatakan bahwa keberadaan Zona Panas Bumi di Taman Pintar dapat mengubah persepsi masyarakat. Diakuinya jika banyak masyarakat yang menilai pengolahan panas bumi menjadi energi itu membahayakan dan mencemari lingkungan.

"Orang pikir cenderung energi panas bumi seperti Lapindo. Sesungguhnya Lapindo itu eksploitasi minyak dan gas yang berasal dari fosil. Sementara panas bumi, air yang dinanak keluar uap. Jadi tidak berbahaya sama sekali seperti gasnya dan lainnya. Sudah terbukti di Kamojang menghasilkan 235 megawatt," kata Yunus.

Yunus menambahkan, pembangunan infrastruktur pembangkit listrik tenaga panas bumi juga tidak menghabiskan ruang yang banyak. Bahkan, kata dia, lingkungan di sekitar wajib dijaga kelestariannya agar sumber daya panas bumi tetap terjaga dan selalu tersedia sepanjang masa.

"Dalam pembangunan infrastuktur panas bumi memang ada yg dibongkar, namun sangat kecil, hanya 1-10 persen ketimbang penambangan batu bara, kapur, atau perkebunan kelapa sawit," ujar Yunus.

Dipilihnya Taman Pintar, lanjut Yunus, lantaran pengunjungnya mencapai 1 juta orang setiap tahunnya. Secara merata pengunjungnya merupakan kalangan pelajar mulai dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas sehingga bisa memberikan edukasi yang jelas soal panas bumi.

"Katakanlah Kuningan dan Garut yang rencana kami di sana akan dikembangkan panas bumi. Pelajarnya akan kami ajak ke sini sehingga ketika pulang ke rumahnya mereka bisa bercerita kepada orang tuanya kalau panas bumi itu tidak apa-apa dan tidak ada bahayanya," tutur Yunus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com