JAKARTA, KOMPAS.com - Gedung putih bergaya kolonial itu masih tegak berdiri di Jalan Teuku Umar Nomor 1, Jakarta. Letaknya sangat strategis di pertigaan jalan antara Teuku Umar, Cut Meutia, dan Cut Nyak Dien.
Keberadaannya kian menonjol di antara bangunan lainnya. Gedung tersebut berkesan misterius sekaligus menggoda, khususnya bagi para pecinta sejarah.
Untungnya kini pintu gedung tersebut terbuka lebar. Sejak tahun 2013 gedung tersebut 'bernyawa' kembali setelah Tugu Group menjadikan gedung bernama
Gedung Kunstkring tersebut menjadi restoran dan galeri seni bernama
Tugu Kunstkring Paleis.
"Tanggal 17 April 1914 ada keramaian di Van Heutsz Boulevard, ibu kota Batavia. Gubernur Jenderal Pemerintah Hindia Belanda Frederick Idenburg secara resmi membuka sebuah gedung pusat seni Gedung Kunstkring. Didesain oleh arsitek PAJ Moojen, bangunan penuh kharisma
ini dimiliki oleh Nederlansch Indische Kunstkring, kelompok seniman dan budayawan Hindia
Belanda," tulis keterangan pers yang diterima KompasTravel, Selasa (6/6/2017).
dok. Tugu Kunstkring Ruang makan utama di Restoran Tugu Kunstkring Paleis jakarta
Awal dibukanya Gedung Kunstkring menjadi tonggak penting untuk gerakan seni di Batavia. Difungsikan sebagai bangunan tempat pameran karya pergelaran musik, kuliah seni, kelas melukis, serta perpustakaan seni hingga tahun 1942.
Hingga akhirnya pada tahun 1942 saat Belanda terusir oleh Jepang, Gedung Kunstkring beralih fungsi menjadi gedung Madjlis Islam Ala’a Indonesia dan gedung imigrasi. Rekam jejaknya masih tampak dari cat nama "Immegrase NST-DJawa Immigrasi" yang berada di bagian muka atas gedung. Usai itu Gedung Kunstkring sempat terlupakan.
Tak ada yang menyangka di usianya yang ke 99 tahun, akhirnya gedung ini kembali ke fungsi awalnya sebagai sebiah galeri seni lengkap dengan restoran.
Saat KompasTravel berkunjung ke Tugu Kunstkring Paleis, Selasa (6/6/2017) terlihat berbagai unsur sejarah Indonesia, budaya pop lawas, dan tentunya aneka benda seni yang didekor sedemikian rupa. Kesan Jawa-Kolonial yang mewah begitu terasa di dekorasi Restoran Tugu Kunstring Paleis.
Kompas.com/Silvita Agmasari Ruang multatuki di Restoran Tugu Kunstkring Paleis, Jakarta.
Hal yang paling mencolok adalah lukisan "The Fall of Java", mengisahkan penangkapan Pangeran Dipenogoro berukuran sembilan kali empat meter di tengah ruangan. Lukisan itu diketahui dilukis sendiri oleh pendiri Tugu Group,
Anhar Setjadibrata.
Penamaan ruang di restoran ini juga begitu unik. Misalnya Ruang Multatuli, nama samaran Edward Douwes Deker yang mengarang buku fenomenal di zamannya, Max Havelaar, yang mengisahkan kekejaman Belanda terhadap penduduk di Hindia Belanda.
Ada pula ruang
rijsttafel yang menceritakan sejarah penyajian hidangan yang unik ala Hindia Belanda, atau Ruang Soekarno yang memuat memorabilia dari Presiden RI pertama.
Kompas.com/Silvita Agmasari Gerai seni di Tugu Kunstkring Paleis.
Bagi tamu yang berminat, beberapa benda koleksi di Tugu Kunstkring Paleis memang dijual. Khususnya di toko seni, tempat dijualnya berbagai barang seni antik.
Untuk hidangan sendiri yang ditonjolkan dari restoran Tugu Kunstkring Paleis ini adalah penyajian cara makan ala Hindia Belanda,
Rijsttafel, yang kian langka disajikan oleh restoran di Jakarta.
Tak hanya menyajikan hidangan asli Indonesia, Tugu Kunstkring Paleis juga menyajikan hidangan Barat dan Asia.
Namun bersantap di Tugu Kunstkring Paleis sejatinya bukan hanya untuk mengenyangkan perut. Di sini, para tamu juga disajikan sebuah keindahan tentang sejarah, seni, dan budaya Indonesia dalam konfigurasi dekorasi apik nan mewah di gedung berusia 103 tahun.
************************
Ingin mencoba wisata cruise gratis Singapura - Malaka - Singapura? Caranya gampang, ikuti kuis dari Omega Hotel Management di sini. Selamat mencoba!
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.