JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu nasi khas Betawi yang kian sulit ditemukan ialah nasi ulam. Nasi dengan beragam lauk sebagai pelengkap ini telah lama menjadi identitas kuliner Betawi.
Salah satu tempat yang masih menjual makanan ini ialah Nasi Ulam Misjaya. Misjaya sendiri merupakan nama sang pemilik, yang kini sudah berusia 74 tahun.
"Dari kecil saya di taman sekolah rakyat tahun 1963, langsung bantu-bantu bapak. Setahun kemudian baru jualan sendiri," ujar Misjaya kepada KompasTravel, Selasa (1/8/2017).
Kini gerobaknya dipenuhi antrean setiap menjelang malam. Dari kalangan kakek nenek hingga pekerja muda. Sudah lebih dari setengah abad Misjaya melestarikan resep orangtuanya.
Gerobaknya terletak di Jalan Kemenangan III, Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat. Gerobak nasi ulamnya terparkir di dekat Klenteng Toasebio.
Nasi ulam di sini disajikan dengan berbagai macam lauk. Mulai dari telur dadar, cumi kering, semur tempe, semur tahu, tempe goreng, perkedel, dan yang paling dicari ialah dendeng.
KompasTravel coba memesan satu porsi nasi ulam. Urutan penyajiannya yaitu nasi putih, yang ditaburi bubuk kacang tanah, lalu bihun, kerupuk dan emping. Di bagian atasnya diberi irisan daun kemangi, timun, dan terakhir diguyur kuah semur berbumbu.
Sepiring penuh nasi ulam pun tersaji. Untuk lauknya saya mencoba telur dadar, semur tahu, dan tentunya dendeng.
Kuah semurnya bisa diberikan sesuai selera. Ada yang "banjir" atau hanya "basah", bahkan kering alias dipisah kuahnya. Menurut Misjaya sendiri, yang bagus memang basah hingga meresap ke nasinya.
Bubuk kacang tanahnya sangat khas, membuat nasi ini memiliki rasa gurih yang berbeda dari nasi tradisional lain. Sedangkan kuah semurnya terasa gurih dan sedikit manis dari penggunaan kecap.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan