Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Bekas Rumah Bordil Zaman Penjajahan Jepang di Grobogan

Kompas.com - 02/09/2017, 15:04 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho

Penulis

GROBOGAN, KOMPAS.com - Kolonialisme Belanda dan Jepang di Indonesia memang sudah berakhir lama. Meski demikian, noda hitam yang ditorehkan penjajah tak mungkin lenyap begitu saja dalam memori sejarah rakyat Indonesia.

Sebagaimana kita tahu, tentara Jepang berkutat di Indonesia selama 3,5 tahun. Jauh sekali perbandingannya dengan lamanya pendudukan Belanda di Indonesia yang mencapai 350 tahun.

Nah, kali ini mari kita menelusuri kekejaman penjajah pada masa sebelum kemerdekaan RI. Kita intip kembali luka pedih masa lalu dengan menembus lorong waktu melalui bukti-bukti otentik yang tertinggal.

BACA: Kisah Perjuangan Rustono King of Tempe, dari Grobogan sampai Amerika

Di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, berdiri sebuah bangunan tua yang diklaim menyimpan sejarah kelam kebrutalan tentara Belanda dan tentara Jepang.

Gedung Papak, begitu warga setempat rumah kuno seluas 338,5 meter persegi tersebut. Dinamai Papak karena atapnya datar tak bergenting. Gedung Papak berdiri di atas lahan Perhutani KPH Gundih di Desa Geyer, Kecamatan Geyer, Grobogan. Berlokasi di tengah perkampungan, tak jauh dari KPH Gundih.

kamar di gedung papak yang dipakai tentara jepang melmuaskan hasrat seksual dengan gadis pribumiKOMPAS.com/Puthut Dwi Putranto kamar di gedung papak yang dipakai tentara jepang melmuaskan hasrat seksual dengan gadis pribumi

 

Bangunan nan megah dengan ciri arsitektur khas Belanda tempo dulu itu tak terawat kendati tercatat masuk sebagai bangunan cagar budaya. Gumpalan debu kotor menempel di mana-mana, sarang laba-laba pun menggantung tak beraturan di banyak sudut ruangan.

Ada delapan ruangan kamar yang luas. Empat ruang di lantai bawah dan empat ruang di lantai atas. Setiap pintu masuk berukuran tiga meter tak selazimnya bangunan rumah pada umumnya. Lantai beralaskan plester menyerupai semen. Ada juga kamar mandi dengan bak kecil serta dapur yang dilengkapi kompor tanam berupa tungku.

BACA: Tradisi Tubo di Grobogan, Unik dan Seru!

 

Dari lantai pertama menuju ke lantai kedua terfasilitasi sebuah tangga usang terbuat dari kayu dengan anak tangga selebar setengah meter. Beberapa ranjang besi berselambu tanpa kasur juga masih dibiarkan tergeletak di kamar. Tak ada hiasan yang menempel di dinding, hanya keheningan yang memancar dari baliknya.

Kesan angker kental terasa saat Kompas.com berkunjung memasuki Gedung Papak, Jumat (1/9/2017) siang. Entah terbawa suasana karena sudah lama tak berpenghuni, atau terbayang sisa-sisa kisah tragisnya.

kamar di gedung papak yang dipakai tentara jepang melmuaskan hasrat seksual dengan gadis pribumiKOMPAS.com/Puthut Dwi Putranto kamar di gedung papak yang dipakai tentara jepang melmuaskan hasrat seksual dengan gadis pribumi

 

Bangunan lawas yang berkonstruksi dinding serta kayu itu begitu kotor, sunyi dan gelap. Penjaga Gedung Papak pun sengaja membuka sejumlah jendela di rumah klasik itu untuk mempersilahkan cahaya dan udara segar menyusup.

Meski tak terurus, bangunan masih terlihat kokoh dan tak meninggalkan unsur keasliannya. Gedung Papak menjadi salah satu bukti adanya praktik perbudakan seks yang dilakukan kolonialisme Jepang.

