Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mural Berdenyut di Perth

Kompas.com - 13/06/2017, 15:08 WIB

PERTH, ibu kota Western Australia, populer sebagai tujuan wisata. Maklum saja, tata kota ini memang rapi, kemacetan terkendali, lingkungan sehat, dan punya banyak bangunan bersejarah. Sebenarnya ada pesona lain yang tak kalah menarik, yaitu seni mural.

Kami mendarat di Perth International Airport pada senja yang hangat, pertengahan April lalu.

Rei Seah, Market Manager China and Indonesia for Tourism Western Australia, menjemput kami di bandara. Sepanjang perjalanan menuju hotel, perempuan itu bersemangat menunjukkan kemajuan kota ini.

(BACA: Kenapa Pilih Liburan ke Perth Ketimbang Sydney?)

Kami melintasi stadion sepak bola dengan dinding mirip batu alam berwarna kecoklatan. Bangunan itu belum kelar. ”Nanti digelar pertandingan internasional di sini,” kata Rei.

Tidak ada kemacetan lalu lintas. Mobil hanya sesekali berhenti di lampu merah. Pejalan kaki juga tak terlalu banyak. Ke mana orang-orang? Rei bilang, sebagian warga berlibur pada akhir pekan itu.

Tetapi, pada hari-hari biasa pun, jalanan tidak terlalu ramai. Dibandingkan Jakarta, dengan kemacetan yang minta ampun itu, Perth nyaris terasa lengang.

(BACA: Menjelajahi Senja dan Romantisme Kota Perth...)

Setelah rehat semalam di satu hotel di James Street, Northbridge, pagi harinya kami—rombongan wartawan dari beberapa negara Asia Tenggara atas undangan Tourism Western Australia—berjalan kaki menyusuri kota. Pagi itu sepi. Udara sedikit dingin. Kafe-kafe masih tutup.

KOMPAS/ILHAM KHOIRI Beberapa dinding bangunan dihiasi mural sehingga terasa lebih hidup di Perth, Western Australia.
Dedaunan pohon mapel, yang berderet di dekat trotoar, gemerisik ditiup angin. Burung liar beterbangan. Satu-dua orang lari pagi. Hidup seakan melambat.

Tak jauh dari hotel, masih di James Street, terpampang mural dinosaurus berwarna ungu. Mendekati taman terbuka Russell Square, ada mural seorang laki-laki dan angsa hitam, ikon kota Perth. Gambarnya sederhana dengan blok biru sebagai latar.

(BACA: Melancong Ke Perth dan Rindu Masakan Indonesia? Coba Mampir ke Restoran Ini)

Di seberang taman, ada bangunan kotak kecil berselimutkan lukisan balon warna-warni. Saat didekati, ternyata kotak itu toilet umum yang sengaja disembunyikan dengan mural, juga beberapa batang pohon zaitun.

”Wah, enak duduk di sini,” kata wartawan asal Malaysia, Fong Leong Ming, sambil meminta dipotret.

Bergeser ke Francis Street, ada dua mural besar. Satu bergambar surealis, kanguru berkepala manusia. Satu lagi, lukisan realis perempuan tua dengan baju biru. Kedua gambar itu memenuhi dinding gedung Central Institute of Technology.

Lalu, di seberang State Library of Western Australia di Francis Street, kami menelusuri jalan terbuka dengan lantai dicat warna-warni dan dilengkapi sejumlah kursi bulat.

Kawasan ini kian menawan berkat kehadiran beberapa mural. Salah satunya, gambar lelaki bertopi pada dinding lebar di dekat parkiran.

KOMPAS/ILHAM KHOIRI Kota Perth dilihat dari atas pada April 2017.
Masih banyak mural lain di sudut-sudut kota Perth. Ada lukisan binatang, pemandangan, ornamentasi, sampai kehidupan sehari-hari. Gaya visualnya bervariasi: surealis, realis, dekoratif, bahkan kubistis. Semuanya memamerkan keindahan bentuk, warna, dan adegan.

Dengan penataan yang apik, karya-karya itu membuat Perth lebih manusiawi. Menjelajah kota di pinggir Sungai Swan itu kita tak hanya dijejali gedung-gedung bertingkat, tetapi juga dihibur gambar-gambar asyik.

