Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasakan Suasana Permukiman Tradisional Korea di Jeju Folk Village

Kompas.com - 14/06/2017, 08:21 WIB
Bayu Galih

Penulis

JEJU, KOMPAS.com - Pulau Jeju di Korea Selatan tidak hanya menyimpan keindahan alam, tapi juga kekayaan budayanya. Perpaduan alam dan budaya itu menyebabkan Jeju menjadi destinasi favorit wisatawan saat berada di Korea Selatan.

Kekayaan peninggalan budaya Jeju disebabkan sejarah panjang yang dimiliki pulau yang berada di sebelah selatan daratan utama (mainland) Korea Selatan.

Sejarah China kuno mencatat, pada abad ke-3 Masehi, Jeju merupakan wilayah kerajaan independen bernama Tamra, yang sudah menjalin hubungan dagang dengan kerajaan kuno di Korea, Jepang, hingga China.

Secara ringkas, tradisi dan budaya peninggalan Tamra dikenal dengan istilah "serba tiga", yaitu Samda (tiga yang melimpah: angin, batu, perempuan); Sammu (tiga tanpa: tanpa pencuri, tanpa pengemis, tanpa pagar); dam Sambo (tiga kekayaan: alam dan tradisi, bahasa, dan tanaman).

(BACA: Jalan-jalan ke Pulau Jeju hingga Gunung Sorak Mulai Rp 4 Jutaan...)

Dan salah satu kawasan wisata dibangun Pemerintah Jeju untuk melestarikan sekaligus memamerkan keunikan budaya tersebut, yaitu Jeju Folk Village.

Untuk menikmati kawasan wisata di wilayah Pyoseoun di Seogwipo ini pengunjung harus membayar tiket masuk sebesar 10.000 Won (sekitar Rp 120.000) untuk dewasa, 8.000 Won (Rp 96.000) untuk orang tua, 7.000 Won untuk remaja (sekitar Rp 84.000), dan 6.000 Won untuk anak (Rp 72.000).

KOMPAS.com/BAYU GALIH Harga tiket dan jam operasional di Jeju Folk Village.
Lima tema

Setidaknya ada 117 bangunan dan fasilitas yang dibangun untuk menggambarkan lima tema suasana perkampungan di Jeju pada periode 1890-an.

Adapun lima tema itu adalah Sanchon (permukiman pegunungan), Eochon (permukiman nelayan), Tosoksinangchon (permukiman keagamaan), Jeju Yeongmun (bangunan pemerintahan di masa Dinasti Joseon), serta rumah pengasingan.

(BACA: Mengenal Manisan Terlarang dari Korea)

Suasana kebudayaan Jeju masa silam sudah terasa di pintu masuk: Gapura yang memperlihatkan gaya bangunan kuno dan musik tradisional yang terdengar lembut saat kita mulai masuk ke dalam kawasan seluas 16 hektar ini.

KOMPAS.com/BAYU GALIH Replika kapal tradisional masyarakat Korea dari akhir abad ke-18 dipamerkan di bagian depan Jeju Folk Village
Replika kapal nelayan dari akhir abad ke-18 yang digunakan nelayan di Pulau Jeju menyambut pengunjung di dekat pintu masuk.

Tak jauh dari replika kapal itu, terlihat Gwangjang Waterfall, air terjun kecil yang disertai taman indah dengan aneka warna bunga. Tentu ini spot yang menarik untuk foto-foto.

KOMPAS.com/BAYU GALIH Gwangjang Waterfall menjadi salah satu spot berfoto favorit pengunjung Jeju Folk Village. Foto diambil 30 Mei 2017.
Nuansa tradisional

Semakin masuk ke dalam, kawasan pertama yang ditemui adalah permukiman pegunungan. Gambaran desa masa lalu di Jeju begitu terlihat dengan jalan setapak yang dibatasi dengan tembok-tembok batu yang hanya disusun, tanpa disemen.

KOMPAS.com/BAYU GALIH Tembok batu di jalan setapak menuju salah satu permukiman di Jeju Folk Village. Foto diambil 30 Mei 2017.
Begitu pula bangunannya, dengan tembok yang terdiri dari susunan batu dan menggunakan "semen" sederhana berupa tanah liat kering sebagai perekat. Atapnya menggunakan jerami kering berwarna cokelat.

Untuk menghadirkan suasana dari periode 1890-an, maka bangunan dan rumah itu pun dilengkapi boneka yang memperlihatkan "penghuni" yang sedang beraktivitas di dalamnya, dari membakar kayu, atau membuat perlengkapan bertani.

