Wujudnya memang hanya kedai kopi dengan bangku-bangku pendek tanpa sandaran, tetapi warga sekitar menyebutnya sebagai lokasi coffee ceremony. Aturan kopi seremoni alias upacara minum kopi ini pun tidak ribet.
Penikmat kopi hanya perlu duduk di bangku. Tanpa perlu bercakap, sang penjaja kopi seperti Maria segera memulai jamuannya.
(BACA: Pesta Kopi Mandiri, Sensasi Ngopi di Museum)
Maria, perempuan cantik di kota Aksum di bagian utara Etiopia ini, segera memanaskan tungku berbahan bakar arang kayu. Dengan sigap, ia meletakkan panci panas sebelum kemudian menyangrai biji kopi. Beberapa kali, ia membolak-balik biji kopi yang segera saja mengeluarkan bau harum.
Aroma kemenyan
Panci panas dengan uap kopi yang menguar itu disodorkan ke setiap tamu yang duduk di bangku. Beberapa orang sengaja mengipas-ngipaskan tangan agar uap kopi lebih terasa di indra penciuman. Seusai menyajikan uap kopi, Maria menyimpan kopi yang baru disangrainya untuk nantinya ditumbuk di rumahnya.
(BACA: Liburan ke Etiopia? Kenapa Tidak!)
Dari kaleng penyimpanan, ia mengambil bubuk kopi lalu memanaskannya bersama air mendidih di dalam kendi tanah liat di atas perapian.
Kendi yang digunakan untuk mendidihkan kopi cukup unik dengan hanya satu lubang di bagian atas. Beberapa kali, ia harus mengangkat kendi karena air kopi membuncah tumpah dari mulut kendi.
Beberapa kali pula, tumpahan air kopi mendidih itu dituangkan ke dalam gelas-gelas mungil. Dengan harga hanya 5 birr atau sekitar Rp 3.000 per gelas, rasa kopi asli Etiopia bisa segera diseruput.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.