”Banyak orang yang ingin pensiun di sini. Suasananya santai,” kata Jason Woodthorpe, sopir dari Perth Luxury Tours, yang mengantar kami blusukan di Coral Coast Region. Tetapi, ia tak hanya bicara mural, tetapi soal kenyamanan Perth secara keseluruhan.

Kota pelabuhan

Beberapa hari kemudian, kami mengunjungi Fremantle, bagian dari kota metropolitan Perth. Kali ini kami mencicipi segway tour, yaitu jalan-jalan dengan mengendarai semacam skuter listrik yang luwes.

Dipandu Rusty Creighton, pemandu dari Two Feet & a Heartbeat, kami menyusuri kota di muara Sungai Swan itu.

Rusty menggebu menguraikan sejarah Fremantle sebagai kota pelabuhan tua. Bangunan-bangunan kuno—sebagian didirikan abad ke-19 M—terpelihara baik, seperti gereja dengan arsitektur gotik yang rumit, gedung pertemuan, bahkan penjara.

Ya, penjara yang dulu untuk mengurung para narapidana itu kini jadi tujuan wisata. Kami melongoknya sebentar. Bangunan itu berdinding tebal dengan pintu gerbang megah bergaya Inggris abad pertengahan.

KOMPAS/ILHAM KHOIRI Beberapa dinding bangunan dihiasi mural sehingga terasa lebih hidup di Perth, Australia Barat.
Fremantle juga dihiasi banyak mural. Tak jauh dari pasar, misalnya, ada lukisan tikus besar dan gurita raksasa di dinding. Lalu di dekat pelabuhan pemancingan, ada mural lelaki berkumis tebal yang lagi makan es krim. Warna-warni yang ngejreng pada gambar itu menggoda para pelancong untuk berswafoto.

”Di sini ada festival mural yang ramai. Banyak seniman terlibat,” kata Rusty. Sayang, festival itu sudah berlalu beberapa bulan lalu sehingga kami tak sempat ngobrol dengan para senimannya.

Mural punya dua wajah. Jika tak ditangani baik, katakanlah dibuat secara vandalistis, lukisan dinding itu bisa bikin kisruh kota. Namun, dengan penataan apik, seni ini justru mempermanis satu kawasan, seperti di Perth dan Fremantle.

Dinding-dinding kota itu menjadi ruang galeri bagi para seniman untuk berekspresi. Bagi warga yang melintas, karya-karya itu menawarkan rekreasi visual, barangkali juga pesan-pesan positif.

Kosmologi

Apakah semua hal demikian indah di Perth? Tidak juga, terutama terkait nasib kaum Aborigin, warga lokal yang menghuni kawasan ini sebelum bangsa Eropa berdatangan.

Beberapa lokasi wisata di kota ini mengadaptasi filosofi kaum Aborigin. Sebut saja Spanda, patung besar berbentuk lingkaran spiral setinggi sekitar 29 meter di Elizabeth Quay, ruang terbuka di pinggiran Sungai Swan.

Rusty, yang juga menemani kami mengunjungi Elizabeth Quay, menjelaskan, bentuk spiral itu mengacu pada perputaran waktu dalam kosmologi masyarakat Aborigin.

KOMPAS/ILHAM KHOIRI Seorang pengunjung tengah memotret mural di Kota Perth, Western Australia, pertengahan April lalu. Mural membuat visual kota ini lebih hidup.
Sambil mendengarkan penjelasannya, saya sempat terpikir: jika saja cerita itu keluar langsung dari mulut warga Aborigin, tentu bakal lebih seru.

Di Kings Park and Botanic Garden di Mount Eliza, kami juga melihat Aboriginal Art Gallery. Lukisan dan pernak-pernik khas warga lama Australia memenuhi ruang itu. Tetapi, kami juga tak menemukan mereka.

Lalu, di mana mereka? Tanpa sengaja, kami sempat berpapasan dengan beberapa orang Aborigin pada suatu malam yang agak dingin di dekat hotel di James Street, Northbridge. Mereka lagi berjalan-jalan.

Rei, yang menemani kami malam itu, meyakinkan kami, Pemerintah Australia memberikan jaminan sosial, kesehatan, dan pendidikan bagi warga lokal itu. (Ilham Khoiri)

************************

Ingin mencoba wisata cruise gratis Singapura - Malaka - Singapura? Caranya gampang, ikuti kuis dari Omega Hotel Management di sini. Selamat mencoba!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com