Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/07/2017, 20:03 WIB
|
EditorSri Anindiati Nursastri

"Peningkatan 10 persen setiap tahunnya dalam lima tahun ini. Tahun kemarin jumlah pengunjung mencapai 26 ribu orang. Kali ini rata-rata per hari 70 orang datang berkunjung. Untuk libur lebaran mencapai 500 orang per hari. Dari luar kota mendominasi," imbuh Elya.

 

Sayangnya destinasi yang memesona ini tak dibarengi dengan fasilitas-fasilitas penunjang yang memadai. Beberapa gazebo ala kadarnya yang tersedia sudah tak lagi layak. Gazebo telah rusak dan usang dimakan usia.

Jembatan bambu sebagai sarana menuju lokasi letupan juga sudah hancur sana-sini. Terlebih, banyak sampah berserakan yang ditemukan. Mushola hingga MCK juga kurang dipercantik.

"Seharusnya ada penghijauan di sini biar pengunjung tidak kepanasan. Lihat saja tak ada pepohonan. Serahkan pada profesional di bidangnya pasti bisa. Gazebo juga sudah tak bisa dipakai. Miris melihatnya. Obyek wisata andalan dan menakjubkan ini telah terlupakan," tutur Noer Cholis, pengunjung asal Kota Purwodadi.

Kepala UPTD Obyek Wisata Disporabudpar Kabupaten Grobogan, Sriyono, menjelaskan, pihaknya sudah berupaya mengajukan anggaran untuk memaksimalkan fasilitas penunjang Bledug Kuwu. Hanya saja, hal itu belum terealisasi.

"Semoga saja segera diperhatikan mengingat wisata ini adalah andalan Grobogan," tutur Sriyono.

Hasil penelitian, jelas Sriyono, secara geologi apa yang terjadi pada Bledug Kuwu adalah suatu proses alam yang disebut fenomena Gunung Api Lumpur (Mud Volcanoes). Sebuah fenomena ekstrusi cairan seperti hidrokarbon dan gas seperti methane. Ekstrusi adalah aktivitas gerakan cairan untuk mencapai permukaan.

"Suhu Mud Volcano ini lebih rendah tak mengeluarkan magma. Material yang dikeluarkan seperti butiran sangat halus yang tersuspensi dalam cairan, seperti air atau hidrokarbon. Dengan temperatur mendapatkan tekanan sedimen yang menghasilkan gas methane dengan sedikit kandungan karbondioksida dan nitrogen," jelas Sriyono.

Pengunjung menyaksikan fenomena letupan lumpur di obyek wisata Bledug Kuwu di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (14/7/2017). Secara geologi apa yang terjadi pada Bledug Kuwu adalah suatu proses alam yang disebut fenomena Gunung Api Lumpur (Mud Volcanoes). Sementara mitologi masyarakat setempat menyebut jika fenomena Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan. Konon lubang itu adalah jalan pulang Jaka Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Jaka Linglung yang merupakan putra Ajisaka diutusnya membunuh Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Jaka Linglung berjalan di perut bumi lantaran ia bisa berubah wujud menjadi ular naga.KOMPAS.com/Puthut Dwi Putranto Pengunjung menyaksikan fenomena letupan lumpur di obyek wisata Bledug Kuwu di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (14/7/2017). Secara geologi apa yang terjadi pada Bledug Kuwu adalah suatu proses alam yang disebut fenomena Gunung Api Lumpur (Mud Volcanoes). Sementara mitologi masyarakat setempat menyebut jika fenomena Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan. Konon lubang itu adalah jalan pulang Jaka Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Jaka Linglung yang merupakan putra Ajisaka diutusnya membunuh Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Jaka Linglung berjalan di perut bumi lantaran ia bisa berubah wujud menjadi ular naga.

 

Fenomena unik lain dari Bledug Kuwu adalah air yang terkandung dalam lumpur tersebut ternyata mengandung garam. Hal ini menjadi menarik lantaran lokasi Bledug Kuwu ini berlokasi sangat jauh dari laut.

Oleh warga setempat, dijadikan ladang penghasilan dengan cara membuat garam melalui cara tradisional. Air semburan lumpur yang mengandung garam oleh penduduk dialirkan melalui parit buatan dan ditampung pada sebuah kolam.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+