Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semalam di Wae Rebo, Desa di Atas Awan...

Kompas.com - 02/09/2017, 07:03 WIB
Sandro Gatra

Penulis

Sebelum beraktivitas di kampung, perwakilan pengunjung harus mengikuti upacara Waelu'u terlebih dulu.

Upacara sekitar lima menit tersebut digelar di rumah utama yang dinamakan Niang Gendang. Rumah adat yang paling besar itu merupakan tempat tinggal ketua adat.

Maksud upacara itu untuk memohon ijin dan penghormatan kepada para leluhur Wae Rebo.

Rupanya, tidak hanya kami rombongan Jelajah Sepeda Flores yang ingin menginap di Wae Rebo saat itu. Ada pula ratusan orang lain dari berbagai kelompok.

Adapula turis asing. Sebagian dari mereka ingin merayakan HUT ke-72 RI di Wae Rebo.

Dari tujuh rumah adat, hanya dua rumah yang disediakan untuk menginap para tamu. Satu rumah adat mampu menampung 30-an orang.

Lantaran saat itu banyak tamu, sebagian besar dari mereka menginap di rumah-rumah warga di sekitar rumah adat.

Para tokoh adat tak mengira jumlah tamu yang datang sebanyak itu. Pasalnya, komunikasi terputus lantaran tak ada sinyal telepon.

Tidur melingkar

Beruntung saya bisa 'nyempil' menginap di salah satu rumah adat yang dinamakan Niang Gena Maro.

Dari dalam rumah terlihat konstruksi kayu dan bambu hingga membentuk kerucut. Rumah itu beratap ilalang yang dianyam, ditambah ijuk untuk menutup sela-selanya.

Di dalam rumah sudah tersedia tikar yang terbuat dari anyaman. Tikar untuk tempat tidur itu disusun melingkar.

Nah, bagian tengah rumah dijadikan tempat makan. Alas duduknya tikar anyaman. Tempat makan tersebut tidak boleh dipakai untuk tidur.

BACA: Yosef Katup, Menjaga Warisan Leluhur di Wae Rebo

Suhu di dalam rumah jauh lebih hangat dibanding suhu di luar yang sangat dingin saat malam. Jika masih terasa dingin, di setiap tempat tidur sudah disediakan selimut.

Untuk kamar mandi, jangan khawatir. Di sekitar rumah adat sudah ada bilik-bilik kamar mandi.

Lantainya sudah terpasang ubin. Jika ingin buang air besar, tamu tinggal pilih, ada closet jongkok atau duduk.

Ada pula aliran listrik meski terbatas. Pada pukul 22.00 Wit, lampu akan dimatikan.

Suasana makan malam di dalam rumah adat di kampung tradisional Wae Rebo, pegunungan Manggarai, NTT.Lucky Pransiska/KOMPAS Suasana makan malam di dalam rumah adat di kampung tradisional Wae Rebo, pegunungan Manggarai, NTT.
Sebelum makan malam, tamu disuguhi kopi dan teh hangat. Tak lama kemudian, makan malam bersama. Nasi, ayam, sayur dan pisang disuguhkan.

Meski menunya relatif sederhana, rasanya nikmat makan bersama para tamu lain. Para mama pun ramah melayani tamu.

Sayangnya, setelah santap malam, saya tak sanggup lagi beraktivitas menjelajah Wae Rebo. Rasanya lelah setelah bersepeda dan mendaki menuju Wae Rebo.

Pada subuh keesokan hari, warga dan para tamu sudah sibuk mempersiapkan upacara HUT ke-72 kemerdekaan RI.

Setelah sarapan, ratusan orang kemudian mengikuti upacara pengibaran bendera merah putih yang dipimpin Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Royke Lumowa.

(baca: Khidmatnya Upacara Peringatan HUT RI di Kampung Adat Wae Rebo...)

Peninggalan leluhur

Wae Rebo adalah satu-satunya kampung adat di Manggarai yang masih mempertahankan bentuk rumah tradisional Manggarai yang disebut Mbaru (rumah) Niang (tinggi dan bulat).

Para leluhur mewariskan tujuh bangunan itu yang kemudian dijaga oleh masyarakat adat secara turun-temurun hingga kini sudah generasi ke-20.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com