Pada masa pendudukan Jepang, istilah "jugun lanfu" sangat terkenal di telinga beberapa kalangan, terutama para gadis-gadis asli Indonesia waktu itu. Jugun Ianfu dijabarkan sebagai tawanan budak seks bagi para tentara Jepang. Istilah yang digunakan kolonialisme Jepang saat Perang Dunia II untuk menyebut para wanita yang dipaksa menjadi pemuas nafsu pasukannya.

BACA: Kunjungan Wisatawan Meningkat, Grobogan Makin Gencar Promosi

Siapa sangka Gedung Papak dahulunya adalah rumah bordil yang dihuni para tawanan yaitu gadis-gadis belia yang merupakan warga asli Kabupaten Grobogan. Para bunga desa yang malang itu dipaksa untuk memuaskan hasrat seksual tentara Jepang kala itu.

"Kebanyakan wanita yang menjadi korban kekerasan seksual tentara Jepang malu dan menghilang. Ada seorang nenek saksi bisu yang menjadi korban budak seksual tentara Jepang. Setahun sekali ia datang diantar keluarganya ke Gedung Papak. Namanya Sri Sukanti, ia menangis marah menceritakan sejarah kelam Gedung Papak. Di kamar di gedung Papak, ia dan gadis lain yang diculik digilir paksa jadi tawanan budak seks tentara Jepang," tutur Sokiran (60), penjaga Gedung Papak.

gedung papakKOMPAS.com/Puthut Dwi Putranto gedung papak

 

Administratur Perum Perhutani KPH Gundih Divisi Regional Jateng, Sudaryana, menyampaikan bahwa Gedung Papak dibangun tahun 1919 sebagai markas besar tentara Belanda. Gedung Papak, sambung dia, juga difungsikan sebagai tempat penyiksaan pribumi yang dianggap membangkang aturan pasukan Belanda kala itu.

"Hingga akhirnya Gedung Papak dikuasai tentara Jepang. Pada masa itulah Gedung Papak dijadikan rumah bordir yang diisi jugun Ianfu atau gadis-gadis pribumi yang dijadikan tawanan budak seks tentara Jepang. Mereka digilir saat usia masih belia. Ibu Sri Sukanti adalah saksi bisu kekejaman tentara Jepang. Keberadaan beliau kini belum diketahui lagi," jelasnya.

Setelah tentara Jepang hengkang dari Indonesia, tahun 1953 Gedung Papak diambil alih Perum Perhutani sebagai rumah dinas Administratur KPH Gundih. Sejak pertama kali difungsikan, tak pernah sama sekali dipugar untuk melestarikannya.

"Saat itu satu keluarga Administratur KPH Gundih meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas. Setelah itu Gedung Papak tidak difungsikan lagi dan kami tugaskan warga untuk menjaganya," tuturnya.

BACA: Banyak Obyek Wisata di Jawa Tengah yang Belum Terjamah

 

Menelisik besarnya nilai sejarah Gedung Papak, KPH Gundih berencana menghidupkannya dengan berupaya mempercantik bangunan serta mengelolanya menjadi obyek wisata unggulan di Kabupaten Grobogan. Setelah perbaikan bangunan terealisasi nantinya, Gedung Papak akan diusulkan masuk menjadi bagian dari paket wisata.

"Akan kami jadikan sebagai museum. Biar masyarakat tahu ada sejarah kelam kejahatan tentara Belanda dan Jepang di Grobogan. Tentunya kami akan berkoordinasi dengan pemerintah Belanda atau Jepang mengingat besarnya anggaran nantinya," jelasnya.

Wakil Administratur KPH Gundih, Kuspriyadi, menambahkan Gedung Papak digadang-gadang juga memiliki penjara bawah tanah peninggalan tentara Belanda yang dijadikan sebagai tempat penyiksaan pribumi. Hanya saja, pihaknya akan mencoba menelusurinya setelah Gedung Papak difungsikan nantinya.

"Gedung Papak sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh BPCB Jateng. Konon ada ruang bawah tanah dan bahkan ada peninggalan emasnya juga," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com