Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buang Jung, Tradisi Melestarikan Laut Masyarakat Bangka Selatan

Kompas.com - 28/07/2017, 15:01 WIB
Muhammad Irzal Adiakurnia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gugusan pulau dan pantai yang begitu banyak, membuat masyarakat Bangka Selatan, Bangka Belitung identik dengan masyarakat pesisir. Ternyata salah satu suku di sana memiliki tradisi merawat laut yang sudah ada sejak abad ke-12.

Suku Laut, biasa mereka dipanggil di Bangka Selatan. Bak penjaga laut dan kepulauan, mereka tinggal di pesisir-pesisir pantai. Namun bukan di tanahnya, tetapi terapung di atas perahu kayu yang disebut jung.

"Suku ini merupakan penjaga lautnya Bangka Selatan. Sejak abad 12 mereka terkenal sebagai pemandu laut ulung, untuk masuk ke Indonesia," ujar Bupati Bangka Selatan, Justian Nur saat peluncuran Festival Budaya Toboali City on Fire (TCOF), di Gedung Kementerian Pariwisata, Rabu (26/7/2017).

(BACA: Tak Perlu ke Luar Negeri, Laut Mati Juga Ada di Nias Utara)

Populasi terbesar Suku Laut ini, berada di Desa Kumbung, Pulau Lepar. Konon, mereka begitu terkenal di peta Belanda, karena keahlian memandu di laut.

Tradisi merawat laut

Tiap satu tahun sekali, Suku Laut memiliki agenda "Buang Jung", sebuah warisan leluhur yang bertujuan merawat laut dan melestarikan habitatnya.

(BACA: Tak Perlu ke China, Patung Pasukan Terakota Ada di Bangka)

Sekitar bulan Juli-Agustus, mereka menetapkan satu minggu "tak melaut". Artinya, tidak boleh ada aktivitas apa pun di laut dan sekitarnya, termasuk wisata.

Salah satu lokasi pengambilan gambar yang layak untuk dicoba untuk berburu Milky Way berada di Kepulauan Pongok, Bangka Selatan.KOMPAS.com/Heru Dahnur Salah satu lokasi pengambilan gambar yang layak untuk dicoba untuk berburu Milky Way berada di Kepulauan Pongok, Bangka Selatan.
Dalam satu minggu tersebut, semua orang dilarang menangkap ikan, menebang pohon dan membakarnya, mencari kerang, hingga aktivitas wisata seperti snorkeling dan diving.

Selam itu pula mereka melakukan aktivitas ritual budaya seperti tarian gajah menunggang dan hiburan lainnya di pulau-pulau.

Setelah satu minggu, prosesi diakhiri dengan membuang jung, atau perahu kayu mereka dengan dinaiki ayam hitam. Perahu yang membawa ayam tersebut dilarungkan dan dipantau pemberhentiannya di mana.

Dalam satu minggu tersebut, harapannya semua biota laut dapat beristirahat, bereproduksi, bertelur bagi ikan-ikan, kepiting dan yang lainnya. Sehingga keanekaragaman hayatinya tetap terjaga, terutama pasokan pangan mereka yang bersumber dari laut.

"Ini tradisi leluhur yang luar biasa. Kita sangat menjaganya, mendukungnya dengan mengadakan TCOF tiap tahun berbarengan dengan prosesi itu, agar masyarakat tahu kearifan lokal Bangka Selatan yang bagus," kata Justian Nur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com