Selain kulit, gigi dan alat kelamin buaya jantan (tangkur), juga dijual. Harga gigi Rp 100.000 per biji. Tangkur sepanjang 6 cm yang direndam arak putih dan diwadahi toples dijual Rp 600.000.
Sementara itu, air rendaman tangkur dijual Rp 50.000 untuk kemasan isi 200 ml. ”Tangkur dipercaya berkhasiat untuk menambah tenaga,” kata Rohim. Daging buaya diolah menjadi sate, seporsi Rp 100.000.
Buaya, selain gigitannya kuat, kepalanya wajib diperhatikan. Ekor buaya memang kuat dan bisa ”melempar” orang, tetapi kepala buaya berbahaya. Kepala buaya remaja jika dihantamkan bisa meretakkan tulang bahkan mematikan.
”Tidak ada buaya yang jinak meski lahir di kandang dan sering bersama manusia. Insting sebagai predator tetap ada,” kata Rohim. Namun, pengunjung bisa menggendong anak buaya. Agar aman, moncong anak buaya ini diikat kuat.
Kita juga bisa memberi makan buaya. Pengelola menyediakan bangkai ayam yang bisa dibeli seharga Rp 10.000 untuk dilempar ke dalam kolam buaya.
Momen yang dinantikan pengunjung adalah ketika buaya-buaya itu menyambar ayam. Air mendadak tersibak, buaya-buaya yang semula diam bagai seonggok kayu mendadak agresif berebut makanan.
Penitipan
Di penangkaran itu ada 20 buaya air tawar dan 11 buaya supit. Buaya air tawar yang terbesar berukuran panjang 3 meter dan berat 200 kg. Buaya supit dan buaya air tawar ditempatkan di kandang terpisah. Beberapa buaya ini merupakan sitaan dan berstatus milik negara.
Ada pula sejumlah satwa lain yang berstatus dilindungi, seperti beruang madu, rangkong, bangau tongtong, elang, dan merak. Juga dua gajah sumatera yang bisa dinaiki pengunjung. Satwa-satwa ini adalah titipan negara karena merupakan hasil sitaan atau diserahkan warga.
Rohim menuturkan, buaya-buaya ini didatangkan dari penangkaran buaya di Tarakan, Kalimantan Utara, tahun 1990. Semula untuk kepentingan pribadi dan sempat hendak ditutup. Namun, warga sekitar meminta tempat ini tetap buka.
Lima tahun kemudian, penangkaran tersebut dibuka untuk wisata dengan 100 buaya. Lokasi wisata ini semakin komplet karena memiliki rumah panjang (lamin), yakni rumah adat Dayak yang kini populer sebagai lokasi untuk berfoto.
”Tidak rugi datang ke sini,” kata Gustantyo, warga Balikpapan. (Lukas Adi Prasetya)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.