Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahasia Membangun Soto Lamongan Pertama di Bogor

Kompas.com - 02/06/2017, 08:46 WIB
Muhammad Irzal Adiakurnia

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Soto lamongan memang sudah menginvasi Indonesia, salah satunya di Jobodetabek. Di Bogor sendiri ada soto lamongan pertama yang eksis sejak 1999, kini seolah tak pernah sepi pembeli.

Soto Lamongan Goyang Lidah yang berada di Jalan Sudirman, tenda panjangnya terpajang di antara halaman Bogor Permai dan Ruko Jenderal Sudirman.

Arief (38), pemilik yang merupakan anak dari penjual pertama soto  lamongan di Bogor menceritakan perjuangannya dulu bersama sang bapak ketika pertama kali membangun tenda kulinernya ini. Masyarakat Bogor kala itu masih asing dengan hidangan asal Jawa Timur, terlebih Lamongan kota kecil yang tak begitu dikenal kala itu.

“Susah mas dulu orang belum kenal sama soto lamongan, sama Lamongannya saja nggak tahu itu dimana,” ujar Arief kepada KompasTravel, Kamis (1/6/2017).

(BACA: Buka Malam Hari, Ini Soto Lamongan Pertama di Bogor)

Pertama-tama Arief dengan orangtuanya memang merangkul para pekerja asal Jawa Timur yang merantau ke Bogor untuk jadi pembeli. Mulai hanya mendapat laba kotor Rp 90.000 dalam sehari pada tahun pertama jualan.

Lama kelamaan usahanya pun membuahkan hasil. Kabar dari mulut ke mulut pun sampai ke masyarakat Bogor dan mau mencoba soto lamongan.

Selain itu, jika pada umumnya soto lamongan akrab dengan pecel lele dan nasi uduk dalam satu tenda jualan, di sini tidak. Arief hanya fokus berjualan soto lamongan agar terus terjaga kualitasnya.

KOMPAS.com/Muhammad Irzal Adiakurnia Segarnya Soto Lamongan Goyang Lidah di Ruko Bogor Permai Jalan Jendral Sudirman, Bogor, Kamis (1/6/2017). Satu porsi Soto Lamongan tersbut dapat dibeli seharga Rp 18.000, sudah termasuk nasi.
“Dari dulu ibu nggak mau campur pecel lele atau nasi uduk, karena nanti repot dan akhirnya asal bikin dan nggak jaga kualitas. Ayamnya saja beda sama pecel lele, bumbunya dimasak khusus dari yang lain,” ujar Arief.

(BACA: Kenapa Spanduk Soto Lamongan Bisa Sama?)

Ayam suwir yang ia gunakan memang berbeda rasanya dengan ayam potong yang dimasak dalam pecel lele. Untuk soto, ia merasa lebih cocok dengan daging ayam merah, dan ayam bangkok yang teksturnya seperti ayam kampung.

Selain itu, uniknya soto lamongan ini justru menghindari koya. Bumbu bubuk ini, menurut Arief, bisa mengganggu rasa, karena terbuat dari kerupuk yang diberi bumbu bawang.

“Kalau saya mau bisa saja pakai koya karena permintaan pasar, tapi nanti yang ada merusak rasa. Kerupuknya itu bahan yang merusak, mending bumbunya saja langsung saya pakai,” ujarnya.

Ia lebih memilih racikannya sendiri, yaitu menggunakan gilingan udang segar dan mentega ketika memasak bumbu untuk menambah kelezatan.

Dibantu 11 orang, dari keluarga dan karyawannya, kini pelanggan Soto Lamongan Goyang Lidah tak hanya dari kota Bogor, tetapi merambah BSD, Depok, Cibinong hingga Kabupaten Bogor lainnya.

Dalam satu hari, tambah Arief, Soto Lamongan Goyang Lidah bisa menghabiskan sekitar 25 ayam pada malam minggu. Sedangkan malam biasa cukup 20 ayam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com