KOMPAS.com/BAYU GALIH Penghuni di dalam rumah yang ada di Jeju Folk Village. Foto kiri memperlihatkan perempuan di perkampungan pegunungan sedang memasak. Foto kanan memperlihatkan pemburu sedang melakukan persiapan. Foto diambil 30 Mei 2017.
Bangunan pun terlihat seperti "diorama" interaktif yang bisa dimasuki pengunjung.

Bentuk bangunan dengan arsitektur sederhana yang terbuat dari batu ini juga terlihat di kawasan lain, seperti permukiman nelayan atau permukiman keagamaan.

Namun, yang membedakannya hanya "aktivitas" yang diperlihatkan. Di permukiman nelayan misalnya, maka akan terlihat boneka "penghuni" rumah yang beraktivitas membuat jaring untuk menangkap ikan.

Namun, struktur sosial dalam masyarakat Jeju di masa lalu digambarkan begitu nyata. Sebab, di tiap kawasan terlihat juga rumah yang dihuni orang biasa, orang kaya, hingga bangsawan.

KOMPAS.com/BAYU GALIH Pemandangan yang terdapat di salah satu bagian di permukiman pegunungan di Jeju Folk Village. Jalan setapak dibatasi tembok batu dan bangunan dengan menggunakan batu yang disemen dengan tanah liat kering sebagai perekat. Foto diambil 30 Mei 2017.
Jadi kita bisa mendapat gambaran kehidupan yang berbeda. Pada rumah petani kaya misalnya, bangunan dibuat megah dan luas, juga dengan susunan batu yang lebih rapi dan kokoh. Terdapat tanah lapang di tengah bangunan, yang biasa digunakan untuk aktivitas sosial orang kaya di Jeju saat itu.

Selain rumah, kita juga bisa menemukan penjara, bengkel pembuatan jaring dan kapal, hingga pembuatan instrumen pertanian, juga tempat penggilingan.

Sedangkan di kawasan Jeju Yeongmun, kita akan menemukan bentuk bangunan pemerintahan di masa Dinasti Joseon, juga gambaran aktivitasnya.

Di sini kita akan menemukan bangunan megah seperti istana, yang berfungsi sebagai lokasi administrasi pemerintahan.

KOMPAS.com/BAYU GALIH Replika bangunan kantor pemerintahan di Jeju Yeongmun, Jeju Folk Village. Foto diambil 30 Mei 2017.
Syuting Jang-geum

Keunikan Jeju Folk Village dalam menghadirkan suasana perkampungan Korea masa lalu, terutama dari era Dinasti Joseon, membuat tempat ini dijadikan lokasi syuting film Dae Jang Geum.

Film yang dikenal juga dengan judul Jewel in the Palace ini memang cukup fenomenal di Korea Selatan, bahkan ditayangkan juga oleh 59 negara lain, termasuk Indonesia.

Film itu sendiri diangkat dari kisah inspiratif Jang-geum, perempuan yang memulai karier sebagai koki istana hingga kemudian dikenal sebagai tabib perempuan pertama di Dinasti Joseon.

Gambaran permukiman tradisional di Jeju Folk Village dianggap sangat representatif, hingga dipakai untuk pengambilan gambar masa kecil Jang-geum di kampung halaman, sebelum bekerja di istana.

KOMPAS.com/BAYU GALIH Papan informasi yang menjelaskan lokasi syuting film Dae Jang Geum atau Jewel in the Palace di Jeju Folk Village.
Kesuksesan film itu bisa jadi dianggap menarik oleh pengelola Jeju Folk Village, sehingga banyak papan informasi yang memperlihatkan adegan apa saja yang diambil di sini.

Ada juga papan bergambar karakter dari film Dae Jang Geum, yang bisa digunakan untuk berfoto.

Selain Dae Jang Geum, Jeju Folk Village juga digunakan untuk lokasi syuting film berlatar belakang sejarah, seperti Tamra, the Island; Chuno; dan The Great Merchant.  Namun, tiga film itu tidak terlalu dikenal publik jika dibandingkan Dae Jang Geum.

Oh iya, jika ingin mengabadikan foto dengan menggunakan pakaian tradisional Korea, Hanbok, Anda bisa menemukan studio foto yang menyediakan sewa Hanbok.

Dengan sejumlah keunikan itu, jadi jika Anda sedang berada di Jeju, tentu Jeju Folk Village menjadi tujuan wisata yang sayang untuk dilewatkan.

Lihat juga dalam video di bawah ini:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com