Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditemukan, Surga Tersembunyi Penuh Bebatuan Prasejarah di Bangka

Kompas.com - 04/09/2017, 10:05 WIB
Heru Dahnur

Penulis

PANGKAL PINANG, KOMPAS.com - Destinasi wisata baru yang selama ini bagaikan surga tersembunyi ditemukan di daerah Belinyu, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung.

Obyek wisata berupa pantai sepanjang hampir satu kilometer ini dipenuhi bebatuan metamorf yang usianya ditaksir mencapai ratusan juta tahun.

Perjalanan panjang harus dilewati untuk menjangkau kawasan pantai yang terletak di Desa Pejem, Kabupaten Bangka itu. Untuk mencapai lokasi, dibutuhkan sedikit kehati-hatian karena akses jalan yang belum memadai.

BACA: 5 Hidangan Khas Bangka Belitung, Daerah Asal Ahok

Tim perintis yang tergabung dalam Masyarakat Pecinta Alam (Maraspala) Indonesia yang dibagi dalam beberapa tim menyambangi lokasi tersebut. Mereka berjalan kaki serta menggunakan sepeda motor.

Tantangan medannya cukup memacu adrenalin seperti melewati jembatan kayu, menyusuri pantai, hingga melintasi titian kayu yang dibuat sederhana oleh nelayan setempat.

Kawasan pantai yang bahkan belum memiliki nama ini terpaut hampir satu jam perjalanan dari desa terdekat. Di kawasan pantai ini, hanya terdapat beberapa rumah kayu milik Suku Lum yang disebut-sebut sebagai suku asli Bangka.

Tim harus melewati titian kayu untuk mencapai lokasi pantai bebatuan metamorf di Belinyu, Kepulauan Bangka Belitung.kompas.com/heru dahnur Tim harus melewati titian kayu untuk mencapai lokasi pantai bebatuan metamorf di Belinyu, Kepulauan Bangka Belitung.

Rombongan pun berkesempatan singgah di rumah warga yang seakan terkucil dari kehidupan luar tersebut. Sembari melepas penat, segarnya buah kelapa bisa dinikmati.

Perjalanan pun dilanjutkan. Sebuah perbukitan dengan pepohonan yang cukup lebat harus dilewati. Usai hill walking selama hampir setengah jam, rombongan akhirnya tiba di pantai penuh bebatuan metamorf.

Bebatuan metamorf diduga berasal dari perubahan suhu dan tekanan lapisan bumi yang berlangsung sejak jutaan tahun lalu.

“Keberadaan bebatuan ini diperkirakan sudah ada sebelum masa dinosaurus,” kata Sober, peneliti bebatuan yang tergabung dalam Maraspala Indonesia, Sabtu (2/9/2017).

BACA: Bukit Gebang, Tempat Foto Instagramable di Bangka Selatan

Ia menilai, bebatuan ini masuk dalam peta jalur Geologis Pemali dan sangat langka. Melalui bebatuan ini, bisa diukur usia dan proses terjadinya Pulau Bangka.

“Untuk pengembangan bisa dibuat konsep Geopark. Ini sangat bermanfaat bagi daerah termasuk masyarakat sekitar,” ujarnya.

Pemandangan alam yang memesona terhampar memanjakan mata. Gugusan bebatuan bertebaran di sepanjang pantai yang berhadapan langsung dengan laut China Selatan. Ukuran bebatuan bervariasi, mulai dari diameter lima puluh senti hingga gugusan batuan yang membentuk sebuah pulau.

Ketua Maraspala Indonesia, Sapta Qodriah, mengatakan ekosistem yang masih terjaga tampak dari pepohonan bakau yang tumbuh rimbun serta burung camar yang terlihat beterbangan di sepanjang garis pantai.

BACA: Kue Pelite, Kesukaan Bung Karno Saat Diasingkan ke Bangka Barat

Namun sayang, kondisi pantai penuh bebatuan metamorf kini mulai terancam seiring banyaknya tumpukan sampah plastik yang terbawa arus laut.

“Sebagian sampah plastik berasal dari produk-produk negara luar yang diduga dibuang dari kapal-kapal yang melintas di perairan Selat Bangka,” kata Sapta.

Demi jangka panjang, kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan agar pantai bebatuan metamorf tidak hanya menjadi destinasi wisata unggulan. Tapi juga terjaga kelestariannya, dan mendatangkan manfaat ekonomi bagi warga setempat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com